Iman Dan Definisinya Menurut Ahlus Sunnah Wal Jama'ah

pengertian iman
Pengertian Iman Dalam Agama Islam - Iman (bahasa Arab:الإيمان) secara etimologis berarti 'percaya'. Perkataan iman (إيمان) diambil dari kata kerja 'aamana' (أمن) -- yukminu' (يؤمن) yang berarti 'percaya' atau 'membenarkan'.
Iman secara bahasa berarti tashdiq (membenarkan). Sedangkan secara istilah syar’i, iman adalah "Keyakinan dalam hati, Perkataan di lisan, amalan dengan anggota badan, bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan maksiat". Para ulama salaf menjadikan amal termasuk unsur keimanan. Oleh sebab itu iman bisa bertambah dan berkurang, sebagaimana amal juga bertambah dan berkurang". Ini adalah definisi menurut Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Al Auza’i, Ishaq bin Rahawaih, madzhab Zhahiriyah dan segenap ulama selainnya.
Dengan demikian definisi iman memiliki 5 karakter: keyakinan hati, perkataan lisan, dan amal perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang.

“Agar bertambah keimanan mereka di atas keimanan mereka yang sudah ada.”
—QS. Al Fath [48] : 4
Imam Syafi’i berkata, “Iman itu meliputi perkataan dan perbuatan. Dia bisa bertambah dan bisa berkurang. Bertambah dengan sebab ketaatan dan berkurang dengan sebab kemaksiatan.” Imam Ahmad berkata, “Iman bisa bertambah dan bisa berkurang. Ia bertambah dengan melakukan amal, dan ia berkurang dengan sebab meninggalkan amal.” Imam Bukhari mengatakan, “Aku telah bertemu dengan lebih dari seribu orang ulama dari berbagai penjuru negeri, aku tidak pernah melihat mereka berselisih bahwasanya iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang.”

Perkataan iman yang berarti 'membenarkan' itu disebutkan dalam al-Quran, di antaranya dalam Surah At-Taubah ayat 62 yang bermaksud: "Dia (Muhammad) itu membenarkan (mempercayai) kepada Allah dan membenarkan kepada para orang yang beriman." Iman itu ditujukan kepada Allah , kitab kitab dan Rasul. Iman itu ada dua Iman Hak dan Iman Batil.

Definisi Iman berdasarkan hadist merupakan tambatan hati yang diucapkan dan dilakukan merupakan satu kesatuan. Iman memiliki prinsip dasar segala isi hati, ucapan dan perbuatan sama dalam satu keyakinan, maka orang - orang beriman adalah mereka yang di dalam hatinya, disetiap ucapannya dan segala tindakanya sama, maka orang beriman dapat juga disebut dengan orang yang jujur atau orang yang memiliki prinsip. atau juga pandangan dan sikap hidup.

Para imam dan ulama telah mendefinisikan istilah iman ini, antara lain, seperti diucapkan oleh Imam Ali bin Abi Talib: "Iman itu ucapan dengan lidah dan kepercayaan yang benar dengan hati dan perbuatan dengan anggota." Aisyah r.a. berkata: "Iman kepada Allah itu mengakui dengan lisan dan membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota." Imam al-Ghazali menguraikan makna iman: "Pengakuan dengan lidah (lisan) membenarkan pengakuan itu dengan hati dan mengamalkannya dengan rukun-rukun (anggota-anggota)."
Jadi,dapat di simpukan,seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman) sempurna apabila memenuhi unsur unsur keimanan di atas. Apabila seseorang mengakui dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai mukmin yang sempurna. Sebab, unsur unsur keimanan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.

Keimanan adalah hal yany paling mendasar yang harus dimiliki seseorang. Allah memerintahkan agar ummat manusia beriman kepada-Nya, sebagaimana firman Allah yang artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman. Tetaplah beriman kepada Allah dan RasulNya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al Qur’an) yang diturunkan kepada RasulNya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulNya, dan hari kemudian, maka sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh.” (Q.S. An Nisa : 136)

Sedangkan pengertian Iman menurut Ahlu Sunnah Wal Jama'ah

Bagaimana para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah mendefinisikan iman?
Iman menurut Ahlus Sunnah adalah perkataaan dalam lisan, keyakinan dalam hati dan amalan dengan anggota badan.
Imam Ahmad berkata,
الإيمان قول وعمل يزيد وينقص
“Iman adalah perkataan dan amalan, bisa bertambah dan berkurang.” (Diriwayatkan oleh anaknya ‘Abdullah dalam kitab As Sunnah, 1: 207)
Imam Bukhari berkata dalam awal kitab shahihnya,
وهو قول وفعل يزيد وينقص
“Iman itu perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang.” Sampai beliau berkata,
والحب في الله والبغض في الله من الإيمان
“Cinta karena Allah dan benci karena Allah adalah bagian dari iman.” (Shahih Al Bukhari dalam Kitab Al Iman)
Definisi iman bukan hanya terbatas pada perkataan dua ulama di atas. Bahkan para sahabat dan ulama Ahlus Sunnah telah bersepakat mengenai pengertian iman seperti itu.
Ibnu ‘Abdil Barr dalam kitab beliau At Tamhid berkata, “Iman menurut ulama Ahlus Sunnah -di mana mereka adalah Ahlul Atsar dari ulama fikih dan hadits-, mereka telah bersepakat, iman itu perkataan dan perbuatan dan tidak ada amalan kecuali dengan niat. Imam menurut Ahlus Sunnah bertambah dengan ketaatan dan berkurang karena maksiat. Segala ketaatan termasuk bagian dari iman.” Lalu Imam Ibnu ‘Abdil Barr menyebutkan perselisihan para ulama tentang hal iman. Lihat At Tamhid, 9: 238 dan Fathul Bari, 1: 47.
Ibnu Katsir berkata, “Iman menurut pengertian syar’i tidaklah bisa terwujud kecuali dengan adanya keyakinan (i’tiqod), perkataan dan perbuatan. Demikian definisi yang disampaikan oleh kebanyakan ulama. Bahkan Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal serta Abu ‘Ubaid juga ulama lainnya bersepakat bahwa iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang.” (Tafsir Ibnu Katsir pada surat Al Baqarah ayat 2).
Imam Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah berkata, “Para sahabat dan tabi’in serta ulama Ahlus Sunnah sesudahnya sepakat bahwa amalan termasuk bagian dari iman. Mereka berkata bahwa iman adalah perkataan, perbuatan dan akidah (keyakinan).” (Syarhus Sunnah, 1: 38)
Tidak ada pendapat ulama Ahlus Sunnah yang menyelisihi pendapat yang telah disebutkan di atas.
Jika ada ulama yang mendefinisikan iman dengan perkataan dan amalan, maka mereka sudah memasukkan perkataan lisan dan hati.
Jika ada yang menambahkan i’tiqod (keyakinan), maksud mereka adalah supaya tidak salah sangka bahwa i’tiqod (keyakinan) bukan termasuk qoulul qolb (perkataan hati). Sehingga sebagian mereka berkata bahwa iman adalah perkataan, amalan dan niat.
Ulama lainnya menambahkan dalam definisi iman “ittiba’us sunnah” yaitu mengikuti sunnah Nabi. Maksud mereka bahwa perkataan dan amalan tidaklah dicintai oleh Allah melainkan dengan ittiba’ yaitu mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sahl At Tusturiy pernah ditanya tentang iman, apa itu iman? Sahl menjawab, “Iman adalah perkataan, perbuatan, niat dan mengikuti ajaran Nabi. Karena perkataan dan amalan tanpa didasari niat, maka itu termasuk kemunafikan. Jika perkataan, amalan, dan niat tanpa disertai tuntunan Nabi, maka itu adalah bid’ah.” (Majmu’ Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 7: 171)
Semoga yang singkat ini bermanfaat. Hanya Allah yang memberi hidayah.

Referensi:
Asy Syatsri, Sa’ad bin Nashri (guru kami), Haqiqotul Iman wa Bida’ Al Irja’ fil Qodim wal Hadits, hal. 13-14, terbitan Dar Kunuz Isybiliya, cetakan kedua, tahun 1430 H.



Sumber:Disusun di Pesawat Etihad saat perjalanan Abu Dhabi – Jakarta, 10 Rabi’ul Awwal 1435 H.

Sedangkan pengertian iman menurut hadits Rasulullah Saw adalah sebagai berikut: عَنِ ابْنِ حَجَرٍ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ الله صَلىَّ الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أْلإِيْمَانُ مَعْرِفَةٌ بِاْلقَلْبِ وَقَوْلٌ بِالِّلسَانِ وَعَمَلٌ بِاْلأَرْكَانِ (رواه ابن ماجه والطبراني) Artinya: “Dari Ibnu Hajar Radhiyallahu ‘Anhu beliau berkata: Rasulullah SAW telah bersabda: Iman adalah Pengetahuan hati, pengucapan lisan dan pengamalan dengan anggota badan” (H.R. Ibnu Majah dan At-Tabrani). Isi kandungan hadits di atas menjelaskan bahwa unsur-unsur yang membentuk keimanan seseorang itu ada 3, yaitu: Pengetahuan hati, pengucapan lisan dan pengamalan dengan anggota badan. 1. Pengetahuan Hati (مَعْرِفَةٌ بِاْلقَلْبِ ) Berbicara tentang iman, tentu berbicara tentang keyakinan. Maka secara mutlak orientasi pembahasan di titik beratkan pada jiwa seseorang atau lazimnya di sebut “qalbu”. Hati merupakan pusat dari satu keyakinan, kita semua sepakat bahwa dalam diri manusia terdapat dua unsur pokok kejadian, terbentuknya jazad dan rohani, apabila keduanya pincang atau salah satu di antaranya kurang, maka secara mutlak tidak mungkin terbentuk makhluk yang bernama manusia. Orang yang beriman hatinya harus ma’rifat kepada Allah, mengetahui siapakah Allah itu, karena tanpa mengenal Allah mustahil seseorang akan beriman kepada Allah. 2. Pengucapan Lisan (قَوْلٌ بِالِّلسَانِ) Setelah mengenal Allah dan meyakini dengan sepenuh hati, seorang mukmin diwajibkan mengakui dan mengikrarkan dengan lisan, yakni dengan mengucapkan dua kalimat syahadah . 3. Pengamalan dengan anggota badan (وَعَمَلٌ بِاْلأَرْكَانِ). Amal merupakan unsur dari iman. Seperti perkataan Imam Ibnu Abdil Barr: أَجْمَعَ أَهْلَ اْلفِقْهِ وَاْلحَدِيْثِ عَلَى أَنَّ اْلإِيْمَانَ قَوْلٌ وَعَمَلٌ، وَلاَ عَمَلٌ إِلاَّ بِنِيَّةٍ Artinya: “Para ahli fiqih dan hadis telah sepakat bahwasannya iman itu perkataan dan perbuatan. Dan tidaklah ada perbuatan kecuali dengan niat”. Al-Imaam Ibnul-Qayyim al-Jauziy juga berkata berkata : حَقِيْقَةُ اْلإِيْمَانِ مُرَكَّبَةٌ مِّنْ قَوْلٍ وَعَمَلٍ. وَاْلقَوْلُ قِسْمَانِ : قَوْلُ اْلقَلْبِ، وَهُوَ اْلاِعْتِقَادُ، وَقَوْلُ اللِّسَانِ، وَهُوَ التَّكَلُّمُ بِكَلِمَةِ اْلإِسْلاَمِ. وَاْلعَمَلُ قِسْمَانِ : عَمَلُ اْلقَلْبِ، وَهُوَ نِيَّتُهُ وَإِخْلاَصُهُ، وَعَمَلُ اْلجَوَارِحِ. فَإِذَا زَالَتْ هَذِهِ اْلأَرْبَعَةُ، زَالَ اْلإِيْمَانُ بِكَمَالِهِ، وَإِذَا زَالَ تَصْدِيْقُ اْلقَلْبِ، لَمْ تَنْفَعْ بَقِيَّةُ اْلأَجْزَاءِ Artinya: “Hakekat iman terdiri dari perkataan dan perbuatan. Perkataan ada dua : perkataan hati, yaitu i‘tiqaad; dan perkataan lisan, yaitu perkataan tentang kalimat Islam (mengikrarkan syahadat ). Perbuatan juga ada dua : perbuatan hati, yaitu niat dan keikhlasannya; dan perbuatan anggota badan. Apabila hilang keempat hal tersebut, akan hilang iman dengan kesempurnaannya. Dan apabila hilang pembenaran (tasdiiq) dalam hati, tidak akan bermanfaat tiga hal yang lainnya”. Al-Imam Malik, al-Syafi’i, Ahmad, al-Auza‘i, Ishaq ibn Rahawaih, dan segenap ulama ahli hadis serta ulama Madinah demikian juga para pengikut mazhab Zahiriyyah dan sebagian ulama mutakallimin berpendapat bahwa definisi iman itu adalah : pembenaran dengan hati, pengakuan dengan lisan, dan amal dengan anggota badan. Para ulama salaf menjadikan amal termasuk unsur keimanan. Oleh sebab itu iman bisa bertambah dan berkurang, sebagaimana amal juga bertambah dan berkurang. B. Identitas seorang Mukmin terletak pada sifat dan sikapnya Dalam hadits-hadits Nabi, sangat banyak disebutkan tentang masalah keimanan. Tetapi sebagian besar kaum muslim tidak memahami bahkan salah memahami bagaimana keimanan itu. Sehingga banyak kaum muslim yang mengaku beriman tetapi mereka tidak sama sekali mengaplikasikan substansi keimanan tersebut. Ada orang yang rajin shalat, tetapi korupsinya juga rajin. Ada yang giat bersedekah, tetapi masih suka mengambil uang negara. Hal ini mengindikasikan bahwa ada yang salah dalam pengamalan ajaran-ajaran Islam. Ciri-ciri (Identitas) seorang Mukmin dapat terlihat dari sifat dan sikapnya. Berikut ini akan disebutkan beberapa hadits Rosulullah yang menjelaskan tentang sifat dan sikap orang yang beriman. (semoga ciri-ciri ini sesuai dengan kepribadian pembaca dan penyusun Amiin) 1. Orang mukmin akan mencintai Allah dan Rosul-Nya melebihi cinta kepada makhluk-Nya. Sabda Rasulullah: حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَمُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ أَبِي عُمَرَ وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ جَمِيعًا عَنْ الثَّقَفِيِّ قَالَ ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ مَنْ كَانَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللَّهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ. (رواه البخاري و مسلم) Artinya: ”Telah menceritakan kepada kami Ishaq ibn Ibrahim dan Muhammad ibn Yahya ibn Abi ‘Umar serta Muh}ammad ibn Basysyar semuanya dari al-Saqafi berkata Ibnu Abi ‘Umar telah menceritakan kepada kami ‘Abd al-Wahhab dari Ayyub dari Abu Qilabah dari Anas dari Nabi saw., dia berkata, "Tiga perkara jika itu ada pada seseorang maka ia akan merasakan manisnya iman; orang yang mana Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya, mencintai seseorang yang ia tidak mencintainya kecuali karena Allah, dan benci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya dari kekafiran tersebut sebagaimana ia benci untuk masuk neraka”.(H.R. Bukhari dan Muslim) 2. Orang mukmin akan menghormati tamunya. 3. Orang yang beriman tidak akan menyakiti tetangganya. 4. Orang yang beriman tidak akan berkata kotor. Sabda Rasulullah SAW: عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله ُعَنْهُ ، أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ كَانَ يُؤْمِنٌ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلاَخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْلِيَصْمُتْ ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ )) . رواه البخاري [رقم : 6018 ] ومسلم [ رقم : 47 ] Artinya: “Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu: Sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda: barang siapa yang beriman kepada Allah hari akhir maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam, barang siapa yang beriman kepada Allah hari akhir maka hendaknya dia mengormati tetangganya dan barang siapa yang beriman kepada Allah hari akhir maka hendaknya dia menghormat tamunya” (H.R. Bukhari dan Muslim). 5. Orang yang beriman akan selalu mencegah kemunkaran. عَنْ أَبِيْ سَعِيْدِ اْلخُدْرِيِّ رَضِيَ الله ُعَنْهُ ، قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ الله ِصَلي الله عليه وسلم يَقُوْلُ : (( مَنْ رَّأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ ، فَإِنْ لمَّ ْيَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ ، فَإِنْ لمَّ ْيَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ )). رواه مسلم [ رقم : 49 ] Artinya: “Dari Abu Sa’d Al-Khudriy Radhiyallahu ‘Anhu, beliau berkata : Saya pernah mendengar Rasulallah SAW berkata: barang siapa diantara kalian melihat suatu kemunkaran maka hendaknya dia merubah dengan kekuasannya, apabila dia merasa tidak mampu maka dengan lisannya, maka apabila dia tidak mampu hendaknya dia membenci kemunkaran tersebut dengan hatinya, yang demikian itu adalah tingkatan iman yang paling lemah ” (H.R. Muslim). C. Kualitas Keislaman manusia terletak sejauh mana memperlakukan muslimin yang lain. Iman bagi orang muslim merupakan pondasi utama dari kesadaran keagamaannya yang dalam berbagai wacana keagamaan senantiasa diperingatkan agar dijaga dan diperkuat serta penuh makna dan tafsiran. Peringatan tentang iman itu dari sumber aslinya (al-Qur’an) berkait erat dengan amal perbuatan yang merupakan tuntutan langsung dari iman spiritual itu, sehingga tidak ada iman tanpa amal. Ekspresi iman orang mukmin adalah melaksanakan perintah Tuhan, baik berkaitan langsung dengan Tuhan maupun dengan manusia (habuml min Allah dan habum min al-nas). Kualitas (baik buruknya) keislaman manusia terletak sejauh mana seorang muslim memperlakukan muslimin yang lain. hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW yang diceritakan oleh sahabat Umat bin Khattab: عَنْ عُمَرَ رَضِيَ الله ُعَنْهُ أَنَّهُ قَالَ: سُئِلَ النَّبِيُّ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَنْ أَحَبِّ اْلعِبَادِ إِلىَ اللهِ تَعَالىَ فَقَالَ أَنْفَعُ النَّاسِ، وَعَنْ أَفْضَلِ اْلأَعْمَالِ فَقَالَ إِدْخَالُ السُّرُوْرِ عَلَى قَلْبِ اْلمُؤْمِنِ يَطْرُدُ عَنْهُ جُوْعًا أَوْ يَكْشِفُ عَنْهُ كُرَبًا أَوْيَقْضِيْ لَهُ دَيْنًا،... (رواه البخاري و مسلم)[1] Artinya: “Dari Umar Radhiyallahu ‘Anhu, sesungguhnya beliau telah berkata : Nabi SAW pernah ditanya tentang beberapa hamba Allah yang lebih dicintai oleh Allah, maka beliau menjawab: “dia adalah yang berpaling bermanfaat bagi manusia lain”. kemudian ditanya tentang tentang beberapa amal yang paling dicintai Allah, maka beliau menjawab:”membahagiakan orang mukmin, menghilangkan kelaparan atau kesedihannya atau membayarkan hutangnya, ...........”” (H.R. Bukhari dan Muslim). Hadits di atas memberikan penjelasan bahwa seorang muslim yang paling dicintai oleh Allah adalah seorang muslim yang memperlakukan muslim lainnya dengan cara yang baik. Karena sebenarnya inti dari ajaran agama islam hanya ada 2, yaitu: beramal sholih karena Allah dan berakhlak baik kepada manusia (hablum min Allah dan habum min al-nas). Kaitannya dalam memperlakukan muslimin yang lain kualitas keislaman seseorang dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu: 1. Tingkatan yang terendah Seorang muslim yang baik, dia tidak akan membuat orang lain sakit hati, seperti contoh: tidak online facebook atau memutar musik ketika sedang ada presentasi atau ketika dosen sedang menerangkan materi kuliah. Karena yang demikian dapat membuat membuat dosen sakit hati. Sabda Rasulullah: عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله ُعَنْهُ ، أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ (رواه البخاري و مسلم) Artinya: “Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu: Sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda: barang siapa yang beriman kepada Allah hari akhir maka hendaknya dia mengormati (tidak menyakiti) tetangganya (orang yang berada di sekelilingnya” . (H.R. Bukhari dan Muslim). 2. Tingkatan yang sedang Seorang muslim yang baik, selain dia tidak menyakiti orang lain dia juga berbuat sesuatu yang membawa kemanfaatan bagi orang lain, seperti contoh: memberi makan tetangga ketika sedang kelebihan makanan, sebagaimana sabda Rasulullah yang artinya: “tidak dinamakan orang iman, orang yang kenyang sedang tetangganya sedang kelaparan”. 3. Tingkatan yang tertinggi Seorang muslim yang baik selain mengamalkan tingkatan yang pertama dan kedua, dia juga memiliki sifat sabar, tidak membalas dengan kejahatan ketika sedang dijahati orang lain, akan tetapi dia malah membalasnya dengan suatu kebaikan. Sebagaimana wasiat Rasulullah kepada sahabat Ali bin Abi Thalib yang berbunyi: إِنْ أَرَدْتَ أَنْ تَسْبِقَ الصِّدِّيْقِيْنَ فَصِلْ مَنْ قَطَعَكَ وَاعْطِ مَنْ حَرَمَكَ وَاْعفُ عَمَّنْ ظَلَمَكَ[2] Artinya: “jika kamu ingin melebihi derajat golongan shiddiqiin, maka sambunglah kembali orang yang yang telah memutus tali persaudraan denganmu, dan berilah orang yang tidak pernah memberimu dan maafkanlah orang yang telah menyakitimu”

Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Sedangkan pengertian iman menurut hadits Rasulullah Saw adalah sebagai berikut: عَنِ ابْنِ حَجَرٍ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ الله صَلىَّ الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أْلإِيْمَانُ مَعْرِفَةٌ بِاْلقَلْبِ وَقَوْلٌ بِالِّلسَانِ وَعَمَلٌ بِاْلأَرْكَانِ (رواه ابن ماجه والطبراني) Artinya: “Dari Ibnu Hajar Radhiyallahu ‘Anhu beliau berkata: Rasulullah SAW telah bersabda: Iman adalah Pengetahuan hati, pengucapan lisan dan pengamalan dengan anggota badan” (H.R. Ibnu Majah dan At-Tabrani). Isi kandungan hadits di atas menjelaskan bahwa unsur-unsur yang membentuk keimanan seseorang itu ada 3, yaitu: Pengetahuan hati, pengucapan lisan dan pengamalan dengan anggota badan. 1. Pengetahuan Hati (مَعْرِفَةٌ بِاْلقَلْبِ ) Berbicara tentang iman, tentu berbicara tentang keyakinan. Maka secara mutlak orientasi pembahasan di titik beratkan pada jiwa seseorang atau lazimnya di sebut “qalbu”. Hati merupakan pusat dari satu keyakinan, kita semua sepakat bahwa dalam diri manusia terdapat dua unsur pokok kejadian, terbentuknya jazad dan rohani, apabila keduanya pincang atau salah satu di antaranya kurang, maka secara mutlak tidak mungkin terbentuk makhluk yang bernama manusia. Orang yang beriman hatinya harus ma’rifat kepada Allah, mengetahui siapakah Allah itu, karena tanpa mengenal Allah mustahil seseorang akan beriman kepada Allah. 2. Pengucapan Lisan (قَوْلٌ بِالِّلسَانِ) Setelah mengenal Allah dan meyakini dengan sepenuh hati, seorang mukmin diwajibkan mengakui dan mengikrarkan dengan lisan, yakni dengan mengucapkan dua kalimat syahadah . 3. Pengamalan dengan anggota badan (وَعَمَلٌ بِاْلأَرْكَانِ). Amal merupakan unsur dari iman. Seperti perkataan Imam Ibnu Abdil Barr: أَجْمَعَ أَهْلَ اْلفِقْهِ وَاْلحَدِيْثِ عَلَى أَنَّ اْلإِيْمَانَ قَوْلٌ وَعَمَلٌ، وَلاَ عَمَلٌ إِلاَّ بِنِيَّةٍ Artinya: “Para ahli fiqih dan hadis telah sepakat bahwasannya iman itu perkataan dan perbuatan. Dan tidaklah ada perbuatan kecuali dengan niat”. Al-Imaam Ibnul-Qayyim al-Jauziy juga berkata berkata : حَقِيْقَةُ اْلإِيْمَانِ مُرَكَّبَةٌ مِّنْ قَوْلٍ وَعَمَلٍ. وَاْلقَوْلُ قِسْمَانِ : قَوْلُ اْلقَلْبِ، وَهُوَ اْلاِعْتِقَادُ، وَقَوْلُ اللِّسَانِ، وَهُوَ التَّكَلُّمُ بِكَلِمَةِ اْلإِسْلاَمِ. وَاْلعَمَلُ قِسْمَانِ : عَمَلُ اْلقَلْبِ، وَهُوَ نِيَّتُهُ وَإِخْلاَصُهُ، وَعَمَلُ اْلجَوَارِحِ. فَإِذَا زَالَتْ هَذِهِ اْلأَرْبَعَةُ، زَالَ اْلإِيْمَانُ بِكَمَالِهِ، وَإِذَا زَالَ تَصْدِيْقُ اْلقَلْبِ، لَمْ تَنْفَعْ بَقِيَّةُ اْلأَجْزَاءِ Artinya: “Hakekat iman terdiri dari perkataan dan perbuatan. Perkataan ada dua : perkataan hati, yaitu i‘tiqaad; dan perkataan lisan, yaitu perkataan tentang kalimat Islam (mengikrarkan syahadat ). Perbuatan juga ada dua : perbuatan hati, yaitu niat dan keikhlasannya; dan perbuatan anggota badan. Apabila hilang keempat hal tersebut, akan hilang iman dengan kesempurnaannya. Dan apabila hilang pembenaran (tasdiiq) dalam hati, tidak akan bermanfaat tiga hal yang lainnya”. Al-Imam Malik, al-Syafi’i, Ahmad, al-Auza‘i, Ishaq ibn Rahawaih, dan segenap ulama ahli hadis serta ulama Madinah demikian juga para pengikut mazhab Zahiriyyah dan sebagian ulama mutakallimin berpendapat bahwa definisi iman itu adalah : pembenaran dengan hati, pengakuan dengan lisan, dan amal dengan anggota badan. Para ulama salaf menjadikan amal termasuk unsur keimanan. Oleh sebab itu iman bisa bertambah dan berkurang, sebagaimana amal juga bertambah dan berkurang. B. Identitas seorang Mukmin terletak pada sifat dan sikapnya Dalam hadits-hadits Nabi, sangat banyak disebutkan tentang masalah keimanan. Tetapi sebagian besar kaum muslim tidak memahami bahkan salah memahami bagaimana keimanan itu. Sehingga banyak kaum muslim yang mengaku beriman tetapi mereka tidak sama sekali mengaplikasikan substansi keimanan tersebut. Ada orang yang rajin shalat, tetapi korupsinya juga rajin. Ada yang giat bersedekah, tetapi masih suka mengambil uang negara. Hal ini mengindikasikan bahwa ada yang salah dalam pengamalan ajaran-ajaran Islam. Ciri-ciri (Identitas) seorang Mukmin dapat terlihat dari sifat dan sikapnya. Berikut ini akan disebutkan beberapa hadits Rosulullah yang menjelaskan tentang sifat dan sikap orang yang beriman. (semoga ciri-ciri ini sesuai dengan kepribadian pembaca dan penyusun Amiin) 1. Orang mukmin akan mencintai Allah dan Rosul-Nya melebihi cinta kepada makhluk-Nya. Sabda Rasulullah: حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَمُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ أَبِي عُمَرَ وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ جَمِيعًا عَنْ الثَّقَفِيِّ قَالَ ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ مَنْ كَانَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللَّهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ. (رواه البخاري و مسلم) Artinya: ”Telah menceritakan kepada kami Ishaq ibn Ibrahim dan Muhammad ibn Yahya ibn Abi ‘Umar serta Muh}ammad ibn Basysyar semuanya dari al-Saqafi berkata Ibnu Abi ‘Umar telah menceritakan kepada kami ‘Abd al-Wahhab dari Ayyub dari Abu Qilabah dari Anas dari Nabi saw., dia berkata, "Tiga perkara jika itu ada pada seseorang maka ia akan merasakan manisnya iman; orang yang mana Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya, mencintai seseorang yang ia tidak mencintainya kecuali karena Allah, dan benci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya dari kekafiran tersebut sebagaimana ia benci untuk masuk neraka”.(H.R. Bukhari dan Muslim) 2. Orang mukmin akan menghormati tamunya. 3. Orang yang beriman tidak akan menyakiti tetangganya. 4. Orang yang beriman tidak akan berkata kotor. Sabda Rasulullah SAW: عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله ُعَنْهُ ، أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ كَانَ يُؤْمِنٌ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلاَخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْلِيَصْمُتْ ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ )) . رواه البخاري [رقم : 6018 ] ومسلم [ رقم : 47 ] Artinya: “Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu: Sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda: barang siapa yang beriman kepada Allah hari akhir maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam, barang siapa yang beriman kepada Allah hari akhir maka hendaknya dia mengormati tetangganya dan barang siapa yang beriman kepada Allah hari akhir maka hendaknya dia menghormat tamunya” (H.R. Bukhari dan Muslim). 5. Orang yang beriman akan selalu mencegah kemunkaran. عَنْ أَبِيْ سَعِيْدِ اْلخُدْرِيِّ رَضِيَ الله ُعَنْهُ ، قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ الله ِصَلي الله عليه وسلم يَقُوْلُ : (( مَنْ رَّأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ ، فَإِنْ لمَّ ْيَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ ، فَإِنْ لمَّ ْيَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ )). رواه مسلم [ رقم : 49 ] Artinya: “Dari Abu Sa’d Al-Khudriy Radhiyallahu ‘Anhu, beliau berkata : Saya pernah mendengar Rasulallah SAW berkata: barang siapa diantara kalian melihat suatu kemunkaran maka hendaknya dia merubah dengan kekuasannya, apabila dia merasa tidak mampu maka dengan lisannya, maka apabila dia tidak mampu hendaknya dia membenci kemunkaran tersebut dengan hatinya, yang demikian itu adalah tingkatan iman yang paling lemah ” (H.R. Muslim). C. Kualitas Keislaman manusia terletak sejauh mana memperlakukan muslimin yang lain. Iman bagi orang muslim merupakan pondasi utama dari kesadaran keagamaannya yang dalam berbagai wacana keagamaan senantiasa diperingatkan agar dijaga dan diperkuat serta penuh makna dan tafsiran. Peringatan tentang iman itu dari sumber aslinya (al-Qur’an) berkait erat dengan amal perbuatan yang merupakan tuntutan langsung dari iman spiritual itu, sehingga tidak ada iman tanpa amal. Ekspresi iman orang mukmin adalah melaksanakan perintah Tuhan, baik berkaitan langsung dengan Tuhan maupun dengan manusia (habuml min Allah dan habum min al-nas). Kualitas (baik buruknya) keislaman manusia terletak sejauh mana seorang muslim memperlakukan muslimin yang lain. hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW yang diceritakan oleh sahabat Umat bin Khattab: عَنْ عُمَرَ رَضِيَ الله ُعَنْهُ أَنَّهُ قَالَ: سُئِلَ النَّبِيُّ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَنْ أَحَبِّ اْلعِبَادِ إِلىَ اللهِ تَعَالىَ فَقَالَ أَنْفَعُ النَّاسِ، وَعَنْ أَفْضَلِ اْلأَعْمَالِ فَقَالَ إِدْخَالُ السُّرُوْرِ عَلَى قَلْبِ اْلمُؤْمِنِ يَطْرُدُ عَنْهُ جُوْعًا أَوْ يَكْشِفُ عَنْهُ كُرَبًا أَوْيَقْضِيْ لَهُ دَيْنًا،... (رواه البخاري و مسلم)[1] Artinya: “Dari Umar Radhiyallahu ‘Anhu, sesungguhnya beliau telah berkata : Nabi SAW pernah ditanya tentang beberapa hamba Allah yang lebih dicintai oleh Allah, maka beliau menjawab: “dia adalah yang berpaling bermanfaat bagi manusia lain”. kemudian ditanya tentang tentang beberapa amal yang paling dicintai Allah, maka beliau menjawab:”membahagiakan orang mukmin, menghilangkan kelaparan atau kesedihannya atau membayarkan hutangnya, ...........”” (H.R. Bukhari dan Muslim). Hadits di atas memberikan penjelasan bahwa seorang muslim yang paling dicintai oleh Allah adalah seorang muslim yang memperlakukan muslim lainnya dengan cara yang baik. Karena sebenarnya inti dari ajaran agama islam hanya ada 2, yaitu: beramal sholih karena Allah dan berakhlak baik kepada manusia (hablum min Allah dan habum min al-nas). Kaitannya dalam memperlakukan muslimin yang lain kualitas keislaman seseorang dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu: 1. Tingkatan yang terendah Seorang muslim yang baik, dia tidak akan membuat orang lain sakit hati, seperti contoh: tidak online facebook atau memutar musik ketika sedang ada presentasi atau ketika dosen sedang menerangkan materi kuliah. Karena yang demikian dapat membuat membuat dosen sakit hati. Sabda Rasulullah: عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله ُعَنْهُ ، أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ (رواه البخاري و مسلم) Artinya: “Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu: Sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda: barang siapa yang beriman kepada Allah hari akhir maka hendaknya dia mengormati (tidak menyakiti) tetangganya (orang yang berada di sekelilingnya” . (H.R. Bukhari dan Muslim). 2. Tingkatan yang sedang Seorang muslim yang baik, selain dia tidak menyakiti orang lain dia juga berbuat sesuatu yang membawa kemanfaatan bagi orang lain, seperti contoh: memberi makan tetangga ketika sedang kelebihan makanan, sebagaimana sabda Rasulullah yang artinya: “tidak dinamakan orang iman, orang yang kenyang sedang tetangganya sedang kelaparan”. 3. Tingkatan yang tertinggi Seorang muslim yang baik selain mengamalkan tingkatan yang pertama dan kedua, dia juga memiliki sifat sabar, tidak membalas dengan kejahatan ketika sedang dijahati orang lain, akan tetapi dia malah membalasnya dengan suatu kebaikan. Sebagaimana wasiat Rasulullah kepada sahabat Ali bin Abi Thalib yang berbunyi: إِنْ أَرَدْتَ أَنْ تَسْبِقَ الصِّدِّيْقِيْنَ فَصِلْ مَنْ قَطَعَكَ وَاعْطِ مَنْ حَرَمَكَ وَاْعفُ عَمَّنْ ظَلَمَكَ[2] Artinya: “jika kamu ingin melebihi derajat golongan shiddiqiin, maka sambunglah kembali orang yang yang telah memutus tali persaudraan denganmu, dan berilah orang yang tidak pernah memberimu dan maafkanlah orang yang telah menyakitimu” Jika ketiga tingkatan ini diamalkan oleh seluruh penganut agama islam di penjuru dunia, maka kita tidak akan pernah mendengar adanya peperangan, pembubuhan, pencurian dan segala macam kejahatan yang telah ada. Dan inilah sebenarnya misi yang terkandung dalam ajaran islam, yakni sebagai Rahmatan lil ‘alamiin.

Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ

0 Response to "Iman Dan Definisinya Menurut Ahlus Sunnah Wal Jama'ah"

Post a Comment