KISAH NABI MUSA DAN NABI HARUN A.S-Kisah Tauladan Para Nabi Allah

KISAH NABI MUSA DAN NABI HARUN A.S

Yakub atau Israil tinggal di Mesir sejak ia datang untuk bertemu dengan anaknya, Yusuf. Ketika beliau wafat mereka menguburnya di tempat di mana ia dilahirkan di Palestina. Anak-anak Israil lebih memilih untuk hidup di Mesir di sisi Yusuf. Keadaan Mesir, kebaikannya yang banyak, kelayakan tanahnya, dan keharmonisan iklimnya merupakan daya tarik tersendiri bagi mereka untuk tinggal di dalamnya. Anak-anak Israil tinggal di Mesir dalam tempo yang lumayan. Mereka menikah sehingga jumlah mereka bertambah banyak. Berlalulah tahun demi tahun dan kemudian Nabi Yusuf meninggal. Nabi Yusuf telah mengubah Islam saat beliau memegang tampuk kekuasaan. Nabi Yusuf memperjuangkan Islam dan setiap nabi yang diutus oleh Allah s.w.t pasti memperjuangkan agama Islam sejak Nabi Adam as sampai Nabi Muhammad saw.  Pengertian Islam  di  sini  ialah,  mengesakan  Allah  s.w.t  dan  hanya semata-mata menyembah-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya, dan berdoa kepada-   Nya.   Islam   juga   bererti   menyerahkan   niat   dan   amal   hanya semata-mata kepada Allah s.w.t. Demikianlah yang kita fahami atau yang kita maksud dari kata al-Islam, bukan sistem sosial yang dibawa oleh Nabi yang terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw. Sistem ini merupakan kepanjangan dari sistem-sistem sosial yang dibawa para nabi. Jadi, esensi akidah satu dan tidak berbeza dari Nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw.

Ketika Nabi Yusuf menjadi penguasa di Mesir dan ketua para menteri agama di Mesir berubah menjadi agama tauhid atau Islam. Nabi Yusuf as menyeru manusia untuk memeluk Islam saat beliau ada di dalam penjara ketika beliau mengatakan:

"Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah
Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa (QS.Yusuf: 39)

Dan beliau berdoa pada suatu hari ketika mimpinya terwujud:

"Wafatkanlah  aku  dalam  keadaan  Islam  dan  gabungkanlah  aku  dengan orang-orang yang soleh. " (QS. Yusuf: 101)

Dan ketika Nabi Yusuf meninggal, Mesir mengubah sistem tauhid ke sistem multi  tuhan  untuk  kedua  kalinya.  Menurut  dugaan  kuat  bahawa  hal  ini terwujud   dengan   adanya   campur   tangan   kelompok-kelompok   elit   yang berkuasa. Kelompok-kelompok elit ini - ketika di bawah agama tauhid - mereka

tidak mendapatkan suatu perlakukan istimewa atau dibezakan dengan masyarakat umum, sehingga kerananya mereka mempunyai kepentingan untuk mengembalikan sistem penyembahan multi tuhan. Kemudian masyarakat mengikuti   sistem   penyembahan   Fir'aun.   Dan   akhirnya,   Mesir   dipimpin keluarga-keluarga Fir'aun dan mereka mengklaim bahawa mereka adalah tuhan atau wakil-wakil tuhan atau orang-orang yang berbicara atas nama tuhan.

Pada dasarnya, masyarakat Mesir adalah masyarakat yang beradab. Mereka disibukkan dengan pembangunan peradaban. Mereka memiliki kecenderungan keagamaan yang kuat. Dan barangkali kelompok- kelompok dari masyarakat Mesir meyakini bahawa Fir'aun bukan tuhan namun kerana mereka mendapat tantangan keras dari Fir'aun dan Fir'aun tidak ingin dari kaumnya kecuali agar mereka   mentaatinya   sehingga   mereka   pun   terpaksa   menyembunyikan keimanan dalam diri mereka. Jadi, tuhan-tuhan berhala banyak sekali di Mesir. Hal yang bisa difahami adalah, bahawa Fir'aun menguasai semua macam tuhan dan ia mengisyaratkan dengannya dan berbicara atas namanya. Yang demikian ini adalah sangat jelas di Mesir. Ketika terdapat sistem multi tuhan di Mesir - meskipun masyarakatnya meyakini tuhan utama, yaitu Fir'aun - kelompok elit yang berkuasa membatasi untuk hanya menyembah Fir'aun dan melaksanakan perintah-perintahnya  serta  membenarkan  tindakan  semena-menanya.  Kita akan mengetahui dan kita akan membuka lembaran-lembaran Nabi Musa as bagaimana masyarakat Mesir hidup di zamannya. Majoriti masyarakat saat itu mendapatkan kehinaan yang luar biasa dan diperlakukan secara lalim. Mereka harus   taat   sepenuhnya   kepada   Fir'aun.   Mereka   selalu   diancam   oleh algojo-algojo Fir'aun dan para tenteranya.

Allah  s.w.t  menceritakan  Fir'aun  yang  hidup  di  zaman  Nabi  Musa  dalam firman-Nya:

"Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya  (seraya  berkata):  'Akulah  Tuhanmu  yang  paling  tinggi.'"  (QS. an-Nazi'at: 23-24)

Manusia saat itu benar-benar tunduk terhadap pernyataan orang-orang kafir. Mereka mentaati - barangkali itu kerana terpaksa - perkataan Fir'aun. Mesir kembali menggunakan sistem multi tuhan setelah sebelumnya disinari oleh tauhid yang disuarakan oleh Nabi Yusuf. Sementara itu, anak-anak Yakub atau anak-anak 
Israil  mereka  telah  menyimpang  dari  tauhid.  Mereka  mengikuti orang-orang Mesir. Sedikit sekali dari keluarga mereka yang masih mempertahankan agama tauhid secara tersembunyi.

Datanglah suatu masa atas Bani Israil di mana mereka semakin banyak dan semakin menyebar. Mereka mengerjakan berbagai macam pekerjaan, dan mereka  memenuhi  pasar-pasar  Mesir.  Berlalulah  hari  demi hari.  Mesir diperintah oleh seorang raja yang bengis di mana orang-orang Mesir menyembahnya. Raja yang jahat ini melihat Bani Israil semakin banyak dan semakin berkembang serta mengambil posisi-posisi penting. Raja mendengar pembicaraan Bani Israil tentang berita yang samar di mana dalam berita itu dikatakan bahawa salah seorang anak Bani Israil akan menjatuhkan Fir'aun Mesir dari singgahsananya. Barangkali berita itu berasal dari suatu mimpi dari mimpi-mimpi hidup atau mimpi nyata yang mengelilingi hati kelompok minoriti yang  tertindas,  dan  mungkin  itu  merupakan  berita  gembira  yang  tersebut dalam kitab-kitab mereka. Apa pun halnya, berita ini telah sampai di telinga Fir'aun.

Kemudian Fir'aun mengeluarkan perintah yang aneh, yaitu jangan sampai seorang pun dari Bani Israil yang melahirkan anak. Maksud dari perintah ini adalah, hendaklah setiap anak yang lahir dari jenis laki-laki dibunuh. Aturan ini mulai   diterapkan.   Tapi   para   pakar   ekonomi   berkata   kepada   Fir'aun: Orang-orang  tua  dari  Bani  Israil  akan  mati  sesuai  dengan  ajal  mereka, sedangkan anak-anak kecilnya disembelih maka ini akan berakhir pada hancurnya dan binasanya Bani Israil namun Fir'aun akan kehilangan kekayaan dan aset manusia yang dapat bekerja untuknya atau menjadi budak-budaknya dan wanita-wanita tidak dapat lagi dimilikinya. Maka yang terbaik adalah, hendaklah dilakukan suatu proses sebagai berikut: Anak laki-laki disembelih pada tahun yang pertama dan hendaklah mereka dibiarkan pada tahun berikutnya. Fir'aun sependapat dengan fikiran ini kerana itu dianggap lebih menguntungkan dari sisi ekonomi.

Ibu Musa mengandung Harun pada tahun di mana anak-anak kecil tidak dibunuh maka ia melahirkannya secara terang-terangan. Ketika datang tahun yang ditetapkan di dalamnya bahawa anak-anak kecil harus dibunuh, ia melahirkan Musa. Saat melahirkan Musa, sang ibu merasakan ketakutan yang luar biasa. la mencemaskan bahawa jangan-jangan anaknya akan dibunuh. Maka si ibu menyusuinya secara sembunyi- sembunyi. Kemudian datanglah suatu malam yang penuh berkah di mana Allah s.w.t mewahyukan kepadanya:

"Dam Kami ilhamkan kepada ibu Musa: 'Susuilah dia dan apabila khuatir terhadapnya maka jatuh kalah ia ke dalam sungai (Nil). Dan janganlah kamu khuatir dan janganlah (pula) bersedih hati, kerana sesungguhnya Kami akan

mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.'" (QS. al-Qashash: 7)

Mendengar wahyu Allah s.w.t itu dan mendengar panggilan yang penuh kasih sayang dan suci ini, ibu Musa langsung mentaatinya. Ia diperintahkan untuk membuat peti kecil bagi Musa. Setelah menyusuinya, ia meletakkannya di peti itu. Kemudian ia pergi ke tepi sungai Nil dan membuangnya di atas air. Hati sang ibu adalah hati yang paling pengasih di dunia. Hatinya dipenuhi penderitaan saat ia melemparkan anaknya di sungai Nil, tetapi ia menyedari bahawa Allah s.w.t lebih Pengasih terhadap Musa dibandingkan dengan dirinya. Allah s.w.t lebih mencintainya dibandingkan dengan dirinya. Allah s.w.t adalah Tuhannya dan Tuhan sungai Nil.

Belum   lama   peti   itu   menyentuh   sungai   Nil   sehingga   sang   Pencipta mengeluarkan perintah kepada arus sungai agar menjadi tenang dan bersikap lembut terhadap bayi yang dibawanya yang pada suatu hari akan menjadi Nabi. Sebagaimana Allah s.w.t memerintahkan kepada api agar menjadi dingin dan membawa keselamatan bagi Nabi Ibrahim, begitu juga Allah s.w.t memerintahkan kepada sungai Nil agar membawa Musa dengan tenang dan penuh kelembutan sehingga menyerahkannya ke istana Fir'aun. Air sungai nil membawa peti yang mulia ini ke istana Fir'aun. Di sana ombak menyerahkannya kepada tepi pantai kemudian ia mewasiatkan kepada tepi pantai itu. Dan angin berkata kepada rumput yang tidur di sisi peti: Jangan engkau banyak bergerak kerana Musa sedang tidur. Rumput itu pun mentaati perintah angin dan Musa tetap tidur.

Pada  hari  itu,  matahari  menyinari  istana  Fir'aun.  Isteri  Fir'aun  keluar berjalan-jalan di kebun istana sebagaimana biasanya. Kita tidak mengetahui apa gerangan yang menjadikannya berjalan-jalan dan menempuh jarak yang lebih jauh dari yang biasa di tempuhnya.

Isteri Fir'aun berbeza sekali dengan Fir'aun. Fir'aun adalah seorang kafir sementara isterinya adalah seorang yang beriman. Fir'aun adalah seorang yang keras  kepala  sementara  isterinya  adalah  seorang  yang penyayang.  Fir'aun adalah seorang penjahat sementara isterinya adalah seorang yang lembut dan penuh cinta. Di samping itu, isterinya merasakan kesedihan yang dalam kerana ia belum mampu melahirkan anak. Ia merindukan untuk mendapatkan anak. Isteri Fir'aun berhenti di sisi kebun kemudian bau harum yang datang dari pohon itu menyebarkan perasaan sedih akan rasa kesendirian. Pada saat yang sama, wanita-wanita yang membantunya sudah memenuhi tempat-tempat air

yang diambil dari sungai. Tiba-tiba mereka mendapati peti di sisi kaki mereka. Mereka membawa peti itu seperti semula ke isteri Fir'aun. Ia memerintahkan untuk membukanya lalu mereka pun membukanya. Betapa terkejutnya isteri Fir'aun ketika melihat Musa di dalamnya. Maka ia pun merasakan bahawa ia mencintainya seperti anaknya sendiri. Allah s.w.t menaruh dalam hatinya rasa cinta kepada Musa sehingga air matanya berlinang.

Kemudian ia membawa peti mati itu. Isteri Fir'aun membolak-balikkan Musa sambil menangis. Musa terbangun dan ia pun menangis. Musa tampak lapar ia membutuhkan air susu pagi dan tetap menangis. Fir'aun duduk di atas meja makan. Ia menantikan isterinya namun yang ditunggu belum hadir. Fir'aun mulai marah dan mencarinya. Tiba-tiba ia dikejutkan dengan kedatangan isterinya dengan membawa Musa. Isteri Fir'aun tampak sangat menyayanginya. Ia terus menciuminya dan air matanya berlinangan. Fir'aun bertanya, "dari mana datangnya anak kecil ini?" Kemudian mereka menceritakan kepadanya bahawa mereka menemukannya di sebuah peti di tepi sungai. Fir'aun berkata: "Ini adalah salah satu anak Bani Israil. Sesuai dengan peraturan, anak-anak yang lahir tahun ini harus dibunuh." Mendengar keputusan Fir'aun itu, isteri Fir'aun berteriak dan ia mendekap Musa lebih keras:

"Dan berkatalah isteri Fir'aun: '(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia jadi anak.'" 
(QS. al- Qashash: 9)

Fir'aun tampak kehairanan sekali melihat aksi isterinya yang mendekap anak kecil yang mereka temukan di tepi sungai. Fir'aun tampak tercengang kerana isterinya menangis dengan gembira di mana Fir'aun tidak pernah mendapati isterinya  menangis  kerana  gembira  seperti  ini.  Fir'aun  mulai  mengetahui bahawa isterinya menyayangi anak ini seperti anaknya sendiri. Fir'aun berkata dalam dirinya: Barangkali ia ingat bahawa ia tidak mampu melahirkan anak dan menginginkan anak ini. Akhirnya, Fir'aun sepakat atas apa yang dikatakan oleh isterinya. Fir'aun memenuhi keinginannya dan menyetujuinya untuk mendidik anak ini di istananya.

Ketika mendengar persetujuan Fir'aun, tampaklah keceriaan yang luar biasa pada wajah isterinya. Fir'aun belum pernah menyaksikan keceriaan seperti ini. Fir'aun telah menghadirkan berbagai macam hadiah kepadanya, juga perhiasan dan budak tetapi ia belum pernah tersenyum meskipun sekali. Fir'aun menyangka bahawa  isterinya  tidak  mengerti  erti  sebuah  senyuman.  Dan

sekarang, Fir'aun melihat sendiri wajahnya dipenuhi dengan senyum keceriaan. Sementara itu, Musa mulai menangis kerana lapar. Isteri Fir'aun mengetahui bahawa Musa sedang lapar. Ia berkata kepada Fir'aun: "Anakku  yang kecil sedang lapar." Fir'aun berkata: "Datangkanlah kepadanya para  wanita yang menyusui." Kemudian didatangkanlah kepadanya seorang wanita yang menyusui dari istana. Wanita itu mencuba untuk menyusui Musa tetapi apa yang terjadi? Musa menolaknya. Lalu didatangkan wanita yang kedua sampai ketiga dan sampai kesepuluh tetapi Musa tetap menangis dan tidak ingin menyusu kepada seorang pun di antara mereka. Melihat kenyataan itu, isteri Fir'aun menangis kerana tidak tahan melihat penderitaan anak kecil itu. Ia tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya.

Bukan hanya isteri Fir'aun satu-satunya yang merasa sedih dan menangis, ibu Musa adalah wanita lain yang merasa sedih dan menangis. Ketika ia melemparkan Musa ke sungai Nil, ia merasa bahawa ia sedang melemparkan buah hatinya di sungai. Lalu peti yang dilemparkan itu hilang dibawa oleh air sungai dan beritanya pun tersembunyi. Dan ketika datang waktu pagi, ibu Musa merasakan  kesedihan  yang  selalu menghantuinya.  Hampir  saja  ia  pergi  ke istana Fir'aun untuk mendapatkan berita tentang anaknya kalau bukan kerana Allah s.w.t menarah kedamaian dalam hatinya sehingga ia menyerahkan urusan anaknya kepada Allah s.w.t. Alhasil, ia berkata kepada saudara perempuan Musa: "Pergilah dengan tenang ke istana Fir'aun dan berusahalah untuk mendapatkan berita tentang Musa dan hendaklah engkau hati-hati agar jangan sampai mereka mengetahuimu." Kemudian saudara perempuan Musa pergi dengan tenang. Akhirnya, ia mendengarkan kisah tentang Musa secara sempurna.   Ia   melihat   Musa   dari   kejauhan   dan   mendengarkan   suara tangisannya. Ia melihat mereka dalam keadaan kebingungan di mana mereka tidak mengetahui  bagaimana  menyusuinya.  Ia  mendengar  bahawa  Musa menolak setiap wanita yang mencuba menyusuinya.

Saudara  perempuan  Musa  berkata  kepada  para  pengawal  Fir'aun:  "Apakah kalian mahu aku tunjukkan suatu keluarga yang dapat menyusuinya dan dapat mengasuhnya." Isteri Fir'aun menjawab: "Seandainya engkau dapat membawa kepada kami wanita yang dapat menyusuinya dan dapat mengasuhnya nescaya kami akan memberimu hadiah yang besar. Yakni sesuatu yang engkau inginkan akan   kami   penuhi."   Lalu   saudara   perempuan   Musa   itu   kembali   dan menghadirkan ibunya. Si ibu menyusuinya dan Musa pun menyusu dengan tenang. Melihat hal itu, Isteri Fir'aun sangat gembira dan berkata: "Bawalah dia sehingga masa penyusuannya selesai, lalu kembalikanlah dia kepada kami dan kami  akan  memberimu  suatu  balasan yang  besar  atas  penyusuan  dan pendidikan yang engkau berikan."

Demikianlah Allah s.w.t mengembalikan Musa kepada ibunya agar ia merasa gembira dan hatinya menjadi tenang dan tidak bersedih serta agar ia mengetahui bahawa janji Allah s.w.t benar dan bahawa perintah- Nya dan ketentuan-Nya  pasti  terlaksana  meskipun  banyak  rintangan  dan  tantangan. Allah s.w.t berfirman:

"Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahsia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, supaya  ia  termasuk orang-orang yang percaya  (kepada  janji Allah).  Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: 'Ikutilah dia.' Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedang mereka tidak mengetahuinya,    dam    Kami    cegah    Musa    dari   menyusu    kepada perempuan-perempuan yang mahu menyusui(nya) sebelum itu; maka berkatalah saudara Musa: 'Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu ahlu bait yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?'. Maka Kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui bahawa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya." (QS. al-Qashash: 10-13)

Ibu Musa menyempurnakan penyusuan lalu menyerahkannya ke rumah Fir'aun. Saat itu Musa disenangi dan disukai semua orang. Allah s.w.t berfirman:

Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari- Ku;
dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku." (QS.Thaha: 39)

Tiada seorang pun yang melihat Musa kecuali ia akan mencintainya. Musa dididik di istana terbesar di bawah bimbingan  dan  penjagaan  Allah s.w.t. Pendidikan Musa dimulai di rumah Fir'aun di mana di dalamnya terdapat ahli pendidikan dan para pengajar. Mesir saat itu merupakan negara yang besar di dunia dan Fir'aun sebagai raja yang paling kuat. kerana itu, secara sederhana Fir'aun mampu mengumpulkan para pakar pendidikan dan para cendekiawan. Demikianlah  hikmah Allah s.w.t berkehendak agar  Musa  terdidik di bawah pendidikan yang besar dan ditangani pakar-pakar pendidikan yang terlatih. Ironisnya, hal ini terjadi di rumah musuhnya yang pada suatu hari nanti akan hancur di tangannya, sebagai bentuk pelaksanaan dari perintah Allah s.w.t.

Musa tumbuh di rumah Fir'aun. Beliau mempelajari ilmu hisab, ilmu bangunan, ilmu kimia, dan bahasa. Beliau tidur di bawah bimbingan agama. Oleh kerana itu, Musa tidak mendengar omongan kosong yang dikatakan oleh pendidik tentang ketuhanan Fir'aun. Jarang sekali ia mendengar bahawa Fir'aun adalah tuhan.  Beliau pun  menepis  pernyataan  dan  anggapan  ini.  Beliau  tinggal bersama Fir'aun di satu rumah. Beliau mengetahui lebih daripada orang lain bahawa Fir'aun hanya sekadar manusia biasa tetapi ia orang yang lalim. Musa mengetahui bahawa ia bukanlah anak dari Fir'aun. Beliau adalah salah seorang dari Bani Israil. Beliau menyaksikan bagaimana pengawal-pengawal Fir'aun dan para pengikutnya menindas Bani Israil. Akhirnya, Musa tumbuh besar dan mencapai kekuatannya.

Ketika para pengawal lalai darinya, Musa memasuki kota. Musa berjalan- jalan di sekitar kota. Kemudian Musa mendapati seorang lelaki dari pengikut Fir'aun yang sedang berkelahi dengan seseorang dari Bani Israil. Lalu seseorang yang lemah dari kedua orang itu meminta tolong kepadanya. Musa pun turut campur dalam urusan itu. Musa mendorong dengan tangannya seorang lelaki yang berbuat aniaya itu. Ternyata Musa membunuhnya. Saat itu Musa memang terkenal sebagai orang yang kuat sampai pada batas di mana dengan sekali pukul saja untuk melerai musuhnya, ia justru membunuhnya. Tentu Musa tidak sengaja untuk membunuh orang laki-laki itu. Tetapi apa yang terjadi? Lelaki itu tersungkur dan kemudian mati. Musa berkata kepada dirinya: Ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya ia adalah musuh yang menyesatkan dan nyata. Kemudian Musa berdoa kepada Tuhannya dan berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku maka ampunilah aku." Allah s.w.t pun mengampuninya. Dia Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Allah s.w.t berfirman:

"Dan setelah Musa sudah cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan kepadanya hikmah kenabian dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lemah, maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang lagi dari musuhnya (kaum Fir'aun). Maka orang yang dari  golongannya meminta  pertolongan  darinya,  untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa berkata: 'Ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya setan  itu  adalah  musuh  yang  menyesatkan  lagi  nyata  (permusuhannya). Musa  berdoa:  'Ya  Tuhanku,  sesungguhnya  aku  telah  menganiaya  diriku sendiri  kerana itu ampunilah aku.' Maka Allah  mengampuninya, sesungguhnya  Dialah  Yang  Maha  Pengampun  lagi  Maha  Penyayang. Musa

berkata: 'Ya Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, aku sekali-kali tiada akan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa.'" (QS. al-Qashash: 14-17)

Kemudian Nabi Musa menjadi takut di tengah-tengah kota dan merasa terancam. Dalam ayat itu digambarkan bagaimana Nabi Musa merasakan ketakutan di mana ia mengkhuatirkan kejahatan akan datang padanya pada setiap langkahnya, dan ia begitu sensitif melihat gerak-geri di sekitarnya. Nabi Musa saat itu menampakkan kegoncangan jiwa yang dahsyat. Sebenarnya Nabi Musa hanya ingin mempertahankan dirinya saat menolong seseorang dari Bani Israil. Ketika itu Nabi Musa mendorong dengan tangannya dan bertujuan memisahkan orang Mesir dari orang Israil tetapi ia justru membunuhnya.

Dalam undang-undang positif dinyatakan bahawa pembunuhan semacam ini dianggap  sebagai  pembunuhan kerana  keteledoran  atau  kerana  kesalahan bukan kerana faktor kesengajaan sehingga kerananya yang bersangkutan tidak akan mendapatkan suatu hukuman yang berat. Biasanya orang yang melakukan pembunuhan  tanpa  sengaja  akan  mendapatkan  keputusan  yang meringankannya kerana ia membunuh tanpa kesengajaan. Tentu kejadian semacam ini tidak dapat dianggap sebagai pembunuhan dengan sengaja kerana yang bersangkutan tidak ingin mencelakakan orang lain. Nabi Musa tidak memukul orang itu. Yang ia lakukan hanya mendorongnya. Atau dengan kata lain, Nabi Musa hanya sekadar menyingkirkan orang tersebut. Kita akan mengetahui  bahawa  Nabi  Musa  adalah  cermin  lain  dari  Nabi  Ibrahim. Kedua-duanya dari kalangan ulul azmi, tetapi  Nabi  Ibrahim  adalah  cermin kesabaran dan kelembutan sementara Nabi Musa adalah cermin dari kekuatan dan keperkasaan.

Musa menjadi takut dan terancam di tengah-tengah kota. Beliau berjanji di kemudian hari bahawa beliau tidak akan lagi menjadi sahabat orang- orang yang berbuat jahat. Beliau tidak akan lagi terlibat dalam pertengkaran dan permusuhan antara sesama penjahat. Di tengah-tengah perjalanannya, Musa dikejutkan ketika melihat orang yang ditolongnya kelmarin saat ini lagi-lagi memanggilnya dan minta tolong padanya. Lagi- lagi orang itu terlibat permusuhan dan pertengkaran dengan seorang Mesir. Musa mengetahui bahawa orang Israil ini berbuat aniaya. Musa mengetahui bahawa ia termasuk salah seorang preman di situ. Akhirnya, Musa berteriak di depan wajah orang Israil itu sambil berkata: "Sungguh ternyata engkau adalah orang yang jahat."

Musa mengatakan demikian sambil mendorong keduanya dan ia melerai pertengkaran itu. Orang Israil itu mengira bahawa Musa akan mencelakakannya maka ia diliputi rasa takut. Sambil meminta kasih sayang kepada Musa, ia berkata: "Wahai Musa apakah engkau akan membunuhku sebagaimana engkau membunuh orang yang kelmarin. Apakah engkau ingin menjadi seorang penguasa  di  muka bumi  dan  tidak ingin menjadi  orang  yang  memperbaiki bumi."  Ketika  mendengar  orang  Israil  yang  mengatakan  demikian, Musa berhenti dan amarahnya mereda. Musa mengingat apa yang dilakukannya kelmarin dan bagaimana ia meminta ampun dan bertaubat serta berjanji untuk tidak menjadi pembantu orang-orang yang berbuat jahat. Musa kemudian kembali dan meminta ampun kepada Tuhannya.

Orang Mesir yang berkelahi dengan orang Israil itu mengetahui bahawa Musa adalah pembunuh orang Mesir yang mayatnya mereka temukan kelmarin. Petugas keamanan Mesir tidak berhasil menyingkap kasus pembunuhan itu. Akhirnya, rahsia Musa tersingkap lalu seorang lelaki Mesir yang beriman datang dari penjuru kota. Ia membisikkan kepada Musa bahawa ada suatu rencana untuk membunuhnya. Ia menasihati Musa agar meninggalkan Mesir secepatnya.

Allah s.w.t berfirman:

"kerana itu, jadilah Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu dengan khuatir (akibat perbuatannya), maka tiba-tiba orang yang meminta pertolongan kelmarin berteriak meminta pertolongan kepadanya. Musa berkata  kepadanya: 'Sesungguhnya kamu benar-  benar  orang  yang  sesat yang nyata (kesesatannya). Maka tat-kala Musa memegang dengan keras orang yang menjadi musuh keduanya, musuhnya berkata: 'Hai Musa apakah kamu bermaksud untuk membunuhku, sebagaimana kamu kelmarin telah membunuh seorang manusia? Kamu tidak bermaksud melainkan hendak menjadi orang yang berbuat sewenang-wenang di negeri (ini), dan tiadalah kamu hendak menjadi  salah seorang dari orang-orang  yang  mengadakan perdamaian.' Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota tergesa- gesa seraya  berkata:  'Hai  Musa, sesungguhnya  pembesar  sedang  berunding tentang kamu. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasihat kepadamu.'" (QS. al-Qashash: 18-20)

Allah menyembunyikan kepada kita nama laki-laki yang datang mengingatkan Musa itu. Tetapi menurut hemat kami, ia adalah seorang lelaki Mesir yang tentu memiliki jabatan penting. Sesuai dengan ayat tersebut, ia mengetahui adanya  persengkongkolan  untuk  menyingkirkan  Musa  dari  kedudukan  yang

tinggi. Seandainya ia orang yang biasa-biasa saja maka orang itu tidak mengenalnya. Orang itu mengetahui bahawa Musa tidak berhak untuk mendapatkan hukum bunuh atas dosanya. Musa membunuh kerana faktor kesalahan, bukan kerana faktor kesengajaan. Kesalahan semacam itu menurut undang-undang Mesir yang dahulu dihukum dengan penjara. Lalu, mengapa timbul keinginan untuk membunuh Musa? Kalau kita memperhatikan nasihat orang Mesir itu terhadap Musa maka kita akan menemukan jawapannya. Yaitu perkataannya: "Para pembesar merencanakan persekongkolan untuk menyingkirkanmu."

Al-Mala' adalah para penguasa atau para pembesar yang bertanggungjawab pada  keamanan.  Mereka menyiapkan  persekongkolan  untuk  menyingkirkan Musa. Apa yang dilakukan oleh Musa - kalau memang dianggap sebagai suatu kesalahan - adalah kejahatan biasa yang hanya dituntut dengan hukuman penjara. Lalu siapakah yang membuat rencana yang demikian, dan siapakah yang mendorong untuk melakukan persekongkolan untuk membunuhnya? Kami kira bahawa kepala keamanan Mesir tidak menyukai Musa. Ia mengetahui bahawa Musa adalah anggota Bani Israil. Ia mengetahui bahawa sampainya peti di istana Fir'aun merupakan suatu rekayasa yang dirancang oleh musuh- musuhnya yang menginginkan kedudukannya. Ini bererti kerana keteledorannya dan ketelodaran anak-anak buahnya. Berapa kali orang itu menasihati dan menganjurkan agar Musa dibunuh tetapi Fir'aun justru menampik fikiran itu. Dan ketika datang saat yang ditentukan untuk membunuh Musa, Fir'aun justru tunduk terhadap Isterinya yang sangat mencintai Musa.

Akhirnya, kesempatan emas ada di depannya. Para pembantunya mengatakan kepadanya bahawa Musalah yang membunuh orang Mesir yang mereka temukan jasadnya kelmarin. Selesailah urusan ini. Kemudian datanglah perintah dan kesempatan untuk membunuh Musa. Orang-orang yang membenci Musa mulai mendapatkan angin kegembiraan di mana mereka akan melihat Musa terbunuh, tetapi Allah s.w.t mengirim seorang Mesir yang baik untuk mengingatkan Musa agar berlari dari kejaran orang-orang yang lalim.

Allah s.w.t berfirman:

"Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu- nunggu dengan   khuatir,   dia   berdoa:   'Ya   Tuhanku,   selamatkanlah   aku   dari orang-orang yang lalim itu.'" (QS. al-Qashash: 21)

Musa meninggalkan kota dan menjadi orang yang terusir. Musa segera keluar dalam keadaan takut dan sambil waspada Musa selalu berdoa dalam hatinya: "Ya  Tuhanku,  selamatkanlah  aku  dari  orang-orang yang  lalim."  Kaum  itu memang benar-benar orang-orang yang lalim. Mereka ingin menerapkan hukuman bagi pembunuh dengan sengaja atas Musa, padahal Musa tidak melakukan selain berusaha memisahkan orang yang berkelahi tetapi dengan tidak sengaja ia membunuhnya. Musa segera keluar dari Mesir. Beliau tidak lagi pergi ke istana Fir'aun dan tidak mengganti pakaiannya, dan beliau tidak membawa makanan untuk perjalanan. Beliau tidak membawa binatang tunggangan yang dapat menghantarkannya. Beliau tidak pergi bersama suatu kafilah. Beliau langsung pergi ketika mendapatkan khabar dari seorang mukmin yang mengingatkannya dari ancaman Fir'aun.

Musa melalui jalan yang tidak lazim dilalui orang biasa. Musa memasuki gurun dan ia menuju ke suatu tempat yang di situ Allah s.w.t membimbingnya. Ini adalah pertama kalinya beliau keluar dan mengharungi gurun pasir sendirian. Kemudian  sampailah  Musa  di  suatu  tempat  yang  bernama  Madyan.  Musa istirahat  dan duduk-duduk  di  dekat  sumur  yang  besar  di  mana  di  situ orang-orang mengambil air untuk memberi minum kepada binatang-binatang tunggangan mereka dan binatang-binatang gembalaan mereka. Musa tidak membawa makanan selain daun-daun pohon. Musa minum dari sumur-sumur yang ditemukannya di tengah jalan. Sepanjang perjalanan Musa merasakan ketakutan; jangan-jangan Fir'aun mengirim orang untuk menangkapnya. Ketika Musa sampai di kota Madyan Musa berbaring di sisi pohon dan istirahat. Musa merasa  lapar  dan  keletihan.  Sandal  yang  dipakainya  tampak  mulai  rosak. Beliau tidak mempunyai wang yang cukup untuk membeli sandal baru, dan beliau juga tidak mempunyai wang yang cukup untuk membeli makanan dan minuman.

Nabi Musa memperhatikan kumpulan pengembala yang sedang mengambil air untuk kambing-kambing mereka. Musa ingat bahawa ia sedang lapar dan haus. Ia  berkata  dalam  dirinya:  Aku  tidak  dapat memenuhi  perutku  dengan  air selama aku tidak memiliki wang yang cukup untuk membeli makanan. Musa berjalan menuju tempat air. Sebelum sampai, ia mendapati dua orang perempuan yang sedang menyendirikan kambing-kambingnya agar jangan sampai tercampur dengan kambing orang lain. Melalui ilham, Musa merasa bahawa kedua wanita itu membutuhkan pertolongan. Musa lupa terhadap rasa hausnya, lalu beliau menuju ke arah mereka dan bertanya, apakah ia dapat membantu  mereka?  Lalu  seorang  gadis  yang  paling  tua berkata:  "Kami menunggu sampai selesainya para gembala itu mengambil air untuk binatang gembalaan mereka."  Musa  bertanya:  "Mengapa  kalian  tidak  mengambil  air

sekarang?"  Gadis  yang  paling  kecil  berkata:  "Kami  tidak  mampu  untuk berdesak-desakan dengan kaum lelaki." Nabi Musa kehairanan kerana mengetahui kedua gadis itu menggembala kambing. Seharusnya yang mengembala kambing adalah kaum lelaki. Ini adalah tugas yang berat dan sangat melelahkan. Musa bertanya: "Mengapa kalian menggembala kambing?" Masih kata gadis yang paling kecil: "Orang tua kami sudah tua di mana kesehatannya tidak dapat membantunya untuk keluar dari rumah dan menggembala kambing setiap hari." Musa berkata: "Kalau begitu, aku akan membantu kalian untuk mengambil air tersebut."

Musa berjalan menuju tempat air. Musa mengetahui bahawa para penggembala meletakkan  di  atas  bibir 
air  suatu  batu  besar  yang  tidak  bisa  digerakkan kecuali oleh sepuluh orang. Musa merangkul dan mengangkatnya dari bibir sumur. Otot-otot Musa tampak menonjol saat memindahkan batu itu. Musa adalah seorang lelaki yang kuat. Akhirnya, Musa berhasil mengambilkan air bagi remaja puteri itu, dan kemudian ia mengembalikan batu itu ke tempatnya. Musa  kembali  duduk  di  bawah  naungan  pohon.  Saat  itu  Musa lupa  untuk minum. Perut Musa menempel ke punggungnya kerana saking laparnya. Musa mengingat Allah s.w.t dan memanggil-Nya dalam hatinya:

"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang
Engkau turunkan kepadaku." (QS. al-Qashash: 24)

"Dan  tatkala  ia  menghadap  ke  jurusan  negeri  Madyan  ia  berdoa  (lagi):
'Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar.' Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menambat (ternaknya) Musa berkata: 'Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?' Kedua wanita itu menjawab: 'Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.' Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.'" (QS. al-Qashash: 22-24)

Marilah  kita  tinggalkan  sejenak  Nabi  Musa  yang  sedang  duduk  di  bawah naungan pohon untuk kemudian kita melihat apa yang terjadi pada kedua gadis itu. Kedua gadis itu kembali ke rumah ayahnya. Si ayah bertanya: "Hari ini

kalian  kembali  lebih cepat  dari  biasanya?" Gadis  yang  paling  tua  berkata: "Sungguh hari ini kami sangat beruntung. Wahai ayah, kami bertemu dengan seorang lelaki yang mulia yang mengambilkan air bagi haiwan kami sebelum orang-orang lain mengambilnya." Si ayah berkata: "Alhamdulillah." Gadis yang paling kecil berkata: "Saya kira wahai ayahku dia datang dari tempat yang jauh dan tampak ia sedang lapar. Saya melihat dia dalam keadaan kecapaian meskipun ia seorang lelaki yang kuat."

Si ayah berkata kepada anak perempuannya: Pergilah engkau padanya dan katakan, sesungguhnya ayahku memanggilmu untuk memberimu upah atas jasamu mengambilkan air untukku. Kemudian anak perempuan itu pergi menemui Musa dalam keadaan hatinya berdebar-debar. Perempuan itu berdiri di  depan  Musa  dan menyampaikan  surat  dari  ayahnya.  Musa  bangkit  dari tempat duduknya dan pandangannya tertuju ke bawah. Musa tidak bermaksud mengambilkan air untuk mereka dengan tujuan mengharapkan upah dari mereka.  Beliau membantu mereka hanya semata-mata  kerana  Allah  s.w.t. Beliau merasakan dalam dirinya bahawa Allah  s.w.t-lah yang mengarahkan beliau untuk membantu mereka.

Gadis itu berjalan di depan Musa kemudian bertiuplah angin dan menyentuh pakaiannya sehingga Musa menundukkan pandangan matanya kerana merasa malu. Musa berkata kepadanya: "Saya akan berjalan di depanmu dan tunjukkanlah jalan kepadaku." Mereka pun sampai di kediaman si ayah. Sebahagian ahli tafsir mengatakan bahawa si ayah ini adalah Nabi Syu'aib. Beliau memperoleh usia yang panjang setelah kematian kaumnya. Ada juga yang mengatakan bahawa si ayah adalah putera dari saudara Syu'aib. Ada yang mengatakan bahawa ia adalah anak dari pamannya, dan ada juga yang mengatakan  bahawa  ia  adalah seorang  lelaki  mukmin  dari  kaumnya.  Yang jelas, ia adalah seorang tua yang soleh. Orang tua itu menghidangkan kepada Nabi Musa makanan siang dan bertanya kepadanya dari mana ia datang dan kemudian ke mana ia akan pergi.

Musa mengungkapkan ceritanya. Orang tua itu berkata kepadanya, jangan khuatir dan jangan takut. Engkau akan selamat dari orang-orang yang lalim. Negeri ini tidak tunduk pada Mesir dan mereka tidak akan sampai di sini. Mendengar ucapan itu, Musa menjadi tenang dan bangkit untuk pergi. Salah seorang anak perempuan itu berkata kepada ayahnya dengan berbisik: "Wahai ayahku,  berilah  dia  upah."  Sesungguhnya  engkau akan  memberikan  upah kepada seorang yang kuat dan jujur. Si ayah bertanya kepadanya: "Bagaimana engkau  mengetahui  dia  seorang  lelaki  yang  kuat?"  Anak  perempuannya
menjawab: "Saya lihat sendiri ia mengangkat batu yang tidak mampu diangkat oleh sepuluh orang lelaki." Si ayah bertanya lagi: "Bagaimana engkau mengetahui bahawa dia seseorang yang jujur." Perempuan itu menjawab: "Ia menolak untuk berjalan di belakangku dan ia berjalan di depanku sehingga ia tidak melihatku saat aku berjalan, dan selama perjalanan saat aku berbincang- bincang padanya, dia selalu menundukkan matanya ke tanah sebagai rasa malu dan adab yang baik darinya."

Kemudian orang tua itu memandangi Musa dan berkata padanya: "Wahai Musa, aku ingin menikahkanmu dengan salah satu puteriku. Dengan syarat, hendaklah engkau bekerja menggembala kambing bersamaku selama delapan tahun. Seandainya   engkau   menyempurnakan   sepuluh   tahun   maka   itu   adalah kemurahan darimu. Aku tidak ingin menyusahkanmu. Sungguh insya-Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang saleh." Musa berkata: "Ini adalah kesepakatan antar aku dan engkau dan Allah s.w.t sebagai saksi atas kesepakatan kita, baik aku melaksanakan pekerjaan selama delapan tahun mahupun sepuluh tahun. Setelah itu, aku bebas untuk pergi ke mana saja."

Allah s.w.t berfirman:

"Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: 'Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberi balasan terhadap (kebaikan) mu memberi minum (ternak) kami.' Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu'aib) dan menceritakan   kepadanya   cerita   (mengenai   dirinya),   Syu'aib   berkata:
'Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang lalim itu.' Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: 'Wahai bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), kerana sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi   dapat   dipercayai.   Berkatalah   dia   (Syu'aib):   'Sesungguhnya   aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahawa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya-Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.' Dia (Musa) berkata: 'Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang aku ucapkan.'" (QS. al-Qashash: 25-28)

Ketika sampai pada kisah ini, banyak pena bertebaran untuk mendapatkan
jawapan  dari  pertanyaan-pertanyaan yang mencuba  menerobos kesamaran. Mereka bertanya tentang anak perempuan yang menikahi Musa: apakah anak perempuan yang paling besar ataukah anak perempuan yang paling kecil, dan Musa memilih masa bekerja delapan tahun atau sepuluh tahun. Bahkan mereka menyampaikan berbagai macam riwayat dan kisah yang mereka yakini kebenarannya. Kami sendiri meyakini bahawa Musa menikah dengan salah satu anak perempuan dari orang tua itu tetapi kita tidak mengetahui siapa dia dan siapa  namanya. Kami  meyakini bahawa beliau  menikah  dengan  gadis yang memanggilnya untuk menemui ayahnya. Kemudian gadis itulah yang menganjurkan ayahnya agar memberikan upah padanya.

Al-Quran  al-Karim  melalui  konteks  ayatnya  menyingkap  bentuk  kekaguman yang tersembunyi di balik gadis itu terhadap Musa. Barangkali orang tuanya mengetahui bahawa anak perempuannya menaruh rasa cinta kepada Musa, dan boleh jadi ketika berbicara tentang pernikahan kepada Musa, ia menyerahkan sepenuhnya kebebasan Musa untuk memilih. Mungkin Musa memilih sendiri gadis  mana  yang  diminatinya.  Tetapi,  siapa  gadis  yang  dipilih  oleh  Musa: apakah gadis yang paling tua atau gadis yang paling kecil? Yang jelas Al-Quran tidak menyebutkan hal tersebut, meskipun ia hanya memberikan isyarat kepadanya dalam firman-Nya:

"Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan. " (QS. al-Qashash: 25)

Begitu juga Al-Quran al-Karim tidak menyebutkan waktu yang dihabiskan oleh Musa saat ia bekerja: apakah sepuluh tahun atau beliau merasa cukup dengan delapan tahun. Kami sendiri meyakini sesuai dengan kebiasaan Musa dan kemurahannya serta kenabiannya serta kedudukannya sebagai salah satu nabi ulul azmi bahawa beliau memilih masa yang paling lama, yaitu sepuluh tahun. Pendapat itu juga didukung oleh hadis Ibnu Abas.

Demikianlah Nabi Musa mengabdi kepada orang tua itu selama sepuluh tahun penuh. Pekerjaan Nabi Musa terbatas pada keluar dari rumah di waktu pagi untuk menggembala kambing. Kami kira bahawa sepuluh tahun masa yang dihabiskan oleh Nabi Musa di Madyan merupakan suatu ketentuan yang dirancang  oleh Allah  s.w.t.  Musa  berdasarkan  agama  Yakub.  Kakek  beliau adalah Yakub dan Yakub sendiri adalah cucu dari Ibrahim. Dengan demikian, Musa adalah cucu dari Ibrahim dan setiap nabi yang datang setelah Ibrahim berasal dari sulbinya. Maka dari sini kita memahami bahawa Musa berada di atas agama ayah-ayahnya dan datuk- datuknya.
Nabi Musa berdasarkan Islam dan agama tauhid. Nabi Musa menghabiskan masa sepuluh tahun itu dalam keadaan jauh dari kaumnya dan keluarganya. Masa sepuluh tahun ini adalah masa yang paling penting dalam kehidupannya. Ia merupakan masa persiapan yang besar. Pada setiap malam Musa merenungkan bintang-bintang. Musa mengikuti terbitnya matahari dan tenggelamnya. Pada setiap siang Musa memikirkan tumbuh-tumbuhan: bagaimana ia membelah tanah dan mekar. Musa memperhatikan air: bagaimana ia menghidupkan bumi setelah bumi itu mati, lalu bumi itu menjadi tempat yang indah dan subur. Musa memperhatikan alam yang luas dan ia tampak tercengang dan kagum dengan ciptaan Allah s.w.t.

Sebenarnya    pemikiran-pemikiran    dan    perenungan-perenungan    tersebut jauh-jauh hari sudah tersembunyi di dalam dirinya dan menetap di dalam jiwanya. Bukankah Musa telah terdidik di istana Fir'aun. Ini bererti bahawa beliau menjadi seorang Mesir yang mempunyai wawasan yang luas; orang Mesir yang menunjukkan kekuatan fizikalnya; orang Mesir dengan segala makanannya dan minumannya. Jadi, segala hal yang ada pada Musa berbau Mesir. Musa siap-siap untuk menerima wahyu Ilahi dari bentuk yang baru. Yaitu wahyu Ilahi yang langsung datang tanpa perantara seorang malaikat di mana Allah s.w.t akan berbicara dengannya tanpa perantara.

Oleh kerana itu, sebelum datangnya wahyu itu perlu adanya persiapan mental dan moral, sedangkan persiapan fizik telah selesai dilaluinya di Mesir. Musa tumbuh di istana yang paling besar yang dimiliki penguasa di bumi dan di suatu pemerintahan yang paling kaya di bumi. Musa menjadi seorang pemuda yang kuat di mana hanya sekadar memisahkan seseorang yang berkelahi, ia justru membunuhnya. Setelah persiapan fizik yang sangat kuat, kini Musa harus melewati persiapan mental yang seimbang. Yaitu persiapan yang dilakukan melalui pengasingan yang sempurna di mana beliau hidup di tengah-tengah gurun dan tempat penggembalaan yang beliau belum pernah menginjakkan kakinya di sana. Beliau hidup di tengah-tengah orang asing yang belum pernah beliau lihat sebelumnya.

Sering kali Musa mendapatkan kesunyian dan keheningan di balik pengasingan itu. Allah s.w.t mempersiapkan hal tersebut kepada nabi- Nya agar setelah itu beliau mampu memegang amanat yang besar dari Allah s.w.t. Datanglah suatu hari atas Musa. Selesailah masa yang ditentukan. Kemudian Musa merasakan kerinduan untuk kembali ke Mesir. Dengan berlalunya waktu, hukuman yang harus dijalaninya dengan sendirinya gugur. Musa mengetahui hal itu, tetapi
beliau juga mengetahui bahawa undang-undang di Mesir sebenarnya terletak pada kekuatan penguasa; jika penguasa berkehendak maka Musa dapat menerima hukuman dan jika tidak berkehendak maka dia akan memaafkannya, meskipun yang bersangkutan berhak mendapatkan hukuman. Alhasil, Musa menyedari hal itu, Musa tidak sepenuhnya yakin ia akan selamat ketika beliau menginjakkan kakinya di Mesir seperti keyakinannya bahawa beliau selamat di tempatnya sekarang. Meskipun demikian, rasa rindunya untuk melakukan perjalanan kembali ke tempatnya mendorong Musa segera menuju ke Mesir. Musa tepat mengambil keputusan.

Musa berkata kepada Isterinya: "Besok kita akan memulai perjalanan ke Mesir." Isterinya berkata dalam dirinya: "Di dalam perjalanan terdapat seribu macam bahaya tetapi ketenangan tetap menghiasai wajah Musa." Isteri Musa tetap taat kepada Musa. Nabi Musa sendiri tidak mengetahui rahsia tentang keputusannya yang cepat untuk kembali ke Mesir setelah sepuluh tahun beliau pergi melarikan diri, lalu mengapa sekarang ia kembali ke sana? Apakah beliau rindu   kepada   ibunya   dan   saudaranya?   Apakah beliau   berfikir   untuk mengunjungi Isteri Fir'aun yang telah mendidiknya layaknya ibunya dan sangat mencintainya layaknya ibunya sendiri? Tidak ada seorang pun yang mengetahui apa yang terlintas dalam diri Musa saat beliau berkeinginan untuk kembali ke Mesir. Hanya saja, yang kita ketahui bahawa Nabi Musa terbimbing dengan ketetapan- ketetapan Ilahi sehingga beliau tidak melangkahkan kakinya kecuali berdasarkan ketetapan tersebut.

Musa keluar bersama keluarganya dan melakukan perjalanan. Bulan bersembunyi di balik gumpalan awan yang tebal, dan kegelapan rnenyelimuti sana-sini. Sementara itu, petir menyambar sangat keras dan langit menurunkan hujan. Cuaca tampak tidak bersahabat. Di tengah- tengah perjalanannya, Musa tersesat. Musa mendapatkan dua potongan batu kemudian beliau memukulkan kedua-nya dan menggesek-gesekan keduanya agar mendapatkan api darinya sehingga beliau dapat berjalan. Tetapi sayang, beliau tidak mampu melakukan hal itu. Angin yang bertiup kencang memadamkan api kecil itu.

Nabi Musa berdiri dalam keadaaan bingung dan tubuhnya tampak menggigil di tengah-tengah keluarganya. Kemudian Nabi Musa mengangkat kepalanya dan menyaksikan sesuatu dari jauh. Sesuatu yang beliau saksikan adalah api yang sangat besar yang menyala-nyala dari kejauhan. Maka hati Musa dipenuhi dengan rasa gembira. Ia berkata kepada keluarganya:  "Aku melihat api di sana." Lalu beliau memerintahkan kepada mereka untuk tinggal di tempatnya
sehingga beliau pergi ke api itu. Barangkali di sana beliau mendapatkan suatu berita atau akan menemukan seseorang yang dapat memberinya petunjuk sehingga beliau tidak tersesat, atau beliau dapat membawa sebahagian api yang menyala sehingga tubuh mereka menjadi hangat.

Keluarganya melihat api yang diisyaratkan oleh Musa tetapi sebenarnya mereka tidak melihat sesuatu pun. Mereka tetap mentaatinya dan duduk sambil menunggu  kedatangan  Musa.  Musa  bergerak  menuju  ke tempat  api.  Musa segera berjalan untuk menghangatkan tubuhnya, sementara tangan kanannya memegang tongkatnya dan tubuhnya tampak basah kuyup kerana hujan. Nabi Musa tetap berjalan sampai ia mencapai suatu lembah yang bernama Thua'. Beliau menyaksikan sesuatu yang unik di lembah ini. Di lembah itu tidak ada rasa dingin dan tidak ada angin yang bertiup. Yang ada hanya keheningan. Nabi Musa mendekati api. Belum lama beliau mendekatinya sehingga beliau mendengar suara panggilan:

"Maka  tatkala  dia  tiba  di  (tempat)  api  itu,  diserulah  dia:  'bahawa  telah diberkati orang-orang yang berada di dekat api itu, dan orang-orang yang berada  di  sekitarnya.  Dan  Maha  Suci  Allah,  Tuhan semesta  alam."  (QS. an-Naml: 8)

Tiba-tiba Nabi Musa berhenti dan badannya menggigil. Suara itu tampak terdengar dan datang dari segala tempat dan tidak berasal dari tempat tertentu. Musa melihat api dan beliau kembali merasa menggigil. Beliau mendapati suatu pohon hijau dari duri dan setiap kali pohon itu terbakar dan berkobar api darinya maka pohon itu justru semakin hijau. Seharusnya pohon itu berubah warnanya menjadi hitam saat terbakar, tetapi anehnya api justru meningkatkan   warna   hijaunya.   Musa   tetap   menggigil   meskipun   beliau merasakan kehangatan dan tampak mulai berkeringat.

Lembah yang di situ Musa berdiri adalah lembah Thua'. Musa meletakkan kedua tangannya di atas kedua matanya kerana saking dahsyatnya cahaya. Beliau melakukan yang demikian itu sebagai usaha untuk melindungi kedua matanya. Kemudian Musa bertanya dalam dirinya: Ini cahaya atau api? Tiba-tiba beliau tersungkur ke tanah sebagai wujud rasa takut, lalu Allah s.w.t memanggil:

"Wahai Musa." (QS. Thaha: 11)
Musa mengangkat kepalanya dan berkata: "Ya." Allah berkata:

"Sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu." (QS. Thaha: 12)

Musa semakin menggigil dan berkata: "Benar wahai Tuhanku."

Allah s.w.t berkata: "Maka lepaskanlah kedua sandalmu sesungguhnya engkau berada di lembah yang suci yang bernama Thua'." Musa tertunduk dan rukuk sementara tubuhnya tampak gementar dan beliau mulai melepas sandalnya Allah s.w.t berkata:

Maka tinggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa'. " 
(QS. Thaha: 12)

Musa rukuk dan melepas kedua sandalnya. Kemudian Allah s.w.t kembali berkata:

"Dan   Aku   telah   memilih   kamu,   maka  dengarkanlah   apa   yang   akan diwahyukan  (kepadamu). Sesungguhnya  Aku  ini  adalah  Allah,  tidak  ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku. Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang. Aku merahsiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang diusahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu binasa." (QS. Thaha: 13-16)

Musa semakin gementar saat beliau menerima wahyu Ilahi dan saat berdialog dengan Allah s.w.t. Allah s.w.t yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang berkata:

"Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musa?" (QS. Thaha: 17)

Bertambahlah kehairanan Nabi Musa. Allah s.w.t adalah Zat yang mengajaknya berbicara dan tentu Dia lebih mengetahui daripada Musa tentang apa yang dipegangnya, lalu mengapa Allah s.w.t bertanya kepadanya jika memang Dia lebih mengetahui darinya. Tak ragu lagi bahawa di sana ada hikmah yang
tinggi. Musa menjawab pertanyaan itu dengan suaranya yang tampak mengigil:

"Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya." (QS. Thaha: 18)

Allah berfirman:

"Lemparkanlah ia, hai Musa!" (QS. Thaha: 19)

Musa melemparkan tongkatnya dari tangannya dan rasa hairannya semakin menjadi-jadi. Tiba-tiba Musa dikejutkan ketika melihat tongkat itu menjadi ular yang besar. Ular itu bergerak dengan cepat. Musa tidak mampu lagi menahan rasa takutnya. Musa merasa tubuhnya bergetar kerana rasa takut. Musa membalikkan tubuhnya kerana takut dan ia mulai lari. Belum lama ia lari, belum sampai dua langkah, Allah s.w.t memanggilnya:

"Hai  Musa, janganlah kamu takut,  sesungguhnya  orang yang menjadikan rasul, tidak takut di hadapanku. " (QS. an-Naml: 10)

"Hai Musa datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman. " (QS. al- Qashash: 31)

Musa kembali memutar badannya dan berdiri. Tongkat itu tampak bergerak dan ular itu pun tetap bergerak. Allah s.w.t berkata kepada Musa:

"Peganglah ia dan janganlah takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula. " 
(QS. Thaha: 21)

Musa  menghulurkan tangannya ke ular itu dalam  keadaan  menggigil.  Musa belum sempat menyentuhnya sehingga ular itu menjadi tongkat. Demikianlah perintah   Allah   s.w.t   terjadi   dengan   cepat.   Kemudian   Allah   s.w.t memerintahkan kepadanya:

"Masukanlah tanganmu ke leher bajumu, nescaya ia keluar putih tidak bercacat
bukan kerana penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada)mu bila ketakutan. " (QS. al-Qashash: 32)

Musa  meletakkan  tangannya  di  kantongnya  lalu  ia  mengeluarkannya  dan tiba-tiba tangan itu bersinar bagaikan bulan. Kembali rasa kagum Musa bertambah. Lalu ia meletakkan tangannya di dadanya sebagaimana diperintahkan Allah s.w.t padanya sehingga rasa takutnya benar-benar hilang.

Musa merasa tenang dan terdiam. Kemudian Allah s.w.t memerintahkan kepadanya - setelah beliau melihat kedua mukjizat ini, yaitu mukjizat tangan dan mukjizat tongkat - untuk pergi menemui Fir'aun dan berdakwah kepadanya dengan penuh kelembutan dan kasih sayang dan Allah s.w.t memerintahkan kepadanya untuk mengeluarkan Bani Israil dari Mesir. Musa menampakkan rasa takutnya kepada Fir'aun. Musa berkata bahawa ia telah membunuh seseorang di antara mereka dan beliau khuatir mereka akan membunuhnya dan membalasnya. Musa meminta kepada Allah s.w.t dan memohon kepada-Nya agar mengirim saudaranya Harun bersamanya. Allah s.w.t menenangkan Musa dengan mengatakan bahawa Dia akan selalu bersama mereka berdua. Dia mendengar  dan  menyaksikan  gerak-geri  dan  perbuatan  mereka.  Meskipun Fir'aun terkenal dengan kejahatannya dan kekuatannya, namun kali ini Fir'aun tidak akan mampu mengganggu atau menyakiti mereka. Allah s.w.t memberitahu Musa bahawa Dia-lah yang akan menang. Musa berdoa dan memohon kepada Allah s.w.t agar melapangkan hatinya dan memudahkan urusannya serta memberinya kekuatan dalam berdakwah di jalan-Nya.



Allah s.w.t berfirman:

"Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa ? Ketika ia melihat api, lalu berkatalah ia kepada keluarganya: 'Tinggallah kamu (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit darinya kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu. Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: Hai Musa, sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu. Maka tinggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa'. Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku. Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang. Aku merahsiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang diusahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu kamu dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh
orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu binasa. Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musa, 'Ini adalah tongkatku, aku   bertelehan   padanya,   dan   aku   pukul   (daun)   dengannya   untuk kambingmu, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya.' Allah berfirman: Lemparkanlah ia, hai Musa!' Lalu dilemparkanlah tongkat itu, maka  tiba-tiba  ia  menjadi  seekor  ular  yang merayap  dengan  cepat. Peganglah ia dan janganlah takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula, dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, nescaya ia ke luar  menjadi  putih  cemerlang tanpa  cacat,  sebagai  mukjizat  yang  lain (pula), untuk Kami perlihatkan kepadamu sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang besar. Pergilah kepada Fir'aun; sesungguhnya ia telah melampaui  batas. Berkata  Musa:  'Ya  Tuhanku,  lapangkanlah  untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidah, supaya mereka mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya   Engkau   adalah   Maha   Melihat   (keadaan)   kami.'   Allah berfirman: 'Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa.' Dan sesungguhnya Kami telah memberi nikmat kepadamu pada kali yang lain, yaitu ketika Kami mengilhamkan kepada ibumu suatu yang diilhamkan, yaitu: Letakkanlah ia (Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Fir'aun) musuh-Ku dan musuhnya.' Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku. (Yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga Fir'aun): 'Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?' Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita. Dan kamu pernah membunuh seorang manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah mencubamu dengan beberapa cubaan; maka kamu tinggal beberapa  tahun  di antara  penduduk  Madyan,  kemudian  kamu  datang menurut waktu yang ditetapkan hai Musa, dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku. " (QS. Thaha: 9-41)

Kita tidak mengetahui apa yang kita akan katakan dan apa yang kita komentar berkaitan dengan firman Allah s.w.t kepada salah seorang hamba-Nya: "Dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku." Allah s.w.t telah memilih Musa. Itu adalah salah satu puncak kemuliaaan di mana tidak ada seseorang pun di zaman itu yang mampu mencapainya selain Musa. Nabi Musa kembali untuk menemui keluarganya setelah Allah s.w.t memilihnya sebagai Rasul atau utusan untuk
berdakwah  ke  Fir'aun.  Akhirnya,  Nabi  Musa  beserta  keluarganya  berjalan menuju ke Mesir. Hanya Allah s.w.t yang mengetahui fikiran-fikiran apa yang terlintas di dalam diri Musa saat beliau mengayunkan langkahnya menuju ke Mesir.

Selesailah masa-masa perenungan dan dimulailah hari-hari kedamaian dan kebahagiaan, dan akhirnya datanglah hari-hari yang sulit. Demikianlah Nabi Musa memikul amanat kebenaran dan pergi untuk menyampaikannya kepada salah satu penguasa yang paling bengis dan paling kejam dan paling jahat di zamannya. Nabi Musa mengetahui bahawa Fir'aun adalah orang yang jahat. Fir'aun akan berusaha memberhentikan langkah dakwahnya dan Fir'aun akan menentangnya tetapi Allah s.w.t memerintahkannya untuk pergi ke Fir'aun dan berdakwah kepadanya dengan kelembutan dan kasih sayang. Allah s.w.t mewahyukan kepada Musa bahawa Fir'aun tidak akan beriman tetapi Nabi Musa tidak peduli dengan hal itu. Beliau diperintahkan untuk melepaskan Bani Israil yang sedang diseksa oleh Fir'aun.

Allah s.w.t berkata kepada Musa dan Harun:

"Maka   datanglah   kamu   berdua   kepadanya   (Fir'aun)   dan   katakanlah:
'Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani
Israil bersama kami dan janganlah kamu menyeksa mereka." (QS. Thaha: 47)

Inilah tugas yang ditentukan, yaitu tugas yang akan berbenturan dengan ribuan tantangan. Fir'aun menyeksa Bani Israil dan menjadikan mereka budak-budak dan memaksa mereka untuk bekerja di luar kemampuan mereka. Fir'aun juga menodai kehormatan wanita-wanita mereka dan menyembelih anak laki-laki mereka. Nabi Musa mengetahui bahawa rejim Mesir berusaha untuk memperbudak Bani Israil dan mengeksploitasi mereka di luar kemampuan mereka demi kepentingan penguasa. Tetapi Nabi Musa tetap memperlakukan dan menghadapi Fir'aun dengan penuh kelembutan dan kasih sayang sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah s.w.t padanya:

"Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut." (QS. Thaha: 43-44)

Musa bercerita kepada Fir'aun tentang siapa sebenarnya Allah s.w.t, tentang
rahmat-Nya, tentang syurganya, dan tentang kewajipan mengesakan-Nya dan menyembah-Nya. Beliau berusaha mem-bangkitkan aspek-aspek kemanusiaan Fir'aun   melalui   pembicaraan   tersebut.   Fir'aun   mendengarkan   apa   yang dikatakan oleh Musa dengan penuh kebosanan. Fir'aun membayangkan bahawa seseorang yang di hadapannya adalah orang gila yang nekad untuk menentang dan menggoyang kedudukannya. Kemudian Fir'aun mengangkat tangannya dan berbicara: "Apa yang engkau inginkan, hai Musa?" Musa menjawab: "Aku ingin agar engkau membebaskan Bani Israil." Fir'aun bertanya: "Mengapa aku harus membebaskan mereka bersamamu sementara mereka adalah budak- budakku?" Musa menjawab: "Mereka adalah hamba-hamba Allah s.w.t, Tuhan Pengatur alam semesta." Dengan nada mengejek Fir'aun bertanya: "Bukankah engkau mengatakan bahawa namamu Musa?" Musa menjawab: "Benar." Fir'aun berkata: "Bukankah engkau yang kami temukan di sungai Nil saat engkau masih kecil yang tidak mempunyai daya dan kekuatan? Bukankah engkau Musa yang aku didik di istana ini, lalu engkau memakan makanan kami dan meminum air kami, dan engkau menikmati kebaikan- kebaikan dari kami? Bukankah engkau yang membunuh seseorang lalu setelah itu engkau lari? Tidakkah engkau ingat semua  itu? Bukankah mereka mengatakan bahawa pembunuhan  merupakan suatu kekufuran? Kalau begitu, engkau seorang kafir dan engkau seorang pembunuh. Jadi engkau adalah Musa yang lari dari hukum Mesir. Engkau adalah seseorang yang lari dan menghindari keadilan. Lalu sekarang engkau datang kepadaku dan berusaha berbicara denganku. Engkau berbicara tentang apa hai Musa. Sungguh aku telah lupa."

Musa mengerti bahawa Fir'aun mengingatkan padanya tentang masa lalunya dan Fir'aun berusaha menunjukkan kepadanya bahawa ia telah mendidiknya dan   berlaku   baik   padanya.   Musa   juga   memahami   bahawa   Fir'aun mengancamnya dengan pembunuhan. Musa memberitahu Fir'aun, bahawa ia bukan seorang kafir ketika membunuh seorang Mesir tetapi saat itu beliau melakukannya dengan tidak sengaja. Musa memberitahu Fir'aun bahawa ia lari dari  Mesir  kerana  khuatir  akan  pembalasan  mereka. Pembunuhan  yang dilakukan olehnya bersifat tidak sengaja. Musa tidak bermaksud untuk membunuh seseorang. Musa telah memberitahu Fir'aun bahawa Allah s.w.t telah memberinya hikmah dan menjadikannya salah seorang Rasul. Allah s.w.t menceritakan sebahagian dialog antara Musa dan Fir'aun dalam surah as-Syuara' sebagaimana firman-Nya:

"Dan  (ingatlah)  ketika  Tuhanmu  menyeru  Musa  (dengan  firman-Nya):
'Datangilah kaum yang lalim itu, (yaitu) kaum Fir'aun. Mengapa mereka tidak bertakwa? Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku takut bahawa mereka  akan  mendustakan  aku.  Dan  (kerananya)  sempitlah  dadaku  dan
tidak lancar lidahku maka utuslah (Jibril) kepada Harun. Dan aku berdosa terhadap mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku.' Allah berfirman: 'Janganlah takut (mereka tidak akan dapat membunuhmu), maka pergilah      kamu      berdua      dengan      membawa      ayat-ayat      Kami (mukjizat-mukjizat);   sesungguhnya    Kami    bersamamu    mendengarkan (apa-apa  yang  mereka  katakan).  Maka  datanglah kamu  berdua  kepada Fir'aun dan katakanlah: 'Sesungguhnya kami adalah Rasul Tuhan semesta alam, lepaskanlah  Bani  Israil  (pergi)  beserta  kami.'  Fir'aun  menjawab:
'Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu, dan kamu telah berbuat suatu perbuatan yang telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk golongan orang-orang yang tidak membalas guna.' Berkata Musa: 'Aku telah melakukannya, sedang aku di waktu itu termasuk orang-orang yang khilaf. Lalu aku lari meninggalkan kamu ketika aku takut kepadamu, kemudian Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku salah seorang di antara rasul-rasul. " (QS. as-Syu'ara: 10-21)

Kemudian bangkitlah emosi Nabi Musa ketika Fir'aun mengingatkan bahawa ia telah berbuat baik kepada Musa. Musa bangkit dan berbicara kepadanya:

"Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu telah memperbudak Bani Israil." 
(QS. asy-Syu'ara: 22)

Musa ingin berkata kepadanya, apakah engkau mengira bahawa nikmat yang engkau berikan kepadaku lalu engkau merasa telah berbuat baik padaku, di mana aku adalah salah seorang lelaki dari kalangan Bani Israil? Apakah nikmat ini sebanding dengan cara-caramu memperlakukan bangsa yang besar ini di mana engkau memperbudak mereka; engkau memperkerjakan mereka dengan cara yang semena-mena. Jika ini memang demikian maka logik mengatakan bahawa kita seimbang: tiada yang berhutang dan tiada yang meminjam. Jika tidak demikian maka siapa yang memberikan bahagian yang lebih besar?

Alhasil masalahnya adalah dakwah di jalan Allah s.w.t, yaitu satu urusan yang aku  tidak  membawa kepadamu  dari  diriku sendiri.  Aku  bukan  utusan  dari bangsa Bani Israil. Aku bukan juga utusan dari diriku sendiri tetapi aku adalah seorang utusan dari Allah s.w.t. Aku adalah utusan Tuhan Pengatur alam semesta. Sampai pada tahap ini Fir'aun mulai memasuki pembicaraan lebih serius: Fir'aun bertanya:
"Siapakah Tuhan semesta alam itu?" (QS. asy-Syu'ara': 23) Musa Menjawab:

"Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antaranya keduanya (itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya." (QS. asy-Syu'ara': 24)

Berkata Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya: "Apakah kamu tidak mendengarkan?" 
(QS. asy-Syu'ara': 25)

Musa berkata dan tidak mempedulikan ejekan Fir'aun itu:

"Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu. " (QS. asy-Syu'ara': 26)

Fir'aun berkata kepada mereka yang datang bersama Musa dari Bani Israil: "Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar- benar orang gila." Musa kembali berkata dan tidak memperhatikan tuduhan Fir'aun dan ejekannya:

"Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya:  (Itulah  Tuhanmu)  jika  kamu  mempergunakan  akal.  "  (QS. asy-Syu'ara': 28)

Allah s.w.t menceritakan sebahagian dialog yang terjadi antara Fir'aun dan
Musa dalam surah as-Syu'ara':

"Fir'aun bertanya: 'Siapakah Tuhan semesta alam itu?' Musa Menjawab: 'Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya (itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya.' Berkata Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya: 'Apakah kamu tidak mendengarkan?' Musa berkata: "Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu.' Fir'aun berkata: 'Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar orang gila.' Musa berkata: 'Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal.'" (QS. asy-Syu'ara': 23-28)
Allah s.w.t mengingatkan dalam surah Thaha sebahagian dari peristiwa pertemuan antara Fir'aun dan Nabi Musa. Allah s.w.t berfirman:

"Maka   datanglah   kamu   kedua   kepadanya   (Fir'aun)   dan   katakanlah:
'Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyeksa mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Tuhanmu. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk. Sesungguhnya telah diwahyukan kepada kami bahawa seksa itu (ditimpakan) atas orang-orang yang mendustakan dan berpaling.' Berkata Fir'aun: 'Maka siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa.' Musa berkata:
'Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk  kejadiannya,  kemudian  memberinya  petunjuk.'  Berkata  Fir'aun:
'Maka bagaimanakah keadaan-keadaan umat-umat yang dahulu? Musa menjawab: 'Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku, di dalam sebuah kitab. Tuhan kami tidak akan salah dan tidak akan salah (pula) lupa.'" (QS. Thaha: 47-52)

Kita  perhatikan  bahawa  Fir'aun  tidak  bertanya  kepada  Nabi  Musa  tentang Tuhan Pengatur alam atau Tuhan Musa dan Harun dengan maksud bertanya sesungguhnya atau pertanyaan yang bermaksud untuk mengetahui kebenaran tetapi   perkataan   yang   dilontarkan   Fir'aun   semata-   mata   hanya   untuk mengejek. Nabi Musa as menjawabnya dengan jawapan yang sempurna dan mengena. Nabi Musa berkata: "Sesungguhnya Tuhan kami adalah Dia yang memberi sesuatu ciptaannya kemudian Dia membimbing ciptaannya. Dialah sang Pencipta. Dia menciptakan berbagi macam makhluk dan Dia juga yang membimbingnya sesuai dengan kebutuhannya sehingga makhluk-makhluk tersebut dapat menjalani kehidupan dengan baik. Allah s.w.t-lah yang mengarahkan segala sesuatu; Allah s.w.t-lah yang menguasai segala sesuatu; Allah s.w.t-lah yang mengetahui segala sesuatu; Allah s.w.t-lah yang menyaksikan segala sesuatu." Al-Quran al-Karim mengungkapkan semua itu dalam ungkapan yang sederhana namun padat ertinya, yaitu dalam firman-Nya:

"Musa berkata: "Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap  sesuatu  bentuk  kejadiannya,  kemudian  memberinya  petunjuk." (QS. Thaha: 50)

Kemudian Fir'aun bertanya, "lalu bagaimana keadaan manusia-manusia yang hidup di abad-abad pertama di mana mereka tidak menyembah Tuhanmu ini?"
Fir'aun masih ingkar dan mengejek dakwah Nabi Musa. Nabi Musa menjawab: "bahawa masa-masa yang dahulu di mana mereka tidak menyembah Allah s.w.t adalah masalah yang semua itu berada di sisi Allah s.w.t. Atau dalam kata lain, semua itu diketahui oleh Allah s.w.t. Keadaan di masa-masa yang dahulu tercatat dalam kitab Allah s.w.t. Allah s.w.t menghitung apa yang mereka kerjakan di dalam kitab. Allah s.w.t tidak pernah lupa." Jawapan Nabi Musa tersebut berusaha menenangkan Fir'aun tentang orang-orang yang hidup di masa-masa pertama. Jadi Allah s.w.t mengetahui segala sesuatu dan mencatat apa saja yang dilakukan manusia dan Allah s.w.t tidak menyia-nyiakan pahala mereka. Kemudian Nabi Musa kembali menyempurnakan dan menyelesaikan pembicaraannya tentang sifat Tuhannya:

"Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan. Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu. Sesungguhnya  pada  yang  demikian itu,  terdapat  tanda-tanda  kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal. Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan darinya Kami akan mengembalikan kamu dan darinya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain. " (QS. Thaha: 53-55)

Nabi  Musa  menarik  perhatian  Fir'aun  tentang  tanda-tanda  kebesaran  Allah s.w.t di alam semesta. Nabi Musa menunjukkan kepadanya bagaimana gerakan angin, hujan, dan tumbuh-tumbuhan. Kemudian Nabi Musa juga menunjukkan bagaimana pengaruh semua itu pada bumi. Musa memberitahu kepada Fir'aun bahawa Allah s.w.t menciptakan manusia dari tanah dan setelah itu Dia akan mengembalikan padanya dengan kematian lalu mengeluarkan manusia darinya di hari  kebangkitan. Jadi, di sana terjadi hari kebangkitan  dan  pada hari kiamat manusia akan menghadap kepada Allah s.w.t. Tidak ada seseorang pun yang  dikecualikan  dari  hal  itu.  Semua  hamba  Allah  s.w.t  akan  berdiri dihadapan-Nya pada hari kiamat, termasuk Fir'aun.

Musa  datang kepada Fir'aun  sebagai  pembawa  berita  gembira  dan  sebagai pemberi peringatan, tetapi peringatan dari Musa ini tidak membikin Fir'aun merenung dan mendapatkan pelajaran namun justru dialog antara dirinya dan Musa semakin menajam. Bisa dikatakan bahawa dialog di antara mereka menjadi pertentangan. Ketajaman dialog mulai menghangat. Kemudian berubahlah bahasa dialog itu. Musa berusaha menyampaikan argumentasi yang sangat kuat kepada Fir'aun. Musa berusaha membawa argumentasi rasional tetapi Fir'aun berusaha keluar dari ruang lingkup dialog yang berdasarkan logik
yang sehat. Fir'aun berusaha menggunakan dialog dalam bentuk yang baru, yaitu suatu cara yang Musa tidak mampu lagi melawannya. Ia mulai menyerang Musa dan mengancamnya.

Fir'aun menunjukkan penentangannya kepada kebenaran yang dibawa oleh Musa. Fir'aun acuh tak acuh terhadap dakwah Nabi Musa. Fir'aun mulai menyerang  peribadi  Musa.  Ia  mulai  mempersoalkan  pakaian Musa  dan kedudukan sosialnya bahkan ia pun menyerang cara Musa berbicara. Setelah menghina Musa sedemikian rupa, Fir'aun sengaja memakai metode kekuatan mutlak. Fir'aun bertanya kepada Musa, bagaimana ia berani menentang penyembahan terhadap dirinya; bagaimana Musa menyembah selain dirinya; tidakkah Musa mengetahui bahawa Fir'aun adalah tuhan? Bagaimana Musa tidak mengetahui  hakikat  ini padahal  ia  terdidik  di  istana  Fir'aun  dan  sangat mengenal lingkungan di sekitar Fir'aun? Setelah Fir'aun menyampaikan tentang ketuhanan-nya secara mendasar, ia bertanya kepada Musa, bagaimana Musa berani menyembah tuhan selain dirinya. Ini bererti bahawa Musa ingin dimasukan ke dalam penjara. Tiada ketentuan di sisi kami bagi orang yang menyembah selain Fir'aun kecuali penjara adalah tempatnya:

"Fir'aun  berkata:  'Sungguh  jika  kamu  menyembah  Tuhan  selain  aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan.'" (QS. asy-Syu'ara': 29)

Musa mengetahui bahawa argumentasi-argumentasi rasional tidak lagi bermanfaat. Dialog yang tenang dan sehat berubah menjadi ejekan dan hinaan serta pada akhirnya menjadi ancaman hukuman penjara. Musa mengetahui bahawa telah tiba waktunya untuk menunjukkan mukjizat yang dibawanya. Setelah diancam akan dimasukan ke dalam penjara, ia berkata kepada Fir'aun:

"Musa berkata: 'Dan apakah (kamu akan melakukan ini) kendatipun  aku tunjukkan kepadamu sesuatu (keterangan) yang nyata?'" (QS. asy- Syu'ara':
30)

Musa menantang kepada Fir'aun dan Fir'aun menerima tantangannya. Fir'aun ingin tahu sejauh mana kebenaran Musa.

"Fir'aun berkata: 'Datangkanlah sesuatu (keterangan) yang nyata itu, jika kamu adalah termasuk orang-orang yang benar.'" (QS. asy- Syu'ara': 30-31)
Musa melemparkan tongkatnya di ruangan yang besar itu. Mula-mula Fir'aun menganggap bahawa tongkat yang dibawanya jatuh kerana Musa gementar menghadapinya. Setelah Fir'aun meminta padanya bukti atas kebenaran dakwahnya, tiba-tiba tongkat yang menyentuh tanah itu berubah menjadi ular yang besar yang bergerak dengan cepat dan gesit. Ular itu menuju ke arah Fir'aun. Fir'aun tampak pucat kerana takut. Ia tampak gementar di kerusinya kemudian ia berteriak agar mereka menjauhkan ular itu darinya. Nabi Musa menghulurkan tangannya ke ular itu lalu ular itu kembali menjadi tongkat yang ada di tangannya sebagaimana semula. Setelah peristiwa itu, keheningan menyeliputi   istana   Fir'aun.   Nabi   Musa   kembali   menunjukkan   kepada orang-orang yang berdiri di sekitarnya, mukjizatnya yang kedua. Musa memasukkan tangannya di sakunya lalu mengeluarkannya. Tiba-tiba tangan itu menjadi putih seperti bulan; tangan itu tiba-tiba mengeluarkan cahaya yang memenuhi penjuru istana. Akhirnya, semua orang yang hadir di situ merasakan kekaguman yang luar biasa sedangkan Fir'aun wajahnya tampak menghijau kerana saking takutnya.

Allah s.w.t berfirman:

"Maka Musa melemparkan tongkatnya, yang tiba-tiba tongkat itu (menjadi) ular yang nyata. Dan ia menarik tangannya (dari dalam bajunya), maka tiba-tiba tangan itu jadi putih (bersinar) bagi orang- orang yang melihatnya." (QS. asy-Syu'ara': 32-33)

Keheningan semakin menyelimuti istana Fir'aun. Pengaruh dua mukjizat yang dibawa oleh Nabi Musa tertanam pada jiwa orang-orang yang hadir di situ. Pertama-tama mereka merasakan ketakutan dalam diri mereka kemudian Nabi Musa mengembalikan tangannya ke sakunya lalu tangannya kembali seperti semula.

Fir'aun berkata: "Sekarang, pergilah kalian berdua. Nanti kita akan lanjutkan perbincangan kita." Musa memalingkan wajahnya dan keluar dari istana. Fir'aun tampak terpukul atas peristiwa itu. Fikirannya mulai berputar-putar. Ia membayangkan apa yang terjadi di istananya dan di wilayah kekuasaannya seandainya berita tentang dua mukjizat itu tersebar di tengah-tengah manusia, lalu manusia mulai membicarakan tentang Musa dan Harun. Fir'aun mengeluarkan perintahnya agar orang- orang yang melihat peristiwa itu tidak membuka hal itu kepada masyarakat umum, tetapi para pembantu istana dan
sebahagian dari Bani Israil menyaksikan dua peristiwa itu. Akhirnya, mulailah terjadi perbincangan di tengah-tengah masyarakat ramai tentang dua mukjizat itu. Fir'aun benar-benar terdiam ketika menghadapi dua mukjizat yang dibawa oleh Nabi Musa. Ketika Musa keluar dari istana Fir'aun yang sebelumnya merasa takut dan gementar, kini menjadi marah. Ia meluapkan kemarahan itu kepada menterinya dan para pembantunya. Tiba-tiba ia bersikap kasar kepada mereka tanpa sebab yang diketahui. Fir'aun memerintahkan mereka untuk keluar dari ruangannya dan meningggalkan dirinya sendirian.

Fir'aun berusaha untuk menghadapi masalah itu dengan lebih tenang. Fir'aun meminum beberapa gelas dari minuman keras tetapi rasa marahnya belum hilang  juga.  Kemudian  ia  mengeluarkan  perintah  untuk mengumpulkan orang-orang dekatnya dan semua para menteri di istana serta para pemimpin di Mesir. Fir'aun mengeluarkan perintahnya kepada Haman salah satu ketua para menterinya untuk mengepalai pertemuan tersebut. Kemudian para pembesar dari kaum Fir'aun berkumpul. Fir'aun memasuki ruang pertemuan dan wajahnya tampak emosi. Jelas sekali Fir'aun tidak mahu menerima dengan mudah adanya tuhan lain yang disembah orang-orang Mesir selain dirinya. Fir'aun cukup berbahagia ketika ia menguasai Mesir dari memerintah dengan semahunya. Tiba-tiba, ia dikejutkan dengan kedatangan Musa yang ingin menghancurkan apa saja yang telah dibangunnya. Musa mengatakan pada dirinya bahawa di sana ada Tuhan yang Esa yang tiada Tuhan lain selain-Nya di alam  semesta.  Ini  bererti  bahawa  Fir'aun  adalah  seorang pembohong. Pemikiran  ini  menghantui  kepala  Fir'aun  sehingga  Fir'aun  menoleh  kepada ketua para menterinya yaitu Haman akhirnya pertemuan bersejarah itu diadakan.

Tidak ada seorang pun yang berani membuka mulutnya. Fir'aun membuka pertemuan itu dengan secara tiba-tiba ia melontarkan pertanyaan kepada Haman: "Apakah aku seseorang pembohong wahai Haman?" Haman menunduk dan bertanya: "Siapa yang berani menentang Fir'aun?" Fir'aun berkata dengan marah: "Musa." Bukankah ia mengatakan bahawa ada tuhan lain di langit." Dengan mantap Haman menjawab: "Sungguh wahai tuanku, Musa berbohong." Fir'aun berkata dalam keadaan memutar wajahnya ke arah yang lain: "Aku mengetahui bahawa ia berbohong." Kemudian Fir'aun kembali menoleh ke Haman:

"Dan berkatalah Fir'aun: 'Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu, (yaitu) pintu- pintu langit,
supaya  aku  dapat  melihat  Tuhan  Musa  dan  sesungguhnya  aku memandangnya seorang pendusta.'" (QS. al-Mu'min: 36-38)

Fir'aun mengeluarkan perintah untuk membangun suatu bangunan yang kukuh dan tinggi di mana ketinggiannya mampu mencapai langit. Perintah Fir'aun itu berdasarkan peradaban Mesir yang lagi maju di mana mereka cenderung membangun   bangunan   yang   spektakuler.   Namun   Fir'aun   lupa   pada aturan-aturan teknik pembangunan. Meskipun demikian, Haman bersikap munafik, padahal ia mengetahui kemustahilan membangun sesuatu bangunan semegah dan setinggi itu. Haman berkata: "Saya ingin melaksanakan perintah untuk mendirikan bangunan itu sesegera mungkin, tetapi wahai tuanku dan izinkanlah aku untuk pertama kalinva aku menentang perintahmu. Sungguh engkau tidak akan mendapati sesuatu pun di langit. Tidak ada di sana Tuhan selain dirimu." Fir'aun mendengar penolakan ketua para menterinya itu dengan sangat puas, seakan-akan ia mendengarkan suatu hakikat yang ditetapkan. Kemudian   dalam   perkumpulan   yang   terkenal   itu,   Fir'aun   melontarkan kata-katanya yang bersejarah:

"Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku." (QS. al-Qashash: 38)

Semua yang hadir di tempat itu menundukkan kepala tanda setuju. Di antara mereka terdapat dua orang atau tiga orang yang masih memiliki akal sehat. Ketiga orang itu mengetahui bahawa sebenarnya Fir'aun adalah seorang pembohong. Meskipun demikian, mereka membiarakan kebohongan itu dan memilih apa yang disetujui oleh Fir'aun. Tentu persetujuan ini berakibat pada masyarakat Mesir yang harus membayar mahal hasil dari persetujuan itu. Para tentera Mesir, para pembesar istana, dan para dukun tunduk kepada kegilaan Fir'aun. Fir'aun berkata dengan maksud bertanya kepada para penasihatnya: "Apa yang kalian katakan tentang Musa?" Haman berkata: "Ia adalah seorang yang pembohong."

Salah seorang menteri yang lain berkata: "Saya kira ia adalah seorang yang gila." Sementara itu salah seorang dukun berkata: " - Tampaknya ia khuatir mereka  akan mencurigainya jika ia tidak mengatakan  sesuatu  pun  kepada mereka - saya kira ia terkena kegilaan." Fir'aun memutus pembicaraan mereka dengan mengatakan: "Sungguh kalian menggambarkan Musa macam-macam, namun kalian belum menjawab pertanyaanku. Apa sebenarnya maunya Musa? Apa sebenarnya persekongkolan yang disembunyikannya." Para penasihat terdiam kerana rasa takut dan sebagai bentuk kemunafikan terhadap Fir'aun.
Mereka hanya menunggu Fir'aun mengucapkan kalimat-kalimat tertentu lalu mereka menirukannya dengan mulut-mulut mereka layaknya burung beo. Setelah keheningan menyelimuti ruangan itu, Fir'aun berkata: "Aku kira bahawa Musa adalah salah satu tukang sihir yang hebat. Ia ingin mengeluarkan kalian dari negeri kalian dengan sihirnya. Lalu persekongkolan apa yang kalian siapkan?"

Adalah hal yang maklum di rejim kekuasaan mutlak bahawa perkumpulan yang dihadiri oleh para pembesar dan para menteri untuk mengeluarkan pendapat sesama mereka bererti hanya sekadar untuk mengulang-ulang dan menerima keputusan  mutlak dari  penguasa.  Para  penasihat  berkata  -  setelah  Fir'aun memberi mereka kesempatan untuk mengutarakan pendapat: "Sungguh benar apa  yang  dikatakan  oleh  Fir'aun. Musa  adalah  seorang  tukang  sihir.  Kalau begitu, masalahnya telah selesai. Kita akan mengembalikan Musa dan saudaranya, dan kita akan menyebarkan perintah Fir'aun di Mesir untuk menghadirkan tukang sihir. Jika para tukang sihir telah datang dan berdiri di hadapan Musa, maka mereka akan dapat membuktikan bahawa Musa memang tukang sihir dan mereka akan mampu mengalahkannya. Dengan cara demikian, kita dapat memperdayanya di hadapan orang-orang Mesir dan anak-anak Bani Israil." Perundingan  bersejarah  itu  sepakat  untuk  melaksanakan  hal  itu. Sepuluh orang dari pembantu Fir'aun keluar dari istana, Fir'aun dengan menunggangi kenderaan mereka dan mereka segera berpencar di seluruh penjuru Mesir. Kemudian diumumkan pada hari kedua di pasar-pasar Mesir bahawa seluruh jago-jago sihir hendaklah menuju ke istana Fir'aun untuk mendengarkan suatu perintah atau suatu urusan yang penting.

Fir'aun memanggil Nabi Musa dan berusaha mengancamnya dan menakut- nakutkan tetapi Nabi Musa tampak tenang. Fir'aun berkata kepada Nabi Musa: "Sesungguhnya engkau seorang tukang sihir, dan aku menetapkan untuk menyingkap kedokmu di hadapan semua orang. Tidak lama lagi para tukang sihir akan datang." Nabi Musa bertanya: "Kapan aku akan bertemu dengan tukang sihir itu?" Fir'aun berkata: "Di sana terdapat suatu pertemuan atau acara yang sebentar lagi akan dimulai yang dihadiri oleh banyak orang. Yaitu hari di mana angin bertiup dengan sepoi-sepoi; hari di mana bumi berhias diri menyambut kedatangan musim semi. Sungguh itu suatu pertemuan yang menakjubkan  dan  engkau  akan  dikalahkan.  Sekarang  aku  beri kesempatan kamu untuk mencabut dakwahmu. Aku memberikan kesempatan yang terakhir bagimu untuk menyelamatkan kehormatanmu."

Musa berkata dengan tidak memperhatikan perkataan Fir'aun yang terakhir:
"Kami sepakat atas pertemuan itu. Kami akan hadir di hari itu di mana manusia akan berkumpul di pagi hari." Fir'aun bertanya: "Kapan engkau akan datang?" Musa berkata: "Insya-Allah aku akan hadir di waktu fajar di permulaan siang."

Allah s.w.t berfirman:

"Dan sesungguhnya Kami telah perlihatkan kepadanya (Fir'aun) tanda- tanda kekuasaan Kami semuanya, maka ia mendustakan dan enggan (menerima kebenaran). Berkata Fir'aun: 'Adakah kamu datang kepada kami untuk mengusir kami dari negeri kami (ini) dengan sihirmu, hai Musa! Dan kami pun pasti akan mendatangkan (pula) kepadamu sihir semacam itu, maka buatlah suatu waktu untuk pertemuan antara kami dan kamu, yang kami tidak akan menyalahinya dan tidak (pula) kamu di suatu tempat yang pertengahan (letaknya).' Berkata Musa: "Waktu untuk pertemuan (kami dengan) kamu itu ialah di hari raya dan hendaklah dikumpulkan manusia pada waktu matahari sepenggalah naik.'" (QS. Thaha: 56-59)

Nabi Musa pergi dalam keadaaan tenang. Kemudian para utusan tukang sihir datang ke istana Fir'aun. Ketika semua berkumpul, Fir'aun memerintahkan agar mereka semua menemuinya. Ketika masuk menemui Fir'aun, para tukang sihir sujud kepadanya. Fir'aun memerintahkan mereka untuk berdiri, kemudian Fir'aun mulai berjalan-jalan di antara mereka sambil mengamati wajah mereka dan pakaian mereka. Fir'aun tampak terdiam memikirkan sesuatu dan tiba-tiba ia berdiri dan berkata: "Wahai para tukang sihir, kami sekarang menghadapi masalah  yang  kecil dan  kami  telah  memerintahkan  agar  kalian  dihadirkan untuk memecahkan masalah itu." Para tukang sihir itu menundukkan kepalanya dan mereka mendengarkan dengan hikmat. Fir'aun kembali berkata: "Salah seorang lelaki datang kepada kami dan ia mengaku utusan Allah s.w.t; seorang lelaki yang bernama Musa dan bersama saudaranya, Harun. Musa ini adalah tukang sihir yang mahir, lebih tangkas dan lebih hebat dari Harun. Oleh kerana itu, kalian harus mengalahkannya dengan kekalahan yang teruk sehingga ia tidak mampu lagi mengangkat kepalanya kerana rasa malu." Para tukang sihir tetap menundukkan kepalanya dan mereka terdiam. Fir'aun berkata: "Mengapa seseorang di antara kalian tidak bertanya kepadaku tentang sihirnya Musa." Salah seorang tukang sihir dengan tenang berkata: "Kami menunggu tuan yang agung menceritakannya kepada kami. Kami tidak ingin memutus pembicaraanmu wahai tuan."

Dengan  nada  marah,  Fir'aun  berkata:  "Musa  melemparkan  tongkatnya  dan tiba-tiba  tongkatnya itu menjadi ular yang sangat  besar  lalu  ia  mencabut
tangannya   dan   tiba-tiba   tangannya   menjadi   putih   yang   menakjubkan orang-orang yang melihatnya." Tampak senyum manis menghiasi wajah- wajah para tukang sihir dan salah seorang mereka berkata: "Hendaklah hati Fir'aun tenang. Ini adalah permainan kuno; permainan tongkat yang berubah menjadi ular. Sesungguhnya itu hanya sekadar imaginasi yang menipu orang-orang yang melihatnya, yang seakan-akan ia bergerak padahal ia tetap di tempatnya."

Fir'aun berkata: "Aku tidak ingin untuk memasuki perdebatan sekitar masalah pembuatan sihir. Yang aku inginkan agar kalian mengalahkan Musa. Kami telah sepakat untuk bertemu pada hari ketika musim semi akan tiba. Masyarakat Mesir semuanya akan berkumpul. Mereka akan menyaksikan kalian saat kalian mengalahkannya. Oleh kerana itu, kalian harus dapat mengalahkannya."

Selesailah perkataan Fir'aun. Ia menunggu para tukang sihir meninggalkannya tapi mereka masih berdiri. Salah seorang mereka bertanya: "Mengapa tuan kita Fir'aun tidak berbicara kepada kita tentang urusan yang lebih penting seandainya   kita   dapat   mengalahkan   Musa?"   Dengan   kehairanan   Fir'aun bertanya: "Apa sesuatu yang lebih penting itu?" Salah seorang tukang sihir berkata: "Tentu kami minta upah jika kami menang." Dengan tertawa, Fir'aun berkata: "Jangan khuatir, aku akan memuaskan kalian. Kalian akan menjadi orang-orang yang dekat. Kami akan mengadakan pekerjaan-pekerjaan baru di istana bagi para tukang sihir. Kalian jangan khuatir. Tenanglah kerana kalian akan menerima upah yang layak."

Fir'aun tertawa melihat kepercayaan para tukang sihir kepada diri mereka, kemudian ia memerintahkan agar mereka meninggalkan tempatnya. Lalu ia sendiri menuju ke meja makan siang. Fir'aun duduk sambil makan. Ia berkata sambil menyantap paha kambing yang besar: "Semenjak Musa datang selera makanku terganggu. Namun sekarang, kehancuran Musa sudah dekat."

Allah s.w.t berfirman:

"Dan Musa berkata: 'Hai Fir'aun, sesungguhnya aku ini adalah seorang utusan dari Tuhan alam semesta, wajib atasku tidak mengatakannya sesuatu terhadap Allah, kecuali yang hak. Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil (pergi) bersama aku.' Fir'aun menjawab: 'Jika benar kamu membawa sesuatu  bukti, maka datangkanlah bukti itu  jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang benar.' Dan dia mengeluarkan tangannya, maka ketika itu
juga tangan itu menjadi putih bercahaya (kelihatan) oleh orang-orang yang melihatnya. Pemuka-pemuka kaum Fir'aun berkata: 'Sesungguhnya Musa ini adalah ahli sihir yang pandai, yang bermaksud hendak mengeluarkan kamu dari negerimu.' (Fir'aun berkata): 'Maka apakah yang kamu anjurkan?' Pemuka-pemuka itu  menjawab:  'Beritahulah  ia  dan  saudara-saudaranya serta  kirimlah  ke  kota-kota  beberapa  orang yang  akan  mengumpulkan (ahli-ahli sihir), supaya mereka membawa kepadamu semua ahli sihir yang pandai.' Dan beberapa ahli sihir telah datang kepada Fir'aun mengatakan:
'(Apakah)  sesungguhnya  kami  akan  mendapat  upah,  jika  kamilah  yang menang Fir'aun menjawab: 'Ya dan sesungguhnya kamu benar-benar akan termasuk orang-orang yang dekat (kepadaku).'" (QS. al-A'raf: 104-114)


Kemudian datanglah hari yang dijanjikan. Orang-orang berbondong- bondong keluar dari rumah. Mereka membicarakan tentang pertemuan antar Nabi Musa dan Fir'aun. Mereka menuju ke tempat perayaan sejak pagi hari. Tidak ada seorang pun di Mesir yang tidak mengetahui tentang peristiwa itu. Orang-orang begitu gembira ketika para tukang sihir itu datang sebagaimana mereka juga gembira ketika melihat Fir'aun datang, namun keheningan menyelimuti tempat itu ketika Nabi Musa dan Nabi Harun datang. Tempat perayaan itu diadakan di tempat terbuka yang hanya ditutupi oleh payung Fir'aun yang melindungi kepalanya dari terik matahari. Fir'aun berdiri di tengah-tengah tenteranya. Ia memakai emas dan permata. Sementara itu, Nabi Musa berdiri dengan menundukkan kepalanya dalam keadaan mengingat Allah s.w.t.

Keadaan saat itu benar-benar hening. Kemudian para tukang sihir maju menemui Musa. Mereka berkata kepada Musa: "Apakah engkau yang pertama kali  melempar  atau  kami  yang  pertama  kali  melempar." Musa  berkata: "Kalianlah  yang pertama  kali melempar." Para  tukang sihir berkata:  "Demi kemuliaan Fir'aun, sesungguhnya kami akan menang." Musa berkata: "Celaka kalian, janganlah kalian membuat dusta kepada Allah s.w.t nescaya Dia akan mendatangkan seksa bagi kalian." Sebahagian ahli hakikat berkata: "Nabi Musa menoleh dan kemudian ia melihat Jibril di sebelah kanannya." Jibril berkata kepadanya: "Wahai Musa, hendaklah kamu bersikap sopan kepada wali-wali Allah s.w.t." Musa berkata dalam dirinva: "Mereka para tukang sihir itu datang dengan maksud menyimpangkan agama Fir'aun." Jibril kembali berkata: "Bersikap lembutlah terhadap wali-wali Allah s.w.t. Mereka saat ini sampai salat Ashar berada di sisimu dan setelah salat Ashar mereka akan berada di syurga."
Para tukang sihir itu mulai melemparkan tongkat-tongkat mereka dan tali-tali mereka. Tiba-tiba arena itu dipenuhi dengan ular-ular. Mereka menipu dan menyihir pandangan orang-orang yang melihatnya. Orang- orang yang melihat sihir  itu  merasa  takut  kerana  mereka  mendatangkan  sihir  yang  besar. Orang-orang merasa gembira dan Fir'aun pun menampakkan senyumnya. Ia berkata dalam dirinya: Sungguh hari ini adalah hari pembalasan atas Musa. Mukjizatnya  berupa  tongkat  yang  ada  di  tangannya  yang  dapat  berubah menjadi ular, sekarang Fir'aun menghadirkan kepadanya seluruh tukang sihir di mana tongkat-tongkat dan tali-tali yang ada di tangan mereka pun berubah menjadi ular. Senyuman Fir'aun pun semakin melebar.

Nabi Musa memperhatikan tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka. Ia merasa takut. Nabi Musa ingat apa yang dikatakan oleh Jibril dan ia mulai merasakan ketakutan. Bagaimana mungkin para tukang sihir itu akan masuk syurga dan mereka akan menjadi wali-wali Allah s.w.t? Nabi Musa merasakan semua itu, namun tiada seorang pun yang mengetahui hakikat pemikiran yang terlintas  dalam  benak  Nabi  Musa  saat ia  berdiri  dengan  bajunya  yang sederhana bersama saudaranya di hadapan kumpulan manusia yang banyak dari para pengawal dan tentera Fir'aun. Ketika Musa merasakan ketakutan tersebut, maka cahaya yang terang menembus dalam dirinya dan Allah s.w.t berkata kepadanya:

"Kami berkata: 'Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul (menang). Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, nescaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat. Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang." (QS.Thaha: 68-69)

Musa merasa senang ketika mendengar Allah s.w.t menenangkannya. Nabi Musa dapat mengendalikan dirinya, kemudian beliau mengangkat tongkatnya dan melemparkannya. Sebelum tongkat itu menyentuh tanah, tiba-tiba terjadilah suatu  mukjizat.  Orang-orang  dan  para  tukang  sihir  Fir'aun  bahkan  Fir'aun sendiri menyaksikan sesuatu yang belum pernah mereka saksikan di dunia. Biasanya seorang tukang sihir dapat menipu pandangan manusia dan memperdaya mereka seolah-olah ada ular yang bergerak padahal ia tetap di tempatnya. Tetapi apa yang terjadi saat itu adalah sesuatu yang benar-benar berbeza. Belum sampai tongkat Nabi Musa menyentuh tanah sehingga ia berubah menjadi ular yang besar dan sangat gesit.

Tiba-tiba ular ini menuju ke tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka
yang bergerak dan ia mulai memakannya satu persatu. Tongkat Nabi Musa memakan tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka dengan cepat. Belum berselang beberapa minit sehingga arena itu kosong dari tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka. Tongkat-tongkat dan tali-tali tukang sihir tersembunyi dalam perut tongkat Nabi Musa. Dan bergeraklah ular yang besar menuju Nabi Musa lalu beliau menghulurkan tangannya dan tiba-tiba ular itu berubah menjadi tongkat. Para tukang sihir mengetahui bahawa mereka bukan di hadapan seorang penyihir. Mereka sebenamya adalah tokoh-tokoh sihir dan para pakar dalam hal itu di zaman mereka, tetapi apa yang mereka saksikan saat ini bukan termasuk sihir. Itu adalah mukjizat dari Allah s.w.t.

Akhirnya, para tukang sihir itu sujud di atas tanah. Mereka berkata: "Kami beriman kepada Tuhan Pengatur alam semesta. Tuhan yang diyakini oleh Musa dan Harun." Orang-orang Mesir dan anak-anak Bani Israil menyaksikan mukjizat yang mengagumkan ini. Mereka melihat bagaimana tukang sihir-tukang sihir Fir'aun sujud kepada Musa dan Harun. Fir'aun menyaksikan bahawa bola itu kini berada di tangan Musa dan Harun. Lalu ia bangkit dari duduknya dan berteriak di depan  tukang sihir: "Bagaimana kalian beriman kepadanya sebelum aku memberi izin kepada kalian." Para tukang sihir berkata: "Untuk beriman tidak perlu izin." Fir'aun berkata: "Kalau begitu ini adalah persekongkolan yang jelas. Sesungguhnya Musa adalah guru kalian yang mengajari kalian sihir. Sungguh tangan-tangan kalian dan kaki-kaki kalian akan diputus dan kalian akan disalib di pohon kurma. Sungguh ini adalah persekongkolan yang jelas."

Para tukang sihir berkata: "Lakukan apa saja yang engkau inginkan, hai Fir'aun. Kami tidak memilihmu dan kami tidak mengutamakanmu atas mukjizat Ilahi ini. Sesungguhnya kami beriman kepada Tuhan kami agar Dia mengampuni kami dan menghapus kesalahan-kesalahan kami. Apa yang engkau berikan terhadap kami adalah sesuatu yang sedikit, dan apa yang ada di sisi Allah s.w.t lebih baik dan lebih abadi. Seandainya engkau menyeksa kami dan membunuh kami dan menyalib kami, maka engkau hanya dapat menyeksa kami di kehidupan dunia ini. Tentu kehidupan dunia tidak dapat dibandingkan dengan kehidupan akhirat. Kami hanya ingin mendapatkan pengampunan dari Allah s.w.t  dan  memasuki  syurga."  Kemudian  Fir'aun  mengeluarkan  perintahnya untuk menyalib semua tukang sihir. Ketika menyaksikan peristiwa tersebut, orang-orang menjadi ketakutan. Kemudian Nabi Musa dan Nabi Harun meninggalkan tempat itu dan Fir'aun kembali ke istananya. Allah s.w.t menceritakan dalam surah al-A'raf apa yang dialami tukang sihir dan Musa dalam firman-Nya:
"Ahli-ahli sihir berkata: 'Hai Musa, kamukah yang akan melemparkan lebih dahulu,   ataukah   kami   yang   akan   melemparkan?'   Musa   menjawab:
'Lemparkanlah (lebih dahulu)! Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan). Dan Kami mewahyukan kepada Musa: 'Lemparkanlah tongkatmu!' Maka sekoyong-koyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan. kerana itu nyatalah yang benar dan gagallah yang selalu mereka kerjakan. Maka mereka kalah di tempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina. Dan ahli-ahli sihir itu serta merta meniarapkan diri dengan bersujud. Mereka berkata: 'Kami beriman kepada Tuhan  semesta  alam,  (Yaitu) Tuhan  Musa  dan  Harun.  Fir'aun  berkata:
'Apakah kamu beriman kepadanya sebelum aku memberi izin kepadamu?' Sesungguhnya (perbuatan) ini adalah suatu muslihat yang telah kamu rencanakan di dalam kota ini, untuk mengeluarkan penduduknya darinya; maka kelah kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu ini); sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kakimu dengan bersilang secara bertimbal balik,  kemudian  sungguh-  sungguh  aku  akan  menyalib  kamu  semuanya. Ahli-ahli sihir itu menjawab: 'Sesungguhnya kepada Tuhanlah kami kembali. Dan  kamu  tidak  membalas  dendam  dengan  menyeksa  kami,  melainkan kerana kami telah beriman kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami.' (Mereka berdoa): 'Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu).'" (QS. al-A"raf: 115-126)

Para tukang sihir Mesir berubah menjadi Muslim dan mempercayai ajaran yang dibawa oleh Nabi Musa. Mereka beriman kepada Allah s.w.t. Akhirnya, mereka dinaikkan   di   batang-batang   pohon   kurma   untuk   disalib   dan   dipotong tangan-tangan mereka dan kaki-kaki mereka. Mereka meminta kepada Allah s.w.t agar mereka dimatikan sebagai orang-orang Muslim.

Kemudian Musa memahami apa yang diucapkan oleh Jibril as: Mereka sejak saat ini sampai salat Ashar di sisimu dan setelahnya mereka berada di syurga. Ketika memasuki waktu Ashar tubuh para tukang sihir itu berlumuran darah. Mereka disalib oleh para tentera Fir'aun. Fir'aun menghadapi masalah baru. Fir'aun mengadakan serangkaian pertemuan- pertemuan penting di istananya. Fir'aun memanggil penanggung jawab tentera dan pasukan. Fir'aun juga memanggil apa saat ini dinamakan dengan kepala intelejen. Bahkan Fir'aun juga memanggil para menteri dan para penjabat serta tukang-tukang dukun. Jadi, Fir'aun memanggil semua yang mempunyai kekuatan untuk mengubah jarum sejarah.
Fir'aun bertanya kepada kepala intelejennya: "Apa yang dikatakan orang- orang?" Ia berkata: "Anak buahku telah kusebar di antara khalayak dan mereka mendapat informasi bahawa Musa dapat memenangkan perlumbaan itu kerana ia berhasil membikin suatu konspirasi bersama para tukang sihir." Kemudian Fir'aun bertanya kepada salah seorang ketua keamanan: "Apa yang terjadi pada jasad-jasad tukang sihir?" Ia berkata: "Anak buahku menggantunginya di tempat umum dan di pasar-pasar untuk menakuti manusia dan kami sebarkan berita bahawa Fir'aun akan membunuh setiap orang yang memiliki persekongkolan." Lalu Fir'aun bertanya kepada komandan pasukan: "Apa yang dikatakan oleh pasukan?" Ia menjawab: "Mereka menginginkan  agar  mendapatkan  perintah untuk bergerak di tempat mana pun yang ditentukan oleh Fir'aun." Fir'aun berkata: "Belum datang giliran pasukan maka akan datang gilirannya."

Fir'aun kemudian terdiam. Lalu Haman salah seorang ketua para menteri bergerak dan mengangkat tangannya dan ia mulai meminta untuk berbicara, dan Fir'aun mengizinkan kepadanya. Haman berkata: "Apakah kita akan membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerosakan di muka bumi dan mereka mengalihkan  ibadah  kepada  selainmu?"  Fir'aun  berkata:  "Sungguh engkau  dapat  membaca  fikiranku wahai  Haman.  Kita  akan  membunuh anak-anak mereka dan akan mempermalukan perempuan-perempuan mereka. Aku memiliki kekuasaan di atas mereka."

Pasukan Fir'aun pergi untuk membunuh anak-anak laki dari Bani Israil dan menodai kehormatan wanita-wanita mereka, serta memenjarakan siapa pun yang menentang. Musa berdiri menyaksikan apa yang terjadi tanpa mampu turut campur dan tanpa mampu mencegahnya. Yang beliau lakukan hanya memerintahkan kaumnya untuk bersabar. Beliau memerintahkan mereka untuk meminta pertolongan kepada Allah s.w.t dan bersabar atas segala ujian. Beliau menjadikan para tukang sihir sebagai teladan bagi mereka di mana tukang sihir Mesir itu mampu menahan derita di jalan Allah s.w.t tanpa berkeluh kesah. Nabi  Musa  memberitahu mereka  bahawa  tentera-tentera  Fir'aun  berbuat aniaya di muka bumi yang seakan-akan bumi adalah milik khusus mereka. Sebenarnya Allah s.w.t akan mewariskan bumi kepada orang-orang yang bertakwa.

Kemudian intimidasi yang dilakukan Fir'aun sangat mempengaruhi jiwa Bani Israil sehingga mereka merasakan kekalahan dan pesimis. Mereka berkata kepada Musa: "Wahai Musa kami sangat menderita sebelum kedatanganmu dan sesudah  kedatanganmu,  anak-anak  dibunuh  sebelum  kedatanganmu  dan
sesudah kedatanganmu." Seakan-akan mereka berkata kepada Musa bahawa keberadaanmu tidak memberikan manfaat sedikit pun. Kami tetap merasakan kesendirian. Musa menolak kebodohan mereka ini. Ia memberitahu mereka bahawa  Allah  s.w.t  akan  menghancurkan  musuh-musuh  mereka,  kemudian Allah  s.w.t  akan  menjadikan  bumi  dikuasai  oleh  mereka.  Tetapi  lagi-lagi mereka tetap mengadu kepada Musa dan tampak bahawa mereka tidak kuat lagi menahan penderitaan yang mereka alami.

Musa menghadapi keadaan yang sulit. Beliau berusaha melawan kemarahan Fir'aun dan konspirasinya. Pada saat yang sama, Nabi Musa mendengar keluhan kaumnya. Di tengah-tengah keadaan yang demikian, Qarun bergerak. Qarun adalah seorang putera Bani Israil. Ia berasal dari kaum Musa tetapi ia justru menentang Musa. Kekayaannya dan status sosialnya menjadikannya lebih dekat kepada rejim Fir'aun. Allah s.w.t menceritakan kepada kita tentang kekayaan Qarun. Allah s.w.t berkata kepada kita bahawa kunci-kunci kamar yang menyimpan kekayaannya sangat sulit dipikul oleh sekelompok laki-laki yang kuat sekalipun. Seandainya kita ingin mengetahui kunci-kunci kekayaan ini yang sedemikian rupa, maka kita dapat membayangkan kekayaan itu sendiri. Qarun memiliki berbagai macam kekayaan dan dalam jumlah yang banyak. Bahkan saking kayanya, pelana kudanya terbuat dari kulit yang dihiasi oleh perak dan emas.

Jika Qarun keluar dengan membawa pesona dunia yang diikuti oleh rombongannya dan disinari oleh matahari, maka emas-emas yang dibawanya tampak menyala di bawah sengatan matahari. Pemandangan demikian sangat mengagumkan bagi orang-orang yang mencintai dunia. Kekayaan yang dimiliki Qarun membuatnya bersikap angkuh sehingga tidak mudah baginya untuk menerima nasihat. Tampak bahawa kekayaannya dan kesombongannya membuatnya merasa bergembira, sehingga tertawanya Qarun menjadi tertawa yang paling terkenal di kalangan Bani Israil, dan kebenarannya menyaingi kebenaran Fir'aun dan Haman. Kedua orang itu (Fir'aun dan Haman) menguasai Mesir secara keseluruhan, sedangkan Qarun hanya mengusai sebahagian dari Mesir.

Orang-orang yang berakal dari kaumnya menasihatinya agar ia berfikir sejenak tentang akhiratnya, dan barangkali mereka berkata kepadanya: "Sesungguhnya tak seorang pun menasihatimu untuk meninggalkan dunia secara keseluruhan dan menempuh jalan orang-orang yang zuhud tetapi mereka menasihatimu agar engkau tidak melupakan bahagianmu dari dunia. Sebagaimana mereka menasihatimu  agar  jangan  sampai   engkau  melupakan  bahagianmu  dari akhirat."

Qarun hanya merasa puas dengan bahagiannya dari dunia. Imaginasi akalnya mengatakan bahawa kekayaan ini datang kerana usaha kerasnya sebagaimana ia menduga kekayaannya adalah tanda bahawa Allah mencintainya. Bahkan ia mengira  bahawa  ia  lebih  utama  dan  lebih  mulia  dari  Musa.  Musa  adalah seorang  yang  fakir  sedangkan  Qarun  adalah  seorang  yang  kaya,  maka bagaimana seorang yang fakir yang tidak memakai satu pun gelang dari emas dapat memperoleh kedudukan yang mulia di sisi Allah dibandingkan dengan seorang yang kaya yang mampu membuat pelana kudanya dari emas. Demikianlah pandangan Qarun dan Fir'aun terhadap Musa.

Allah s.w.t berfirman:

"Bukankah aku lebih baik daripada orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan (perkataannya)?" (QS. az-Zukhruf: 52)

Demikianlah pernyataan Fir'aun kepada Musa. Terdapat kesesuaian antara pendapat Fir'aun dan Qarun terhadap Musa. Sesuai dengan kedudukan sosial dan kekayaannya, Qarun menjadi sahabat Fir'aun dan mendukung rejim kekuasaannya. Bukan hanya Qarun, Fir'aun dan Haman yang menjadi tawanan khayalan ini, bahkan kaum Fir'aun pun memiliki pendapat yang sama. Yakni, bagi orang-orang Mesir, Musa hanya sekadar seorang tukang sihir yang mengalahkan jaguh-jaguh sihir lainnya. Namun ini tidak bererti bahawa masyarakat Mesir tidak memiliki keutamaan sedikit pun. Di tengah-tengah masyarakat Mesir masih terdapat orang yang beriman kepada Nabi Musa namun ia menyembunyikan keimanannya kerana khuatir terhadap kejahatan Fir'aun.

Di sana juga ada orang yang bertanya-tanya dengan kebodohan: Jika Allah s.w.t memang mencintai Musa lalu mengapa ia dijadikan seorang yang fakir. Qarun menjadi fitnah atau cubaan di tengah-tengah kaumnya dan juga bagi orang-orang Mesir. Ketika Qarun keluar dengan membawa pesona dunianya maka orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia berkata:

"Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dengan kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: 'Moga- moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar." (QS. al-Qashash: 79)
Sedangkan orang-orang yang berakal sehat - biarpun jumlah mereka sedikit - mereka memandang bahawa kekayaan Qarun yang begitu luar biasa tidak bererti sedikit pun di sisi Allah s.w.t. Allah s.w.t tidak memandang kekayaan yang banyak jika jiwa manusia menjadi gelap kerananya. Di tengah-tengah keadaan   yang   demikian   sulit,   Nabi   Musa   menghadapi   Qarun   yang menentangnya. Musa sebagai seorang Nabi mesti menunjukkan sikap yang baik dan kesucian yang agung. Tampaknya Qarun sepakat dengan Fir'aun untuk berusaha menjatuhkan Musa di depan pengikutnya dengan tuduhan yang berlawanan dengan kesuciannya.

Akhirnya, pada suatu hari Nabi Musa dikejutkan dengan suatu tuduhan di mana ada seorang wanita yang menuduhnya berbuat tidak senonoh kepadanya dan mengatakan bahawa Musa pernah tidur bersamanya kelmarin. Kami kira Nabi Musa sangat kaget dengan tuduhan ini dan beliau tidak mengetahui apa yang dikatakannya atau bagaimana beliau membela dirinya menghadapi tuduhan seperti itu. Kemungkinan besar beliau salat dan menghadap Allah s.w.t. Kemudian beliau menemui wanita itu dan bertanya, mengapa ia menuduhkan padanya sesuatu yang tidak benar. Tiba-tiba wanita itu menangis dan meminta ampun kepada Musa. Ia memberitahu Musa bahawa Qarun memberinya wang sebagai imbalan atas fitnah yang ditebarkannya terhadap Musa. Mendengar itu, Musa mendoakan buruk buat Qarun. Kemudian Allah s.w.t berkehendak untuk mendatangkan mukjizat di saat yang tepat yang menjelaskan kepada manusia bahawa Dia Maha kuasa, Maha kuat, dan Maha Perkasa, dan bahawa harta hanya sebahagian ujian dan fitnah, bukan sebagai suatu keutamaan yang dengannya manusia dapat dinilai.

Mukjizat yang Allah s.w.t turunkan adalah membinasakan Qarun dan menenggelamkan rumahnya dan hartanya. Qarun keluar untuk menemui kaumnya dengan menampakkan pesona dunianya. Lalu bumi terbelah di bawah kakinya dan Qarun pun tersungkur di bumi. Kami tidak mengetahui apakah itu gempa  yang pertama  kali terjadi atau itu adalah  gempa  yang Allah  s.w.t perintahkan kepada bumi untuk terjadi. Yang kita ketahui adalah bahawa bumi terbelah dan ia menelan Qarun. Bumi menenggelamkan istana-istana Qarun, hewan-hewan ternaknya, emasnya, peraknya dan semua kekayaannya serta orang dekatnya.

Sebahagian dongeng mengatakan bahawa itu  terjadi di Fuyum,  dan  danau Qarun  adalah  yang  dikenal orang-orang  Mesir  dengan  nama  ini.  Ia  adalah tempat yang dihuni oleh Qarun dan menjadi tempat istananya dan tempat
menyimpan hartanya. Alhasil, Al-Quran al-Karim tidak menentukan tempat datangnya azab ini dan tidak juga menyebut kapan itu terjadi. Al-Quran hanya menceritakan apa yang terjadi. Tentu penentuan tempat dan waktu bukan sesuatu yang penting tetapi yang penting adalah pelajaran yang terjadi itu.

Allah s.w.t berfirman dalam surah al-Qhashash:

"Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: 'Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.' Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerosakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerosakan. Qarun berkata: 'Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, kerana ilmu yang ada padaku.' Dan apakah ia tidak mengetahui, bahawasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidakkah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka. Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: 'Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar. Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: 'Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali orang- orang yang sabar.' Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah, dan tiadalah ia termasuk orang- orang (yang dapat) membela (dirinya). Dan jadilah orang-orang yang kelmarin mencita-citakan kedudukan Qarun itu, berkata: "Aduhai benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan kurnia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang- orang yang mengingkari (nikmat Allah).' Negeri akhirat itu. Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerosakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa. " (QS.
al-Qashash: 76-83)


Orang-orang dahulu banyak membicarakan ilmu ini yang Qarun mengklaim bahawa ia diberi ilmu itu. Sebahagian mereka mengatakan bahawa itu adalah ilmu kimia yang dengannya Qarun mampu mengubah tembaga menjadi emas. Sebahagian  lagi  mereka  mengatakan  bahawa  Qarun  mengetahui  ismullah al-A'zham (nama Allah yang agung) lalu ia menggunakannya untuk mengubah bahan-bahan itu menjadi emas. Tetapi orang-orang yang berakal dari kalangan orang-orang dahulu membantah hal itu. Menurut mereka, Qarun tidak mengetahui ismullah al-A'zham. Qarun adalah seorang munafik. Mereka juga tidak percaya bahawa Qarun dapat membuat racikan kimia.

Kami kira, ini semua adalah dongengan semata yang tidak layak untuk menjelaskan sebab-sebab kekayaannya. Menurut hemat kami, Qarun adalah seorang yang lalim di mana ia melakukan pekerjaan yang tidak sehat. Dan boleh jadi ia memanfaatkan persahabatan dengan Fir'aun untuk mendapatkan fasiliti-fasiliti dari Fir'aun. Dan kerana persahabatan itu, ia berani menentang Musa. Qarun melakukan kejahatan di sana-sini dan kerananya ia mengatakan bahawa harta yang diperolehnya adalah hasil dari kerja kerasnya dan ilmunya. Qarun  telah  membuat  kebohongan  dan  kelaliman  dan  ia  mendapatkan kekayaan dengan cara-cara yang tidak sehat.

Penyimpangan dari keimanan kepada Allah s.w.t meskipun sehujung rambut pada akhirnya menyeret manusia kepada sikap kesombongan. Manusia itu akan menentang kebenaran dan ia tidak mampu lagi mengikuti kebenaran sehingga pada gilirannya sesuatu yang bohong pun akan menjadi laksana sesuatu yang realistik dan tidak perlu lagi dipersoalkan. Belum lama Qarun mendapatkan seksa sehingga orang- orang mukmin yang mengikuti Nabi Musa merasakan kelapangan yang sebelumnya mereka merasa tertindas. Orang-orang Mesir dan anak-anak Israil menyaksikan mukjizat ini.

Akhirnya, pertentangan antara Fir'aun dan Nabi Musa mencapai puncaknya. Fir'aun meyakini bahawa Musa sangat mengancam kekuasaannya. Musa - sebagaimana nabi-nabi yang lain - membawa ajarannya dengan penuh kelembutan  tetapi  ketika  ia  berhadapan  dengan  puncak  kejahatan  dan sumber-sumber  yang lalim  maka  ia  tidak  segan-  segan  untuk menghancurkannya.  Nabi  Musa menantang sumber  kejahatan di  zamannya, yaitu Fira'un. Kemudian Fir'aun melontarkan ide untuk membunuh Musa. Fir'aun mengira   bahawa    membunuh    Musa    adalah    cara    satu-satunya    untuk
menyelesaikan masalahnya:

"Dan berkata Fir'aun (kepada pembesar-pembesarnya): 'Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, kerana sesungguhnya aku khuatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerosakan di muka bumi.'" (QS. al-Mu'min: 26)

Kita perhatikan bahawa Fir'aun berusaha untuk mencegah orang-orang yang menuju kebenaran; Fir'aun berusaha memberhentikan tugas para nabi; ia berusaha menyesatkan manusia dengan mengatakan bahawa justru Musa yang ingin menyesatkan mereka; ia mengusulkan kepada para menterinya dan para pembesarnya   untuk   membiarkannya   membunuh   Musa.   Tentu   ia   tidak membunuh   Musa   dengan   tangannya   sendiri   tetapi   ia   hanya   sekadar melontarkan fikiran untuk membunuhnya di depan mereka dan yang melaksanakan  hal  tersebut  adalah  para  pejabat  istana.  Kami  kira  Haman sangat berperan dalam pelaksanaan ide ini. Kemudian terbentuklah kelompok orang-orang munafik yang mendukung ide Fir'aun ini.

Ide tersebut hampir segera dibenarkan kalau tidak ada seorang dari keluarga Fir'aun. Ia adalah seorang lelaki dari kalangan pejabat negara yang terpandang. Al-Quran tidak menyebutkan namanya kerana namanya tidak begitu penting dan begitu juga ia tidak menyebutkan sifatnya kerana sifatnya tidak begitu penting.  Al-Quran  hanya  menceritakan  keadaan  lelaki  ini  yang menyembunyikan keimanannya. Ia berbicara di tengah-tengah perkumpulan yang   di   situ   disampaikan   ide   untuk   membunuh   Musa.   Kemudian   ia menghentikan  ide  gila  itu  dan  berusaha  meruntuhkan  ide  itu.  Ia  berkata bahawa Musa hanya mengatakan bahawa Allah s.w.t adalah Tuhannya, lalu untuk mendukung penyataannya itu ia membekali dirinya dengan bukti-bukti yang jelas yang menunjukkan bahawa ia benar-benar seorang rasul. Kemudian ada dua kemungkinan dan tidak ada kemungkinan ketiga: pertama bahawa Musa adalah seorang pembohong, kedua ia seorang yang benar. Jika ia seorang pembohong maka kebohongannya itu akan kembali kepada dirinya sendiri dan ia tidak melakukan sesuatu yang kerananya ia harus dibunuh. Namun jika ia benar lalu kita membunuhnya maka gerangan apa yang akan menjamin kita dari keselamatan terhadap azab yang dijanjikannya? Seorang mukmin yang menyembunyikan keimanannya itu berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya hari ini kita berada di tempat-tempat kekuatan sebagaimana yang dialami oleh Qarun di mana ia memiliki kekayaan dan kekuatan kemudian terjadilah apa yang terjadi padanya. Siapakah yang akan menyelamatkan kita dari azab Allah s.w.t ketika datang? Siapakah yang dapat menolong kita dari seksaan-Nya jika
menimpa kita? Tindakan melampaui batas kita dan usaha kita untuk membohongkan kebenaran telah membuat kita rugi."

Perkataan lelaki mukmin itu memuaskan para hadirin. Orang lelaki itu adalah seseorang yang tidak begitu menampakkan loyalitinya kepada Fir'aun. Ia bukan dari kalangan pengikut Musa. Tampaknya ia berbicara dengan motivasi untuk mempertahankan kekuasaan Fir'aun, dan menurutnya tidak ada sesuatu yang dapat menjatuhkan kekuasaan Fir'aun seperti kebohongan dan tindakan yang melampaui batas dan membunuh jiwa-jiwa yang tidak berdosa.

Dari sinilah kata-kata lelaki mukmin itu memancarkan kekuatannya yang cukup mempengaruhi Fir'aun, para menterinya, dan anak buahnya. Meskipun ide Fir'aun  untuk  membunuh  Musa  digagalkan  oleh  lelaki mukmin  itu,  namun Fir'aun mengatakan kata-kata bersejarahnya yang kemudian menjadi contoh dari sikap orang-orang yang lalim:

"Fir'aun berkata: Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang aku pandang baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar.'" (QS. al-Mu'min: 29)

Demikianlah pernyataan para penguasa yang lalim ketika mereka menghadapi masyarakat mereka. Aku tidak melihat pendapatku kecuali sesuai dengan apa yang aku pertimbangkan. Ini adalah pendapat kami yang khusus. Ia merupakan pendapat   yang   membimbing   kalian   menuju   jalan   petunjuk,   sedangkan pendapat lainnya salah. Oleh kerana itu, kita harus tetap melawannya dan membinasakannya. Allah s.w.t menceritakan sikap demikian ini dalam surah Ghafir:

"Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut  Fir'aun yang menyembunyikan imannya berkata: 'Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki kerana dia menyatakan: 'Tuhanku ialah Allah,' padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu.  Dan  jika  ia seorang  pendusta  maka  dialah  yang  menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar nescaya sebahagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu.' Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta. (Musa berkata): 'Hai kaumku, untukmu lah kerajaan pada hari ini dengan berkuasa di muka bumi. Siapakah yang akan menolong kita dari azab Allah jika azab itu menimpa kita!' Fir'aun berkata: 'Aku tidak mengemukakan
kepadamu, melainkan apa saja yang aku pandang baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar.'" (QS. al-Mu'min 28-29)

Perdebatan  tersebut  tidak  berhenti  pada  batas  ini.  Fir'aun  mengutarakan kata-katanya tetapi seorang mukmin itu tetap tidak puas dengannya, kemudian lelaki mukmin itu kembali berbicara:

"Dan  orang  yang  beriman  itu  berkata:  'Hai  kaumku,  sesungguhnya  aku khuatir kamu akan ditimpa (bencana) seperti kehancuran golongan yang bersekutu. (Yakni) seperti keadaan kaum Nuh, Ad Tsamud dan orang-orang yang datang sesudah mereka. Dan Allah tidak akan menghendaki berbuat kelaliman terhadap hamba-hamba-Nya. Hai kaumku, sesungguhnya aku khuatir terhadapmu akan seksaan hari panggil-memanggil, (yaitu) hari (ketika) kamu (lari) berpaling ke belakang, tidak ada bagimu seorang pun yang menyelamatkan dirimu dari (azab) Allah, dan siapa yang disesatkan Allah, nescaya tidak ada baginya seorang pun yang akan memberi petunjuk. Dan sesungguhnya telah datang Yusuf kepadamu dengan membawa keterangan- keterangan, tetapi kamu senantiasa dalam keraguan tentang apa yang dibawanya kepadamu, hingga ketika dia meninggal, kamu berkata:
'Allah tidak akan mengirimkan seorang (rasul pun) sesudahnya. Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang melampaui batas dan ragu-ragu. (Yaitu) orang-orang  yang  memperdebatkan  ayat-ayat  Allah  tanpa alasan  yang sampai kepada mereka. Amat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang beriman. Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang." (QS. al-Mu'min: 30-35)

Kita perhatikan dalam pembicaraan tersebut terdapat perbezaan dengan pembicaraan sebelumnya. Lelaki mukmin itu berusaha menguraikan pada pembicaraan akhirnya tentang bukti-bukti sejarah. Ia menyampaikan kepada Firaun dan kaumnya argumentasi-argumentasi yang cukup untuk menunjukkan kebenaran Musa. Ia memperingatkan mereka agar jangan sampai mengganggu Musa. Sebelum masa mereka, terdapat umat-umat yang menentang rasul-rasul yang dikirim oleh Allah s.w.t, lalu Allah s.w.t menghancurkan mereka. Mereka adalah kaum Nuh, kaum 'Ad, dan kaum Tsamud. Zaman mereka tidak terlalu jauh dengan zaman sekarang.

Sejarah Mesir menunjukkan bukti kebenaran ucapannya di mana Nabi Yusuf datang dengan membawa bukti yang jelas kemudian terdapat orang-orang yang merugikan dakwahnya lalu mereka beriman padanya setelah keselamatan hampir saja tercabut dari mereka. Lalu apa keanehan di balik pengutusan para
rasul dari Allah s.w.t? Sejarah masa lalu harus menjadi bahan renungan. Bukankah kelompok minoriti orang- orang mukmin memperoleh kemenangan ketika mereka benar-benar beriman atas kelompok majoriti yang kafir? Bukankah Allah s.w.t telah menghancurkan orang-  orang kafir?  Allah  s.w.t menenggelamkan
mereka  dengan  taufan  dan  Allah  s.w.t  menghancurkan mereka dengan kilat atau Allah s.w.t menenggelamkan mereka dalam bumi. Apa yang kita tunggu sekarang dan dari mana kita tahu bahawa usaha kita membela Fir'aun mati-matian akan membawa keuntungan bagi kita semua?


Pembicaraan lelaki mukmin yang intelektual itu mengandung beberapa peringatan yang mengerikan. Tampaknya ia berhasil memuaskan para hadirin bahawa ide membunuh Musa adalah ide yang tidak aman. Atau dengan kata lain, itu adalah ide yang tidak menjamin keselamatan mereka. Oleh kerana itu, ide tersebut hendaklah ditinggalkan. Setelah itu, lelaki mukmin itu berusaha untuk menunjukkan kepada mereka kebenaran yang dibawa oleh Musa. Ia yang semula menggunakan bahasa isyarat, kini berusaha untuk menggunakan bahasa yang terang dan gamblang. Ia telah berani menampakkan kebenaran:

"Orang yang beriman itu berkata: 'Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal. Barang siapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barang   siapa   mengerjakan   amal   yang   saleh   baik   laki-laki   mahupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk syurga, mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab.'" (QS. al-Mu'min:
38-40)

Akhirnya, keimanan lelaki mukmin itu pun tersingkap. Ia diketahui sebagai seorang mukmin yang tidak lagi menyembunyikan keimanannya. Pada akhir pembicaraannya, ia menegaskan:

"Hai kaumku, bagaimanakah kamu, aku menyeru kamu kepada keselamatan, tetapi kamu menyeru aku ke neraka? (Mengapa) kamu menyeruku kafir kepada Allah dan mempersekutukan-Nya dengan apa yang tidak aku ketahui padahal aku   menyeru   kamu   (beriman)   kepada   Yang   Maha   Perkasa   lagi   Maha Pengampun? Sudah pasti bahawa apa yang kamu seru supaya aku (beriman) kepadanya  tidak  dapat memperkenankan  seruan  apa  pun  baik  di  dunia mahupun  di  akhirat.  Dan  sesungguhnya  kita  kembali kepada  Allah  dan
sesungguhnya orang-orang yang melampaui batas, mereka itulah penghuni neraka. Kelak kamu akan mengingat kepada apa yang kukatakan kepada kamu. Dan  aku  menyerahkan  urusanku  kepada  Allah. Sesungguhnya  Allah  Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya." (QS. al-Mu'min: 41-44)

Lelaki mukmin itu mengakhiri pembicaraan dengan kata-kata yang berani ini. Kami kira, Allah s.w.t telah mengirim lelaki mukmin ini dari kalangan Fir'aun agar Fir'aun melupakan Musa. Konteks Al-Quran menyingkap bahawa lelaki ini merupakan  salah  seorang  intelektual  Mesir  yang  mengetahui  sejarah  dan mampu menganalisis serta memiliki kemampuan untuk menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa yang lain sehingga ia mengetahui sebab-sebab dan akhir dari suatu peristiwa.

Orang yang beriman itu mampu menggiring akal mereka menuju kebenaran. Fir'aun tersibukkan dengan lelaki mukmin ini hingga beberapa saat ia lupa untuk memikirkan Musa. Lelaki mukmin itu berasal dari keluarga Fir'aun. Ia adalah kerabat dekatnya dan salah seorang pejabat negaranya. Keimanannya terhadap kebenaran menjadikan istana Fir'aun terbagi menjadi dua kubu: kubu pro Musa dan kubu anti Musa. Ini bererti kemenangan yang besar bagi Musa. kerana   itu,   membunuh   lelaki   mukmin   itu   akan   mengganggu   atau menggoyangkan  keberadaan  cendekiawan  Mesir  di  mana  ia  adalah  salah seorang dari mereka.

Demikianlah, Fir'aun menghadapi masalah yang rasa-rasanya sulit atau mustahil untuk terpecahkan. Membunuh lelaki mukmin itu tidak akan memberikan dampak yang baik, begitu juga membiarkannya hidup juga tidak memberikan dampak yang baik. Akhirnya, mereka membikin suatu konspirasi untuk menyingkirkannya. Kemudian di sinilah bimbingan Allah s.w.t diturunkan:

"Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Fir'aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk." (QS. al-Mu'min: 45)

Untuk  beberapa  saat,  Fir'aun  disibukkan  dengan  masalah  baru  ini,  tetapi Fir'aun adalah Fir'aun. Ia tetap memakai busana kesombongannya; ia tetap menyeksa    Bani    Israil,    menghina    mereka    dan    menodai    kehormatan wanita-wanita serta membunuh anak-anak. Akhirnya, tibalah waktunya bagi Allah s.w.t untuk bersikap keras kepada keluarga Fir'aun. Allah s.w.t menurunkan bencana kepada mereka dan menakut-nakuti mereka dengan azab sehingga mereka mengurungkan niat untuk menghancurkan Musa dan laki-laki
mukmin itu, dan sebagai pembuktian atas kebenaran kenabian Musa. Allah s.w.t menurunkan tahun-tahun yang kering dan tandus kepada orang-orang Mesir di mana bumi tampak kering kontang dan sungai Nil pun mengering hingga  buah-buahan  jarang  sekali  ditemukan  dan  harga  semakin  mencekik leher. Akibatnya, kelaparan melanda di sana-sini. Dalam keadaan demikian, orang-orang Mesir menganggap bahawa kehidupan mereka terancam. Adalah hal yang maklum bahawa seksa yang seperti ini akan selalu menimpa manusia ketika mereka berpaling dari keimanan dan takwa.

Allah s.w.t berfirman:

"Jikalau sekitarnya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami seksa mereka disebabkan perbuatannya." (QS. al-A'raf: 96)

Hukum yang lama diperlakukan atas penduduk Mesir kerana dua sebab: pertama, sikap dingin mereka terhadap pembunuhan yang dilakukan Fir'aun kepada para tukang sihir, kedua, sikap dingin mereka terhadap kelaliman penguasa mereka. Aneh sekali ketika kaum Fir'aun mengembalikan masa paceklik ini dan musibah kelaparan ini pada suatu sebab yang sangat menghairankan.  Mereka  mengatakan  bahawa  apa yang  menimpa  mereka kerana kesialan yang dibawa oleh Musa. Kelaparan  yang melanda mereka, kefakiran, dan kekurangan buah-buahan yang mereka rasakan saat ini adalah disebabkan oleh adanya Musa di tengah-tengah mereka.

Kemudian kefakiran mereka semakin meningkat dan mereka semakin menjauh dari kebenaran. Mereka meyakini bahawa sihir Musa adalah yang bertanggungjawab terhadap apa yang menimpa mereka pada musim paceklik ini. Mereka mengira dengan kebodohan mereka bahawa kekeringan yang melanda negeri mereka adalah sebagai alat atau kekuatan yang digunakan oleh Musa untuk menyihir mereka. Namun perlu diperhatikan bahawa pemikiran demikian tidak mewakili pemikiran umumnya masyarakat saat itu, tetapi pemikiran   ini   datang   dan   dihembuskan   oleh   kelompok-kelompok   yang berkuasa. Akhirnya, Allah s.w.t menurunkan azab yang lebih keras kepada mereka. Allah s.w.t berfirman:

"Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir'aun dan) kaumnya dengan
(mendatangkan)    musim    kemarau    yang    panjang    dan    kekurangan
buah-buahan,  supaya  mereka  mengambil  pelajaran.  Kemudian  apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: 'Ini adalah kerana (usaha) kami.' Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan  itu  kepada Musa dan  orang-orang  yang  besertanya.  Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan neraka tidak mengetahuinya. Mereka berkata: 'Bagaimanapun kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan itu maka, kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu.' Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti  yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa. (QS. al-A'raf: 130-133)

Allah s.w.t mengirimkan berbagai macam azab dengan harapan agar mereka kembali kepada Allah s.w.t dan melepaskan Bani Israil serta membiarkan mereka pergi bersama  Musa. Allah s.w.t mengirim taufan kepada mereka. Setelah masa paceklik, datanglah tahun yang penuh dengan air sehingga bumi pun tenggelam dengan air sehingga mereka tidak dapat bercucuk tanam. Setelah mereka diseksa dengan sedikitnya air maka kali ini mereka mendapatkan limpahan air yang luar biasa. Mereka segera datang kepada Nabi Musa sambil berkata:

"Dan ketika mereka ditimpa azab (yang telah diterangkan itu) mereka pun berkata: 'Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu dengan (perantaraan) kenabian yang diketahui Allah ada pada sisimu. Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab itu dari kami, pasti kami akan beriman kepadamu  dan  akan  kami  biarkan  Bani  Israil  pergi  bersamamu.'"  (QS. al-A'raf: 134)

Kemudian Nabi Musa berdoa kepada Tuhannya sehingga azab disingkirkan dari mereka. Air yang memancar dengan dahsyat itu berhenti dan bumi kembali mengambil air yang cukup sehingga layak untuk dibuat bercucuk tanam. Nabi Musa meminta kepada mereka untuk mewujudkan janji mereka, yaitu melepaskan tawanan Bani Israil. Tapi mereka tidak memenuhinya. Kemudian datanglah tanda kebesaran yang lain yaitu dalam bentuk turunnya belalang. Allah  s.w.t  mengirim  sekawanan  belalang  yang  memenuhi tanaman  dan buah-buahan. Ketika belalang- belalang itu terbang maka tanaman-tanaman mereka dan buah-buahan mereka tersembunyi dari pandangan kerana saking banyaknya belalang- belalang itu. Belalang itu memakan makanan orang-orang Mesir.
Melihat keadaan demikian, mereka pun pergi ke Musa dan meminta kepadanya agar berdoa kepada Tuhannya agar menyingkirkan seksaan ini dari mereka dan mereka berjanji untuk melepaskan padanya Bani Israil. Nabi Musa pun lagi-lagi berdoa kepada Tuhannya sehingga Allah s.w.t menyingkirkan azab itu dari mereka. Dan belalang-belalang itu kembali ke tempat asalnya. Mereka dapat menanami kembali bumi dengan baik. Lalu Nabi Musa meminta kepada mereka untuk melepaskan Bani Israil namun mereka menunda-nundanya sehingga Nabi Musa mengetahui bahawa sebenarnya mereka tidak serius untuk memenuhi janji mereka.

Kemudian datanglah seksaan Allah s.w.t yang lain, yaitu dikirim-Nya berbagai macam hama. Tersebarlah hama yang membawa penyakit. Lagi- lagi mereka datang kepada Nabi Musa dan mengulangi janji mereka dan Nabi Musa pun berdoa  kepada  Allah  s.w.t.  Kali  ini  mereka  pun  tetap  mengingkari  janji mereka. Lalu datanglah seksaan Allah s.w.t yang lain dalam bentuk dikirim-Nya katak di mana bumi dipenuhi dengan katak. Katak itu melompat-lompat ke sana-sini dan memenuhi makanan orang- orang Mesir serta berada di rumah mereka sehingga mereka sangat terganggu dengan kehadiran katak-katak liar itu. Lagi-lagi mereka menemui Nabi Musa dan kembali mengulangi janji mereka dan meminta padanya agar ia berdoa kepada Tuhannya agar Allah s.w.t menyingkirkan azab dari mereka. Tetapi mereka pun tetap mengingkari janji mereka.

Selanjutnya, Allah s.w.t menurunkan azab yang lain yaitu darah di mana sungai Nil berubah menjadi darah sehingga tidak seorang pun dapat meminumnya. Kita ketahui bahawa mukjizat-mukjizat pertama berupa sesuatu yang biasa terjadi pada tanaman. Berkurangnya air Nil atau bertambahnya air tersebut atau serangan belalang atau hama dan katak, semua ini adalah bukan hal baru bagi orang-orang Mesir. Yang baru adalah kejadian ini terjadi dengan sangat tiba-tiba  dan  sangat  mencekam.  Sedangkan  mukjizat  atau  azab  yang lain adalah azab yang tidak biasa terjadi di daerah Mesir, yaitu azab yang belum pernah terjadi sebelumnya di mana air sungai Nil berubah menjadi darah.

Perubahan sungai itu menjadi darah hanya terjadi di kalangan orang- orang Mesir sedangkan Musa dan kaumnya dapat meminum airnya seperti biasanya. Namun ketika seorang Mesir memenuhi tempat gelasnya dengan air maka ia akan mendapati bahawa gelasnya penuh dengan darah. Melihat peristiwa tersebut, orang-orang Mesir tergoncang sebagaimana istana Fir'aun juga tergoncang  melihat  seksa  yang  mengerikan dan  baru  ini.  Lagi-lagi  mereka
menuju ke Nabi Musa dan meminta kepadanya agar berdoa kepada Tuhannya dan mereka berjanji pada kali ini untuk membebaskan orang-orang Bani Israil. Nabi Musa pun berdoa kepada Tuhannya sehingga azab itu disingkirkan dari orang-orang  Mesir.  Meski  demikian.  istana  Fir'aun  tidak  mengizinkan  Musa untuk menemui kaumnya dan pergi bersama mereka. Lalu bagaimana sikap Fir'aun sendiri? Fir'aun tetap menunjukkan pembangkangnya dan kesombongannya. Fir'aun mengumumkan di tengah-tengah kaumnya bahawa dia  tuhan.  Bukankah  -  kata  Fir'aun  -  dia  memiliki  kerajaan  Mesir  dan sungai-sungai  ini mengalir  di  bawah  kekuasaannya?  Fir'aun  memberitahu bahawa Musa adalah tukang sihir yang bohong dan ia hanya seorang fakir yang tidak mampu menggunakan satu kalung emas dan satu gelang emas.

Allah s.w.t berfirman:

"Dan   sesungguhnya   Kami   telah   mengutus   Musa   dengan   membawa mukjizat-mukjizat  Kami 
kepada  Fir'aun  dan  pemuka-pemuka  kaumnya. Maka Musa berkata: 'Sesungguhnya aku adalah dari utusan Tuhan seru sekalian alam. Maka tatkala dia datang kepada mereka dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami dengan serta merta mereka mengetawakannya. Dan tidakkah   Kami   perlihatkan   kepada   mereka   sesuatu   mukjizat   kecuali mukjizat itu lebih besar dari mukjizat-mukjizat sebelumnya. Dan Kami timpakan kepada mereka azab supaya mereka kembali (kejalan yang benar). Dan mereka berkata: 'Hai ahli sihir berdoalah kepada Tuhanmu untuk (melepaskan) kami sesuai dengan apa yang telah dijanjikan-Nya kepadamu; sesungguhnya  kami  (jika  doamu  dikabulkan)  benar-benar  akan  menjadi orang yang mendapat petunjuk. Maka tatkala Kami menghilangkan azab itu dari mereka, dengan serta merta mereka memungkiri (janjinya). Dan Fir'aun berseru kepada kaumnya (seraya) berkata: 'Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir  ini  kepunyaanku  dan  (bukankah)  sungai-sungai  ini  mengalir  di bawahku; maka apakah kamu tidak melihat(nya)?' Bukankah aku lebih baik dari orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat dijelaskan (perkataannya)? Mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang dari emas atau malaikat datang bersama-sama dia untuk mengiringkannya.' Maka Fir'aun mempengaruhi kaumnya dengan (perkataannya itu) lalu mereka patuh kepadanya. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik." (QS. az-Zukhruf:
46-54)

Perhatikanlah ungkapkan Al-Quran: Maka Fir'aun mempengaruhi kaumnya dengan (perkataannya itu) lalu mereka patuh kepadanya. Fir'aun memenjara akal  mereka,  membelenggu  kebebasan  mereka,  dan menutup  masa  depan
mereka yang cerah. Fir'aun menodai kemanusiaan mereka sehingga mereka mentaatinya. Bukankah ketaatan ini aneh? Namun keanehan ini hilang ketika kita mengetahui bahawa mereka adalah orang- orang yang fasik. Kefasikan menjadikan seseorang tidak peduli dengan masa depannya dan kepentingannya serta urusannya. Pada akhirnya, ia akan mendapati kehancuran. Demikianlah yang terjadi pada kaum Fir'aun.

Allah s.w.t berfirman:

"Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereka lalu Kami tenggelamkan mereka semuanya (di laut), dan Kami jadikan mereka sebagai  pelajaran  dan  contoh  bagi  orang-orang  yang  kemudian."  (QS. az-Zukhruf: 55-56)

Tampak jelas bahawa Fir'aun tidak beriman kepada Musa. Fir'aun tidak menghentikan usaha untuk menyeksa Bani Israil dan ia tetap merendahkan kaumnya. Maka melihat kenyataan yang demikian, Musa dan Harun berdoa buruk untuk Fir'aun:

"Musa berkata: 'Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya dengan perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, ya Tuhan kami, akibatnya mereka menyesatkan (manusia)  dari  jalan  Engkau.  Ya Tuhan  kami,  binasakanlah  harta  benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat seksaan yang pedih.' Allah berfirman: 'Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah sekali-kali mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui.'" (QS. Yunus: 88-89)

Kemudian datanglah izin kepada Nabi Musa untuk meninggalkan Mesir dengan disertai oleh kaumnya yang mengikutinya. Sikap kaum Nabi Musa sangat aneh. Tidak semua kaumnya beriman kepadanya. Allah s.w.t berfirman:

"Maka tidak ada yang beriman kepada Musa, melainkan pemuda- pemuda dari   kaumnya   (Musa)   dalam keadaan   takut   bahawa   Fir'aun   dan pemuka-pemuka kaumnya akan menyeksa mereka. Sesungguhnya Fir'aun itu sewenang-wenang   di   muka   bumi.   Dan   sesungguhnya   dia   termasuk orang-orang yang melampaui batas." (QS. Yunus: 83)
Selesailah urusan. Allah s.w.t telah menetapkan untuk membuat suatu keputusan hukum terhadap Fir'aun. Allah s.w.t memerintahkan kepada Musa untuk keluar dan mengizinkan Bani Israil untuk pergi. Mereka bersiap-bersiap untuk keluar dan pergi bersama Musa. Mereka membawa perhiasan-perhiasan mereka lalu datanglah malam kepada mereka. Nabi Musa berjalan bersama mereka dan menyeberangi Laut Merah dan menuju ke negeri Syam. Sementara itu, utusan Fir'aun dan intelejennya bergerak. Sampailah berita kepada Fir'aun bahawa Musa telah pergi beserta kaumnya. Fir'aun mengeluarkan perintahnya di segenap penjuru kota agar pasukan yang besar berkumpul. Fir'aun menyampaikan   alasan   yang   aneh   di   balik   pengumpulan   tentera   itu sebagaimana disampaikan oleh Al-Quran:

"Dan  sesungguhnya  mereka  membuat  hal-hal  yang  menimbulkan  amarah kita. " (QS. asy-Syu'ara': 55)

Fir'aun telah naik pitam melihat aksi Musa. "Secara peribadi aku telah marah padanya. Jumlah mereka sedikit namun kemarahan kita terhadap mereka sungguh banyak. Kalau demikian, ini adalah peperangan." Fir'aun benar-benar seorang penjahat kelas kakap. Ia tidak berusaha menyembunyikan niatnya di balik kata-kata besarnya. Misalnya, secara diplomasi ia dapat mengatakan bahawa keamanan kerajaan terancam atau sistem ekonomi akan hancur jika para pekerja ini yang digaji dengan sangat murah ini akan keluar. Fir'aun tidak mengatakan semua itu tetapi ia hanya menyatakan bahawa ia sedang emosi. Nabi Musa membuatnya naik pitam dan ini sudah cukup untuk mengeluarkan perintah agar para tentera dikumpulkan. Manusia membenarkan tindakan Fir'aun untuk seribu kalinya setelah membohongkannya. Tiada seorang pun yang menentangnya dan tidak ada seorang pun yang mempersoalkan sebab kenapa di balik pengumpulan tentera itu.

Akhirnya,  bergeraklah  tentera  Fir'aun dengan  membawa  persenjataan  yang lengkap dan mereka berusaha mengejar Nabi Musa. Fir'aun duduk di atas kenderaan perangnya dan mengawasi tentera di sekitamya sambil tersenyum. Barangkali  ia  membayangkan,  jika  sejak  semula  ia  melakukan  itu  maka gerak-geri  Musa  akan  dapat  dipatahkannya  dan  ia  dapat  membunuhnya. Alhasil, ia sekarang berada di jalan untuk menangkap Musa dan membunuhnya dan menyelesaikan masalah seluruhnya.

Nabi Musa berdiri di depan Laut Merah. Tampak dari kejauhan bahawa debu
yang ditebarkan oleh tentera Fir'aun mulai mendekat. Lalu setelah itu tampak panji-panji tentera. Melihat hal itu, kaum Nabi Musa merasakan ketakutan. Mereka menghadapi situasi sangat sulit dan berbahaya: di depan mereka ada laut sementara di belakang mereka ada musuh. Mereka tidak memiliki kesempatan  sedikit  pun  untuk  berperang  dengan  pasukan  Fir'aun  kerana mereka hanya terdiri dari wanita-wanita, anak-anak kecil, dan orang-orang lelaki yang tidak bersenjata. Fir'aun akan menyembelih mereka semuanya.

Tiba-tiba terdengarlah teriakan dari kaum Nabi Musa: "Fir'aun akan menyusul kita dan menangkap kita." Nabi Musa berusaha menenangkan mereka sambil berkata: "Tidak. Sesungguhnya Tuhanku bersamaku dan Dia pun akan membimbingiku." Kita tidak mengetahui bagaimana perasaan Nabi Musa saat itu atau apa yang difikirkannya. Yang jelas, ia tidak mendapat kepercayaan seperti ini kecuali setelah Allah s.w.t mewahyukan kepadanya agar ia memukulkan tongkatnya ke lautan itu. Kemudian Nabi Musa pun memukulkan tongkat yang dibawanya kepada lautan itu.

Demikianlah bahawa kehendak Allah s.w.t pasti terlaksana meskipun harus bertentangan dengan logik manusia. Allah s.w.t ingin menunjukkan mukjizat, kemudian Allah s.w.t mewahyukan kepada Musa untuk memukulkan tongkatnya kepada lautan. Pemukulan tongkat terhadap lautan hanya sekadar sebab yang kemudian diikuti dengan terbelahnya lautan. Belum sampai Nabi Musa mengangkat tongkatnya sehingga malaikat Jibril turun ke bumi lalu Nabi Musa memukulkan tongkatnya ke lautan. Tiba-tiba laut itu terbelah menjadi dua bahagian: satu bahagian menjadi kering kontang di mana di sebelah kanannya terdapat  ombak dan  di  sebelah  kirinya  juga  terdapat  ombak.  Nabi  Musa bersama kaumnya berjalan sehingga mereka dapat melewati lautan. Ini adalah mukjizat yang sangat besar. Ombak bergelombang: meninggi dan menurun sehingga tampak ada tangan tersembunyi yang mencegahnya agar jangan sampai menenggelamkan Nabi Musa atau bahkan membasahinya sekalipun.

Demikianlah Nabi Musa dan kaumnya berhasil melewati lautan. Sementara itu, Fir'aun sampai ke lautan. Ia menyaksikan mukjizat ini. Ia melihat lautan terdapat jalan kering yang terbelah menjadi dua. Fir'aun saat itu merasakan ketakutan tetapi lagi-lagi keras kepalanya dan pembangkangnya tetap menyalakan api peperangan sehingga ia menyuruh pasukannya untuk maju. Ketika Musa selesai menyeberangi lautan, ia menoleh ke lautan dan ia ingin memukulkan  dengan  tongkatnya  sehingga  kembali  sebagaimana  mestinya, tetapi Allah s.w.t mewahyukan kepadanya agar ia membiarkan lautan seperti semula. Seandainya ia memukulkan tongkatnya kepada lautan dan laut itu
kembali seperti semula nescaya Nabi Musa akan selamat dan Fir'aun pun akan selamat, sedangkan Allah s.w.t telah berkehendak untuk menenggelamkan Fir'aun. Oleh kerana itu, Musa diperintahkan untuk membiarkan lautan seperti semula. Allah s.w.t mewahyukan kepadanya:

"Dan biarlah laut itu tetap terbelah. Sesungguhnya mereka adalah tentera yang akan ditenggelamkan." (QS. ad-Dukhan: 24)

Fir'aun bersama tenteranya sampai di tengah lautan. Ia sudah melewati separuhnya dan ia akan sampai ke tepi yang lain. Kemudian Allah s.w.t memerintahkan kepada Jibril. Lalu Jibril menggerakkan ombak sehingga ombak itu menerpa Fir'aun dan menenggelamkannya beserta tenteranya. Fir'aun dan tenteranya tenggelam. Pembangkang telah tenggelam sedangkan keimanan kepada Allah s.w.t telah selamat.

Ketika tenggelam, Fir'aun melihat tempatnya di neraka. Kini. ia sedar dan tabir telah terkuak di depannya. Fir'aun telah menjemput sakaratul maut. Ia telah menyedari   bahawa   Musa   adalah   seorang   yang   benar dan   ia   telah menyia-nyiakan dirinya dengan menentangnya dan berusaha memeranginya. Fir'aun berusaha menunjukkan keimanannya.

"Hingga bila Fir'aun itu hampir tenggelam berkatalah dia: 'Saya percaya bahawa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).'" (QS. Yunus: 90)

Taubat  Fir'aun  tidak  berguna  dan  tidak  diterima;   taubat  yang  justru disampaikan ketika ia menyaksikan azab dan akan memasuki pintu kematian. Jibril berkata kepadanya:

"Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah derhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerosakan." (QS. Yunus: 91)

Yakni, tidak ada taubat bagimu. Sungguh telah selesai waktu taubat bagimu dan  engkau  telah  binasa. Selesailah  urusan  ini  dan  tiadalah  keselamatan
bagimu. Yang selamat hanyalah tubuhmu dan engkau akan dilemparkan oleh ombak ke tepi sehingga tubuhmu sebagai bukti kebesaran Allah s.w.t bagi orang-orang yang hidup sesudahmu:

"Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi peringatan bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami." (QS. Yunus: 92)

Apa yang terjadi pada Fir'aun merupakan sunatullah yang abadi yang terjadi sebagai pelajaran bagi hamba-hamba Allah s.w.t.

Allah s.w.t berfirman:

"Maka tatkala mereka melihat azab Kami, mereka berkata: 'Kami beriman hepada Allah saja dan kami kafir kepada sembahan- sembahan yang telah kami persekutukan dengan Allah.'" (QS. al- Mu'min: 84)

Allah s.w.t menceritakan sikap Fir'aun bersama Musa dalam firman-Nya:

"Dan Kami wahyukan (perintahkan) kepada Musa: 'Pergilah di malam hari dengan membawa hamba-hamba-Ku (Bani Israil), kerana sesungguhnya kamu sekalian akan disusuli. Kemudian Fir'aun mengirimkan orang yang mengumpulkan (tenteranya) ke kota-kota. (Fir'aun berkata): 'Sesungguhnya mereka (Bani Israil) benar-benar golongan kecil-kecil, dan sesungguhnya mereka membuat hal-hal yang menimbulkan amarah kita, dan sesungguhnya kita benar-benar golongan yang selalu berjaga-jaga.' Maka Kami keluarkan Fir'aun dari kaumnya dari taman-taman dan mata air, dan (dari) perbendaharaan dan kedudukan yang mulia, demikianlah halnya dan Kami anugerahkan semuanya (itu) kepada Bani Israil. Maka Fir'aun dan bala tenteranya dapat menyusuli mereka di waktu matahari terbit. Maka setelah kedua  golongan  itu  saling melihat,  berkatalah  pengikut-  pengikut  Musa:
'Sesungguhnya kita benar-benar akan disusul.' Musa menjawab: 'Sekali-kali kita tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku.' Dan di sanalah Kami dekatkan golongan yang lain.   Dan   Kami   selamatkan   Musa   dan   orang-orang   yang   besertanya semuanya. Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain itu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu tanda yang besar
(mukji- zat) dan tetapi adalah kebanyakan mereka tidak beriman. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang." (QS. asy-Syu'ara': 52-68)

Tersingkaplah kejahatan dan kelaliman Fir'aun. Ombak lautan menggiring tubuhnya ke tepi. Kami tidak mengetahui tepi mana yang dimaksud, yang menggiring tubuh seseorang yang mengaku dirinya sebagai tuhan; seseorang yang tidak ada seorang pun yang berani menentangnya. Diduga kuat bahawa ombak menggiring jasadnya ke tepi barat lalu orang-orang Mesir melihatnya dan mengetahui bahawa tuhan mereka yang mereka sembah, yang mereka taati adalah sekadar seseorang yang tidak mampu menjauhkan kematian dari lehernya.
Setelah  itu,  orang-orang  Mesir  mengetahui  kebenaran  secara  sempurna. Al-Quran al-Karim tidak menceritakan kepada kita apa yang mereka perbuat setelah jatuhnya rejim Fir'aun dan setelah tenteranya tenggelam; Al-Quran tidak menceritakan kepada kita bagaimana reaksi mereka setelah Allah s.w.t menghancurkan apa yang diperbuat oleh Fir'aun dan kaumnya dan apa yang mereka bangun; Al-Quran tidak menyinggung semua itu; Al-Quran justru memfokuskan keadaan Musa dan Harun dan bagaimana peristiwa yang dialami Bani Israil bersama kedua nabi itu.

Fir'aun Mesir telah mati. Ia tenggelam di hadapan mata orang-orang Mesir dan Bani Israil. Meskipun ia telah mati, tetapi pengaruhnya tetap membekas pada jiwa orang-orang Mesir dan Bani Israil. Sungguh sangat sulit untuk menghilangkan  pengaruh  kehinaan  yang  sekian  lama  atau  sekian  tahun tertanam dalam jiwa dan kemudian jiwa itu menjadi mulia. Fir'aun telah menanamkan  pada  jiwa  Bani  Israil  sesuatu  yang  akan  kita ketahui  dari ayat-ayat Al-Quran. Fir'aun telah membiasakan mereka untuk mendapatkan kehinaan. Fir'aun telah menghancurkan jiwa mereka dari dalam. Fir'aun telah merosak suasana rohani mereka yang bersih. Fir'aun telah merosak fitrah mereka sehingga mereka menyeksa Musa dan menyakiti Musa dengan sikap penentangan dan kebodohan.

Mukjizat pembelahan lautan masih segar di fikiran mereka. Pasir-pasir laut yang basah masih membekas dan masih terdapat dalam sandal- sandal Bani Israil  ketika  mereka  lewat  di  depan  kaum  yang  menyembah berhala. Seharusnya mereka menampakkan kemarahan mereka atas kelaliman terhadap akal, dan mereka memuji kepada Allah s.w.t kerana mereka mendapatkan petunjuk pada jalan keimanan dan kebenaran. Tetapi mereka justru menoleh
kepada Musa dan meminta kepadanya agar menjadikan tuhan lain bagi mereka yang dapat mereka sembah seperti orang-orang itu. Mereka merasa cemburu ketika melihat orang-orang yang menyembah berhala itu dan mereka pun menginginkan hal yang sama. Mereka merasakan kerinduan kepada hari-hari syirik yang lalu yang mereka dapati di bawah naungan Fir'aun.  Nabi Musa mengetahui betapa bodohnya mereka.

Allah s.w.t berfirman:

"Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai pada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani Israil berkata: 'Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana   mereka   mempunyai   beberapa   tuhan   (berhala).'   Musa menjawab: 'Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat  Tuhan).'  Sesungguhnya  mereka  itu akan  dihancurkan kepercayaan  yang  dianutnya  dan  akan  batal  apa  yang  selalu  mereka kerjakan. Musa menjawab: 'Patutkah aku mencari Tuhan untuk kamu yang selain  daripada  Allah,  padahal  Dialah yang  telah  melebihkan  kamu  atas segala  umat.  Dan (ingatlah hai Bani  Israil),  ketika Kami menyelamatkan kamu dari (Fir'aun) dan kaumnya, yang mengazab kamu dengan azab yang sangat jahat, yaitu mereka membunuh anak-anak lelakimu dan membiarkan hidup wanita-wanitamu. Dan pada yang demikian itu cubaan yang besar dari Tuhanmu. " (QS. al-A'raf: 138-141)

Musa berjalan bersama kaumnya di Saina', yaitu suatu gurun yang di dalamnya terdapat pohon yang dapat melindungi dari sengatan matahari dan di dalamnya terdapat makanan dan air. Kemudian rahmat Allah s.w.t turun kepada mereka di mana mereka mendapatkan al-Manna dan Salwa dan mereka dinaungi oleh awan. Al-Manna adalah makanan yang rasanya mendekati manis dan ia dihasilkan   oleh  sebahagian  pohon-pohon yang  berbuah   di   mana   angin membawa kepada mereka rasa demikian ini dari daun-daun pohon. Allah s.w.t juga mengirim kepada mereka as-Salwa, yaitu salah satu burung yang bernama as-Saman.

Ketika mereka merasakan kehausan yang sangat saat di Saina' tidak ada setitis air pun maka Nabi Musa memukulkan dengan tongkatnya kepada batu sehingga batu itu memancarkan dua belas mata air. Bani Israil terbagi menjadi dua belas cucu maka Allah s.w.t mengirim air tersebut kepada setiap kelompok. Meskipun mereka mendapatkan kemuliaan dan kehormatan yang sedemikian rupa, tetapi lagi-lagi jiwa mereka yang sakit tidak dapat menyedarkan mereka
untuk mensyukuri nikmat-nikmat ini. Mereka justru mendebat Nabi Musa dan mengatakan bahawa mereka bosan dengan makanan ini dan mereka ingin memiliki bawang merah dan bawang putih serta kacang-kacangan. Semua makanan ini adalah makanan tradisional Mesir. Bani Israil meminta kepada Nabi mereka untuk berdoa kepada Allah s.w.t dan mengeluarkan dari bumi makanan- makanan ini. Nabi Musa melihat bahawa mereka menganiaya diri mereka sendiri, dan Nabi Musa menyedari betapa mereka merindukan kehinaan mereka saat mereka bersama Fir'aun. Mereka berani menolak makanan- makanan yang baik dan makanan-makanan yang mulia, dan sebagai gantinya, mereka malah menginginkan makanan-makanan yang rendah mutunya. Allah s.w.t berfirman:

"Dan ingatlah ketika kamu berkata: 'Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu, mohon-kanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu: 'Sayur-sayuran, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya.' Musa berkata: 'Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta.' Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) kerana mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikianlah itu (terjadi) kerana mereka selalu berbuat derhaka dan melampaui batas. "(QS. al-Baqarah: 61)

Nabi Musa berjalan bersama kaumnya menuju Baitul Maqdis. Nabi Musa memerintahkan kaumnya untuk memasukinya dan memerangi siapa pun yang ada  di  dalamnya serta  berusaha menguasai tempat  itu. Demikianlah  telah datang ujian terakhir kepada mereka setelah mereka menyaksikan mukjizat dan ayat-ayat Allah s.w.t serta hal-hal yang luar biasa. Telah datang saat ujian kepada mereka untuk berperang - kerana mereka sebagai orang-orang mukmin
- melawan kaum penyembah berhala. Namun kaum Nabi Musa menolak untuk memasuki tanah suci. Nabi Musa berusaha menyedarkan mereka dengan menceritakan bagaimana nikmat Allah s.w.t yang turun kepada mereka; bagaimana Allah s.w.t menjadikan di tengah-tengah mereka para nabi dan menjadikan mereka raja-raja yang mewarisi kerajaan Fir'aun; dan bagaimana mereka diberi suatu kekayaan dan anugerah yang tidak dapat didapatkan oleh seseorang pun di dalam dunia.
Kaum Nabi Musa takut kepada peperangan dan beralasan bahawa di dalamnya terdapat  kaum yang perkasa dan mereka tidak akan  masuk ke tanah  suci sehingga   orang-orang   yang   kuat   itu   keluar   darinya.   Kitab-kitab   kuno mengatakan bahawa mereka keluar dalam jumlah enam ratus ribu. Nabi Musa tidak dapat mendapatkan seseorang pun di antara mereka yang siap melakukan peperangan kecuali dua orang. Kedua orang ini berusaha untuk menyedarkan kaum agar mereka memasuki tanah suci itu dan berperang. Mereka berdua berkata: "Sungguh hanya sekadar kalian memasuki pintu darinya maka kalian akan mendapatkan kemenangan." Tetapi Bani Israil menampakkan ketakutan dan tubuh mereka tampak gementar.

Pada kali yang lain - sesuai dengan tabiat mereka - mereka merindukan menyembah  berhala  ketika  melihat ada  kaum  yang  menyembah  berhala. Mereka telah rosak dan mereka telah kalah dari dalam diri mereka; mereka telah biasa mendapatkan kehinaan sehingga mereka tidak mampu berperang. Yang tersisa hanyalah, mereka mampu untuk bersikap tidak sopan pada Nabi Musa as dan kepada Tuhannya. Kaum Nabi Musa berkata kepadanya dalam kalimat yang terkenal:

"Pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja." (QS. al-Maidah: 24)

Mereka mengucapkan kata-kata tersebut dengan lantang dan jelas serta tanpa rasa malu. Nabi Musa mengetahui bahawa kaumnya sangat jauh dari kebaikan. Fir'aun telah mati tetapi pengaruhnya tetap tertanam dalam jiwa mereka di mana untuk mengubatinya memerlukan waktu yang lama. Nabi Musa kembali kepada Tuhannya dan memberitahu-Nya bahawa ia tidak memiliki sesuatu pun kecuali dirinya dan saudaranya. Nabi Musa berdoa buruk kepada kaumnya agar Allah s.w.t memisahkan antara dirinya dan mereka. Allah s.w.t menurunkan keputusan-Nya kepada generasi ini yang telah rosak fitrahnya. Yaitu keputusan yang berupa: mereka disesatkan selama empat puluh tahun sehingga generasi ini mati atau mereka mencapai usia senja dan kemudian akan lahir generasi yang baru; generasi yang belum rosak jiwanya dan mereka akan dapat berperang dan memperoleh kemenangan.

Allah s.w.t berfirman:

"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: 'Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan
dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikannya kepadamu apa yang   belum   pernah   diberikan-Nya   kepada   seseorang   pun   di   antara umat-umat yang lain.' Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (kerana takut kepada musuh) maka kamu menjadi orang-orang yang rugi. Mereka berkata: 'Hai Musa, sesungguhnya di dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar darinya. Jika mereka keluar darinya, pasti kami akan memasukinya.' Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: 'Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya nescaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaklah kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.' Mereka    berkata:    'Hai    Musa,    kami    sekali-kali    tidak    memasukinya selama-lamanya selagi mereka ada di dalamnya, kerana itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.' Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, aku tidak menguasai  kecuali  diriku  sendiri  dan  saudaraku.  Sebab  itu  pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu. 'Allah berfirman: '(Jika demikian), maha sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu." (QS. al-Maidah: 20-26)

Dimulailah  hari-hari  kesesatan.  Mereka  melewati  tempat  yang  tertutup. Mereka  memulai  dari  tempat yang  mereka  akhiri  dan  sebaliknya.  Alhasil, mereka berjalan tanpa tujuan sepanjang siang-malam, pagi-sore. Mereka memasuki daratan di daerah Saina'. Nabi Musa kembali ke tempat yang beliau bertemu di dalamnya untuk pertama kalinya dengan kalimat- kalimat Allah s.w.t. Bani Israil turun dari at-Thur, dan Nabi Musa mendaki gunung sendirian. Di sana diturunkan Taurat dan Tuhannya berdialog dengannya. Sebelum Nabi Musa naik untuk bertemu dengan Tuhannya, ia menjadikan saudaranya, Harun, sebagai khalifahnya untuk kaumnya. Harun diangkatnya sebagai wakilnya yang bertanggungjawab untuk mengurus kaumnya. Dan Musa pun pergi menuju Tuhannya.

Allah s.w.t berfirman:

"Dan telah Kami jadikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan
sepuluh (malam lagi), maka sempurnakanlah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: 'Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerosakan'" (QS. al-A'raf: 142)

Orang-orang dahulu mengatakan bahawa Nabi Musa berpuasa selama tiga puluh hari  sepanjang  malam 
dan  siang  tanpa  mencecah  makanan  sedikit  pun kemudian Nabi Musa tidak ingin untuk berdialog kepada Tuhannya sementara mulutnya dalam keadaan seperti mulut orang yang berpuasa. Lalu beliau memakan sedikit dari tanaman bumi dan beliau mengunyahnya. Tuhannya berkata kepadanya: "Mengapa engkau berbuka?" Musa menjawab: "Ya Tuhanku, aku tidak ingin berbicara denganmu kecuali mulutku dalam keadaan baik baunya."  Allah  s.w.t  menjawab: "Tidakkah  engkau  mengetahui  wahai  Musa bahawa mulut orang yang berpuasa di sisi-Ku lebih baik daripada bau misik. Kembalilah   engkau   berpuasa selama   sepuluh   hari   kemudian   datanglah kepada-Ku." Nabi Musa as pun melaksanakan perintah-Nya.

Kami tidak mengetahui secara pasti, mengapa Nabi Musa berpuasa selama empat puluh malam, bukan tiga puluh hari. Yang kita ketahui bahawa Allah s.w.t menambah sepuluh hari yang lain. Setelah itu, turunlah Taurat; turunlah kepadanya sepuluh wasiat:

1. Perintah untuk hanya menyembah kepada Allah s.w.t dan tidak menyekutukan-Nya.
2. Larangan untuk bersumpah bohong atas nama Allah s.w.t.
3. Menjaga kehormatan pada hari Sabtu. Dengan pengertian, memfokuskan hari Sabtu sebagai hari ibadah.
4. Perintah untuk menghormati ayah dan ibu.
5. menyedari bahawa Allah s.w.t yang dapat memberi dan membagi.
6. Janganlah engkau membunuh.
7. Janganlah engkau berzina.
8. Janganlah engkau mencuri.
9. Janganlah memberikan kesaksian yang palsu.
10. Jangan engkau merasa tertipu atau terpikat kepada rumah temanmu atau Isterinya atau budaknya atau sapinya atau keledainya.

Para ulama salaf mengatakan bahawa kandungan sepuluh wasiat ini telah terdapat dalam dua ayat dalam Al-Quran, yaitu dalam firman-Nya:

"Katakanlah: 'Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua ibu dan bapakmu, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu kerana takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang tampak di antaranya mahupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.' Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahaminya. Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakan takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan dengan kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat. " (QS. al-An'am: 151- 152)

Allah s.w.t menceritakan kepada kita bagaimana keadaan Musa ketika ia pergi untuk menemui janji dengan Tuhannya. Musa ketika berpuasa selama empat puluh malam bermaksud untuk lebih mendekat kepada Tuhannya. Ketika Allah s.w.t  berdialog  dengannya,  maka  Musa  merasakan  cinta  yang  semakin bergelora kepada Tuhannya. Kami tidak mengetahui perasaan apa yang ada di hati  Musa  ketika  ia meminta  kepada  Tuhannya  agar  dapat  melihatnya. Seringkali cinta yang ada di dalam manusia mendorong dirinya untuk meminta sesuatu yang mustahil. Lalu bagaimana bayangan Anda terhadap cinta yang berhubungan dengan cinta kepada Allah s.w.t. Ia adalah hakikat cinta. Kedalaman perasaan Nabi Musa kepada Tuhannya dan kecintaannya kepada sang Pencipta, semua ini mendorongnya untuk meminta kepada Allah s.w.t agar dapat melihatnya.

Allah s.w.t berfirman:

"Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: 'Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau.'" (QS. al- A'raf: 143)

Demikianlah  dorongan  cinta  dari  para  pencinta  sejati.  Musa  bertanya  dan meminta kepada Tuhannya sesuatu yang menakjubkan tetapi Allah s.w.t menjawabnya:

"Tuhan berfirman: 'Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku." (QS. al-A'raf: 143)

Seandainya  Allah  s.w.t  hanya  mengatakan  demikian  maka  ini  pun  sebagai bentuk keadilan dari-Nya, tetapi keadaan di sini adalah keadaan cinta Ilahi dari Musa. Dorongan cinta yang dibalas dengan dorongan cinta. Demikianlah Nabi Musa mendapatkan rahmat dari Tuhannya. Allah s.w.t memberitahunya bahawa ia tidak akan mampu melihat-Nya kerana tak satu pun dari makhluk yang tidak dapat "menangkap cahaya" dari Allah s.w.t. Allah s.w.t memerintahkannya agar melihat gunung, dan jika gunung itu masih menetap di tempatnya maka ia akan dapat melihat Tuhannya.

Allah s.w.t berfirman:

"Tetapi  lihatlah ke bukit  itu,  maka jika ia  tetap di  tempatnya  (sebagai sediakala) nescaya kamu dapat melihat-Ku. Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pengsan. (QS. al-A'raf: 143)

Tiada seorang pun yang dapat "menangkap" cahaya Allah s.w.t. Nabi Musa mengetahui hakikat ini dan menyaksikan sendiri. Ash'aq adalah al-Maut (kematian) atau al-Ighma' (keadaan tidak sedarkan diri atau pengsan). Kami tidak mengetahui bagaimana keadaan yang dialami Nabi Musa ketika ia kehilangan kehidupannya atau kesedarannya.

"Maka setelah Musa sedar kembali, dia berkata: 'Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman.'" (QS. al-A'raf: 143)

Para mufasir klasik cukup serius meneliti dan memperbincangkan ayat- ayat ini. Misalnya, mereka bertanya-tanya: bagaimana Nabi Musa meminta kepada Allah s.w.t agar dapat melihat-Nya, padahal ia tahu bahawa itu adalah hal yang tidak mungkin atau mustahil. Mereka berselisih pendapat dalam hal itu
dan saling adu argumentasi. Mu'tazilah memiliki pendapat yang lain dan Ahlusunah pun memiliki pendapat yang lain lagi. Pokok pembicaraan semuanya berkisar pada: bagaimana seorang nabi tidak mengetahui - padahal ia adalah makhluk Allah s.w.t yang paling dekat dengan-Nya - bahawa melihat Allah s.w.t adalah hal yang sangat mustahil?

Kami kira bahawa sikap Nabi Musa tersebut menggambarkan puncak cinta dan kedalaman dari hatinya, yang ini merupakan gambaran yang tinggi dari sejarah yang dilalui oleh Nabi Musa. Kita sekarang berada di hadapan puncak cinta kepada Allah s.w.t. Dan seorang pencinta tidak menginginkan selain melihat "wajah" kekasihnya. Menurut logik akal bahawa melihat Allah s.w.t adalah hal yang mustahil, tetapi kapan cinta pernah peduli dengan logik itu. Nabi Musa terdorong untuk mendapatkan pengalaman baru yaitu suatu pengalaman yang kayaknya  ia sengaja melakukannya untuk mewakili  kita  semua.  Nabi  Musa nekad dan mendorong kita untuk meminta. Ia lebih dahulu merasakan keadaan tidak sedarkan diri dan ia telah membuktikan kepada kita dengan tubuhnya yang mulia dan rohnya yang suci bahawa tak seorang pun dapat "menangkap" cahaya Allah s.w.t. Nabi Musa dalam keadaan tak sedarkan diri lalu ketika bangun ia memuja-muja Allah s.w.t dan bertaubat serta meminta ampun kepadaNya:

"Dia  berkata:  'Maha  Suci  Engkau,  aku  bertaubat  kepada  Engkau.'"  (QS. al-A'raf: 143)

Mengapa Nabi Musa bertaubat? Orang-orang sufi berkata: Ia bertaubat dari dorongan cinta yang besar di mana ia meminta sesuatu yang mustahil, padahal ia menyedari itu adalah mustahil. Ini adalah tafsiran yang memuaskan yang didukung    oleh    konteks    ayat-ayat    tersebut.    Perhatikanlah    ayat-ayat (tanda-kebesaran) Allah s.w.t dan bagaimana Dia mengingatkan Musa terhadap apa-apa yang diterimanya dari berbagai macam nikmat. Allah s.w.t berkata kepada Musa:

"Hai Musa, sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku. Sebab itu, berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur. Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran  dan  penjelasan  bagi  segala sesuatu;  maka  (Kami  berfirman):
'Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada   (perintah-perintahnya)   dengan   sebaik-baiknya.'"   (QS.   al-A'raf: 144-145)

Ahli tafsir memperhatikan firman Allah s.w.t kepada Musa: "Sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku."

Kemudian dilakukanlah perbandingan antara Nabi Musa dan nabi-nabi yang lain. Dikatakan bahawa pemilihan ini dikhususkan hanya kepadanya dan di zamannya  saja,  dan  tidak  berlaku  di  zaman sebelumnya  kerana  ada  Nabi Ibrahim di zaman itu, sedangkan Nabi Ibrahim lebih baik dari Nabi Musa. Begitu juga pemilihan ini tidak berlaku pada zaman setelahnya kerana ada Nabi Muhammad bin Abdullah saw dan ia lebih baik dari mereka berdua.

Kami ingin menghindari perdebatan ini, bukan kerana kami percaya bahawa semua nabi sama. Memang Allah s.w.t memberitahu kita bahawa Dia mengutamakan sebahagian nabi atau sebahagian yang lain dan mengangkat darjat sebahagian mereka atau sebahagian yang lain, tetapi pengutamaan ini adalah  hal  yang tidak  boleh  kita  sentuh.  Hendaklah  kita  beriman  kepada seluruh nabi dan kita harus menunjukkan penghormatan kita kepada mereka semua.     Adalah     bukan     hal     yang     sopan     jika     kita     mencuba membanding-bandingkan di antara para nabi. Yang utama adalah, hendaklah kita meyakini dan mengimani mereka semua. Akhirnya, selesailah perjumpaan Musa dengan Tuhannya. Kemudian Nabi Musa kembali kepada kaumnya dalam keadaan marah dan jengkel. Di alam wujud tidak ada seorang manusia yang memiliki kelembutan dan kerelaan hati yang begitu besar seperti Nabi Musa, tetapi ia diberitahu oleh Tuhannya bahawa kaumnya telah menyimpang dari jalannya.  Oleh  kerana  itu,  ia  kembali  dalam  keadaan marah  dan  jengkel kepada mereka. Allah s.w.t berfirman:

"Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa? Berkata Musa: 'Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepada-Mu, ya Tuhanku, agar supaya Engkau redha (kepadaku). Allah berfirman: 'Maka sesungguhnya, Kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri. Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. " (QS. Thaha: 83-86)

Musa turun dari gunung dan membawa papan Taurat. Rasa-rasanya hatinya mendidih dan jengkel. Kita dapat membayangkan bagaimana emosi yang membakar  Nabi  Musa  saat  ia  mengayunkan  langkahnya menuju  kaumnya.
Betapa tidak, belum lama Nabi Musa meninggalkan kaumnya dan menemui Tuhannya, mereka mendapatkan fitnah melalui Samiri. Fitnah ini adalah, bahawa Bani Israil - ketika keluar dari Mesir - membawa banyak dari harta perhiasan orang-orang Mesir dan emas-emas mereka. Mereka mengambilnya untuk mereka memanfaatkan dalam pesta perayaan mereka. Kemudian mereka selamat kerana mukjizat pembelahan lautan di mana lautan menenggelamkan Fir'aun dan tenteranya sehingga harta mereka yang berupa emas dimiliki oleh Bani Israil.

Harun mengetahui bahawa emas tersebut bukan milik mereka lalu Harun memintanya dari mereka dan menimbunnya di tanah. Bani Israil tidak memerlukannya kerana saat ini mereka sedang tersesat. Mereka berjalan di tengah-tengah gurun sehingga tidak bermanfaat bagi mereka emas- emas itu. Harun, saudara kandung Musa, menggali tanah dan meletakkan emas-emas itu lalu menimbunkan di atasnya tanah. Samiri melihat apa yang dilakukan oleh Harun. Setelah itu, dia mengeluarkannya dan membuat sebuah patung sapi yang  menyerupai  sapi  Ibis  sesembahan  orang-orang  Mesir.  Samiri  adalah seorang pemahat yang mahir. Dia mampu membuat anak sapi yang menarik di mana ketika dia meletakkannya di arah angin maka akan masuk darinya udara dari celah bahagian belakangnya lalu keluar dari hidungnya. Samiri membuat suara yang menyerupai suara sapi yang sebenamya.

Konon, rahsia kehebatan sapi ini adalah kerana Samiri telah mengambil segenggam tanah yang dilalui Jibril ketika ia turun ke bumi dalam peristiwa mukjizat pembelahan laut. Yakni Samiri melihat sesuatu yang tidak dilihat oleh kaum Nabi Musa. Kemudian dia mengambil segenggam tanah dari bekas yang dilalui seorang utusan (Jibril) dan meletakkannya bersama emas. Samiri membuat darinya anak sapi. Jibril as tidak berjalan di atas sesuatu kecuali sesuatu itu menjadi hidup. Ketika Samiri menambahkan tanah itu ke emas lalu membuat darinya anak sapi maka anak sapi itu dapat bersuara seperti anak sapi yang sebenarnya. Demikianlah kisah Samiri. Kita mengetahui sekarang bahawa jika tanah ditambahkan ke emas dan melebur maka tanah itu akan terpisah  dari  emas  dan  akan  meninggalkan  bekas  (lubang)  di  tempat terpisahnya itu. Diduga kuat bahawa Samiri menggunakan tanah itu seperti tanah yang lain dalam usaha untuk mengeringkan bahagian dalam dari anak sapi di mana patung itu berubah menjadi patung yang mempunyai suara.

Setelah itu, Samiri keluar menemui Bani Israil dengan membawa apa yang dibuatnya. Mereka bertanya kepadanya: "Apa ini, hai Samiri?" Ia menjawab: "Ini adalah tuhan kalian dan tuhan Musa." Mereka berkata: "Bukankah Musa sedang
menemui Tuhannya?" Samiri menjawab: "Musa telah lupa ia pergi untuk menemui  tuhannya  di  sana, padahal  sebenarnya  tuhannya  ada  di  sini." Akhirnya, Bani Israil menyembah anak sapi ini.

Barangkali pembaca akan merasa hairan terhadap fitnah ini. Bagaimana akal kaum itu dapat tunduk sampai pada keadaan seperti ini? Bukankah mereka telah menyaksikan mukjizat yang besar? Bagaimana mereka dengan mudah menyembah berhala? Kebingungan tersebut segera hilang ketika kita lihat keadaan kejiwaan kaum yang menyembah anak sapi itu. Mereka telah terdidik di Mesir pada saat mereka menyembah berhala dan sangat mengkultuskan anak sapi Ibis. Mereka terdidik di bawah kehinaan dan perbudakan sehingga jiwa mereka menjadi ternoda dan fitrah mereka menjadi tercemar. Mereka menyaksikan   mukjizat-mukjizat   dari   Allah   s.w.t   tetapi   mukjizat   itu berbenturan dengan jiwa-jiwa yang putus asa. Mukjizat ini tidak mampu memuaskan mereka untuk mempercayai kebenaran. Mereka masih saja dihinggapi keinginan untuk menyembah berhala. Mereka adalah para penyembah berhala seperti tokoh-tokoh Mesir yang dahulu. Oleh kerana itu, mereka menyembah anak sapi. Sikap mereka ini tidak terlalu mengagetkan kita. Sebab, setelah mereka menyaksikan mukjizat pembelahan lautan, mereka melihat suatu kaum yang menyembah berhala, lalu mereka minta kepada Nabi Musa agar menjadikan tuhan bagi mereka seperti kaum yang menyembah berhala itu.

Jadi, masalahnya adalah masalah klasik. Pada hakikatnya, hasrat untuk menyembah  berhala  bererti menyembah  berhala  itu  sendiri.  Apa  yang dilakukan Samiri adalah, ia memanfaatkan kerinduan kaum untuk menyembah berhala.  Kemudian  Samiri  memilih  agar  anak  sapi  yang  diciptakannya berbentuk emas kerana ia mengetahui bahawa umumnya Bani Israil lemah (mudah terpedaya) pada emas. Akhirnya, fitnah yang ditimbulkan oleh Samiri tersebar di sana sini. Harun sangat terpukul ketika mengetahui Bani Israil menyembah anak sapi dari emas. Mereka terbagi menjadi dua kelompok: minoriti dari mereka beriman dan mengetahui bahawa ini adalah tipu daya dan kebohongan semata, sedangkan majoriti mereka mengingkari Harun dan tetap melampiaskan kerinduan mereka untuk menyembah berhala. Harun berdiri di tengah- tengah kaumnya dan mulai menasihati mereka. Ia berkata kepada mereka: "Sesungguhnya kalian tertipu dengannya. Ini adalah fitnah (godaan). Samiri telah memanfaatkan kebodohan kalian dengan menciptakan anak sapi itu. Lembu itu bukan tuhan kalian dan bukan juga tuhan Musa:
"Sesungguhnya Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka ikutilah ahu dan taatilah perintahku." (QS. Thaha: 90)

Para penyembah anak sapi menolak nasihat Harun. Kelompok orang- orang yang bodoh itu tidak mahu lagi menerima nasihat. Harun kembali memperingatkan mereka dan menceritakan kembali kepada mereka bagaimana mukjizat-mukjizat Allah s.w.t dapat menyelamatkan mereka, dan bagaimana Allah s.w.t memuliakan dan menjaga mereka. Tetapi mereka menutup telinga dan menolak segala nasihatnya. Mereka justru melemahkan posisi Harun dan nyaris saja membunuhnya. Adalah jelas bahawa Harun lebih lemah daripada Musa, sehingga para kaum tidak takut lagi. Harun khuatir jika ia menggunakan kekuatan  dan menghancurkan  berhala-berhala  yang  mereka  sembah,  maka akan terjadi fitnah di tengah-tengah kaum dan akan tercipta perang saudara. Akhirnya, Harun memilih untuk menunda hal itu sampai kedatangan Musa. Harun mengetahui bahawa Musa seorang yang kuat yang mampu mengatasi fitnah ini tanpa harus menumpahkan darah. Sementara itu, Bani Israil terus menari di sekitar anak sapi. Samiri - mudah-mudahan Allah s.w.t melaknatnya - adalah  penyebab  fitnah  ini,  dan  ia  menari-nari  serta  berputar-putar  di sekeliling berhala.

Al-Qurthubi dalam tafsirnya pada juz kesebelas menyebutkan fitnah yang timbulkan  oleh  Samiri.  Qurthubi berkata:  "Imam  Abu  Bakar  at-Thurthusi ditanya: "Apa yang dikatakan oleh pemimpin kita al-Faqih tentang kelompok lelaki   yang   memperbanyak   zikrullah   dan   menyebut   Muhammad   saw. Sebahagian mereka menari-nari sehingga pengsan. Mereka menghadirkan sesuatu dan memakannya. Apakah hadir bersama mereka boleh atau tidak? Berilah   kami   fatwa,   mudah-mudahan   engkau   diberi   pahala."   Qurthubi menjawab pertanyaan ini dengan menukil penjelasan gurunya: "Mazhab sufi (yang   beliau   maksudkan   adalah   orang-orang   yang   menari-nari   yang dipraktikkan oleh sebahagian aliran sufi untuk mengekspresikan zikir) berdasarkan kebodohan dan kesesatan serta sesuatu yang sia-sia. Islam hanya berdasarkan Kitab Allah s.w.t dan sunah Rasul-Nya. Praktik tari-tarian seperti itu adalah sesuatu yang pertama kali diciptakan oleh pengikut-pengikut Samiri ketika   mereka   menjadikan   anak   sapi   sebagai   tuhan   mereka.   Mereka menari-nari di sekitarnya dan berkumpul di situ. Itu adalah agama kekufuran dan penyembahan terhadap anak sapi."

Nabi saw duduk bersama sahabatnya dan seakan-akan di atas kepala mereka terdapat burung, kerana saking hormatnya mereka terhadap beliau. Hendaklah penguasa dan wakilnya mencegah orang-orang itu untuk hadir di masjid dan
selainnya. Dan tidak diperkenankan bagi seorang pun yang beriman kepada Allah s.w.t dan hari kemudian untuk hadir bersama orang-orang itu atau membantu kebatilan mereka. Ini adalah pendapat mazhab Malik, Abu Hanifah, Syafi'i, Ahmad bin Hambal, dan lain-lain dari para imam kaum Muslim.

Demikianlah pernyataan al-Qurthubi berkaitan dengan masalah tersebut. Anda dapat membayangkan sejauh mana kecemerlangan fikirannya dan sejauh mana ketakwaannya. Selanjutnya, kita kembali kepada kisah Nabi Musa. Nabi Musa turun dari gunung untuk kembali menemui kaumnya. Kemudian ia mendengar teriakan kaum saat mereka menari-nari di sekitar anak sapi. Kaum itu berhenti ketika melihat Nabi Musa muncul di depan mereka. Dan tiba-tiba keheningan menyelimuti mereka. Nabi Musa berteriak dan berkata:

"Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati, berkatalah dia: 'Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku!'" (QS. al-A'raf: 150)

Musa berjalan menuju ke Harun, lalu ia meletakkan papan Taurat dengan tangannya di atas tanah. Tampaknya api kemarahan telah membakamya. Musa memegang Harun dari rambut kepalanya sampai rambut janggutnya sambil berkata:

"Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat, (sehingga) kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja) menderhakai perintahku?" (QS. Thaha: 92-93)

Musa bertanya, "Apakah Harun tidak mentaati perintahnya, bagaimana ia mendiamkan fitnah ini; bagaimana ia tetap bersama mereka dan tidak meninggalkan mereka serta berlepas diri dari perbuatan mereka; bagaimana ia tetap diam dan tidak berusaha melawan mereka, bukankah orang yang diam atau membiarkan suatu kesalahan itu bertanda bahawa ia merestuinya atau bahagian dari kesalahan itu?" Keheningan semakin meningkat ketika gelora api kemarahan  Musa  semakin  membara.  Harun  berbicara  kepada  Musa  dan meminta kepadanya untuk melepaskan kepalanya dan janggutnya kerana mereka berdua berasal dari ibu yang satu. Harun mengingatkan Musa akan kedekatan hubungannya melalui ibu, bukan melalui ayah agar hal itu lebih dapat membuat Musa merasa kasihan kepadanya:
"Harun menjawab: 'Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku.'" (QS. Thaha: 94)

Harun  memberi  pengertian  kepada  Musa  bahawa  ia  sama  sekali  tidak bermaksud menentang perintahnya, dan ia pun tidak menunjukkan sikap merestui  penyembahan  anak  sapi,  tetapi  ia  khuatir  jika ia  meninggalkan mereka  dan  pergi  lalu  Musa bertanya kepadanya,  mengapa  ia  tidak  tetap tinggal bersama mereka? Mengapa seorang yang bertanggungjawab kepada mereka justru meninggalkan mereka? Di samping itu, ia juga khuatir jika ia memerangi mereka dengan kekerasan maka terjadi peperangan di antara mereka.   Lalu   Musa   akan   bertanya   kepadanya,   mengapa   ia   membikin perpecahan di antara mereka dan mengapa ia tidak menunggu kembalinya Musa :

NABI MUSA a.s. DENGAN 'AUJ BIN UNUQ

'Auj  bin  Unuq  adalah  manusia  yang  berumur  sehingga  4,500  tahun.  Tinggi  tubuh badannya di waktu berdiri adalah seperti ketinggian air yang dapat menenggelamkan negeri pada zaman Nabi Nuh a.s. Ketinggian air tersebut tidak dapat melebihi lututnya. Ada yang mengatakan bahawa dia tinggal di gunung. Apabila dia merasa lapar, dia akan menghulurkan tangannya ke dasar laut untuk menangkap ikan kemudian memanggangnya dengan panas matahari. Apabila dia marah atas sesebuah negeri, maka dia akan mengencingi negeri tersebut hinggalah penduduk negeri itu tenggelam di dalam air kencingnya.

Apabila Nabi Musa bersama kaumnya tersesat di kebun teh, maka 'Auj bermaksud untuk membinasakan   Nabi   Musa   bersama  kaumnya  itu.   Kemudian   'Auj   datang  untuk memeriksa tempat kediaman askar Nabi Musa a.s., maka dia mendapati beberapa tempat kediaman  askar  Nabi  Musa  itu  tidak  jauh  dari tempatnya.  Kemudian  dia  mencabut gunung-gunung yang ada di sekitarnya dan diletakkan di atas kepalanya supaya mudah untuk dicampakkan kepada askar-askar Nabi Musa a.s.

Sebelum sempat 'Auj mencampakkan gunung-gunung yang dijunjung di atas kepalanya kepada askar-askar Nabi Musa a.s, Allah telah mengutuskan burung hud-hud dengan membawa batu berlian dan meletakkannya di atas gunung yang dijunjung oleh 'Auj. Dengan kekuasaan Allah, berlian tersebut menembusi gunung yang dijunjung oleh 'Auj sehinggalah sampai ke tengkuknya. 'Auj tidak sanggup menghilangkan berlian itu, akhirnya 'Auj binasa disebabkan batu berlian itu.
Dikatakan bahawa ketinggian Nabi Musa a.s adalah empat puluh hasta dan panjang tongkatnya juga empat puluh hasta dan memukulkan tongkatnya kepada 'Auj tepat mengenai mata dan kakinya. Ketika itu jatuhlah 'Auj dengan kehendak Allah S.W.T dan akhirnya tidak dapat lari daripada kematian sekalipun badannya tinggi serta memiliki kekuatan yang hebat.

NABI MUSA a.s. BERMUNAJAT DENGAN ALLAH

Menurut riwayat sementara ahli tafsir, bahawasanya tatkala Nabi Musa berada di Mesir, ia telah berjanji kepada kaumnya akan memberi mereka sebuah kitab suci yang dapat digunakan sebagai pedoman hidup yang akan memberi bimbingan dan sebagai tuntunan bagaimana cara mereka bergaul dan bermuamalah dengan sesama manusia dan bagaimana mereka harus melakukan persembahan dan ibadah mereka kepada Allah. Di dalam kitab suci itu mereka akan dapat petunjuk akan hal-hal yang halal dan haram, perbuatan yang baik yang diredhai oleh Allah di samping perbuatan-perbuatan yang mungkar yang dapat mengakibatkan dosa dan murkanya Tuhan.

Maka setelah perjuangan menghadapi Fir'aun dan kaumnya yang telah tenggelam binasa di laut, selesai, Nabi Musa memohon kepada Allah agar diberinya sebuah kitab suci untuk menjadi pedoman dakwah dan risalahnya kepada kaumnya. Lalu Allah memerintahkan kepadanya agar untuk itu ia berpuasa selama tiga puluh hari penuh, iaitu semasa bulan Zulkaedah. Kemudian pergi ke Bukit Thur Sina di mana ia akan diberi kesempatan bermunajat dengan Tuhan serta menerima kitab penuntun yang diminta.

Setelah berpuasa selama tiga puluh hari penuh dan tiba saat ia harus menghadap kepada Allah di atas bukit Thur Sina Nabi Musa merasa segan akan bermunajat dengan Tuhannya dalam keadaan mulutnya berbau kurang sedap akibat puasanya. Maka ia menggosokkan giginya dan mengunyah daun-daunan dalam usahanya menghilangkan bau mulutnya. Ia ditegur oleh malaikat yang datang kepadanya atas perintah Allah. Berkatalah malaikat itu kepadanya: "Hai Musa, mengapakah engkau harus menggosokkan gigimu untuk menghilangkan bau mulutmu yang menurut anggapanmu kurang sedap, padahal bau mulutmu dan mulut orang-orang yang berpuasa bagi kami adalah lebih sedap dan lebih wangi dari baunya kasturi. Maka akibat tindakanmu itu, Allah memerintahkan kepadamu berpuasa lagi selama sepuluh hari sehingga menjadi lengkaplah masa puasamu sepanjang empat puluh hari."

Nabi Musa mengajak tujuh puluh orang yang telah dipilih di antara pengikutnya untuk menyertainya  ke  bukit Thur  Sina  dan  mengangkat  Nabi  Harun  sebagai  wakilnya
mengurus serta memimpin kaum yang ditinggalkan selama kepergiannya ke tempat bermunajat itu.
Pada saat yang telah ditentukan tibalah Nabi Musa seorang diri di bukit Thur Sina
mendahului tujuh puluh orang yang diajaknya turut serta. Dan ketika ia ditanya oleh Allah: "Mengapa engkau datang seorang diri mendahului kaummu, hai Musa?" Ia menjawab:  "Mereka  sedang  menyusul  di belakangku,  wahai  Tuhanku.  Aku cepat-cepat datang lebih dahulu untuk mencapai redha-Mu."

Berkatalah Musa dalam munajatnya dengan Allah: "Wahai Tuhanku, nampakkanlah zat-Mu kepadaku, agar aku dapat melihat-Mu"

Allah berfirman: "Engkau tidak akan sanggup melihat-Ku, tetapi cubalah lihat bukit itu, jika ia tetap berdiri tegak di tempatnya sebagaimana sedia kala, maka nescaya engkau akan dapat melihat-Ku." Lalu menolehlah Nabi Musa mengarahkan pandangannya kejurusan bukit yang dimaksudkan itu yang seketika itu juga dilihatnya hancur luluh masuk ke dalam perut bumi tanpa menghilangkan bekas. Maka terperanjatlah Nabi Musa, gementarlah seluruh tubuhnya dan jatuh pengsan. Setelah ia sedar kembali dari pengsannya, bertasbih dan bertahmidlah ia seraya memohon  ampun  kepada  Allah  atas  kelancangannya  itu  dan  berkata: "Maha Besarlah Engkau wahai Tuhanku, ampunilah aku dan terimalah taubatku dan aku akan menjadi orang yang pertama beriman kepada-Mu."

Dalam kesempatan bermunajat itu, Allah menerimakan kepada Nabi Musa kitab suci "Taurat" berupa kepingan-kepingan batu-batu atau kepingan kayu menurut sementara ahli tafsir yang di dalamnya tertulis segala sesuatu secara terperinci dan jelas mengenai pedoman hidup dan penuntun kepada jalan yang diredhai oleh Allah.

Allah mengiring pemberian "Taurat" kepada Musa dengan firman-Nya: "Wahai Musa, sesungguhnya Aku telah memilih engkau lebih dari manusia-manusia yang lain di masamu, untuk membawa risalah-Ku dan menyampaikan kepada hamba-hamba-Ku. Aku telah memberikan kepadamu keistimewaan dengan dapat bercakap-cakap langsung dengan Aku, maka bersyukurlah atas segala kurnia-Ku kepadamu dan berpegang teguhlah pada apa yang Aku tuturkan kepadamu. Dalam kitab yang Aku berikan kepadamu terhimpun tuntunan dan pengajaran yang akan membawa Bani Isra'il ke jalan yang benar, ke jalan yang akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat   bagi   mereka.   Anjurkanlah   kaummu   Bani   Isra'il   agar   mematuhi perintah-perintah-  Ku  jika  mereka  tidak  ingin  Aku  tempatkan  mereka  di tempat-tempat orang- orang yang fasiq."
Bacalah tentang kisah munajat Nabi Musa ini, surah "Thaha" ayat 83 dan 84 dan surah
"Al-a'raaf" ayat 142 sehingga ayat 145 sebagaimana berikut :~

"83~ Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa?" 84~ Berkata Musa: "Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepadamu ya Tuhanku, agar supaya Engkau redha kepadaku." { Thaha : 83 ~ 84 }

"142~ Dan Kami telah janjikan kepada Musa {memberikan Taurat} sesudah berlalu waktu tiga puluh malam dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh
{malam lagi}, maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya, iaitu Harun: "Gantilah aku dalam {memimpin} kaumku dan perbaikilah dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang  yang  membuat  kerosakan".  143~  Dan  tatkala  Musa datang untuk{munajat} dengan {Kami} pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman {langsung} kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku nampakkanlah
{Zat Engkau} kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau." Tuhan berfirman: "Kamu sesekali tidak sanggup melihat-Ku, tetapi melihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya {sebagai sediakala} nescaya kamu dapat melihat-Ku." Tatkala Tuhannya nampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pengsan. Maka setelah Musa sedar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada-Mu dan aku orang yang pertama beriman." 144~ Allah berfirman: "Hai Musa sesungguhnya Aku memilih kamu lebih dari  manusia  yang  lain  {di  masamu}  untuk  membawa risalah-Ku  dan  untuk berbicara langsung dengan-Ku sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur."
145~ Dan Kami telah tuliskan untuk Musa luluh {Taurat} segala sesuatu sebagai pengajaran bagi sesuatu. Maka Kami berfirman: "Berpeganglah kepadanya dengan teguh  dan  suruhlah  kaummu  berpegang  kepada {perintah-perintahnya}  yang sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang- orang yang fasiq." { Al-A'raaf: 142 ~ 145 }

JANGGUT NABI HARUN a.s. BERWARNA DUA

Nabi  Musa  Alaihisalam  telah  diperintahkan  oleh  Allah  Subhanahu  Wataala supaya pergi ke bukit Sina untuk menerima wahyu. Semasa pemergian Nabi Musa, segala urusan telah diserahkan kepada saudaranya Nabi Harun a.s. Pemergian Nabi Musa mengambil masa selama 40 hari dan 40 malam.

Ketiadaan Nabi Musa a.s telah mengembirakan seorang musuh dalam selimut bernama Samiri. Dia telah memunafaat masa ini untuk menyesatkan kaum Nabi

Musa yang selama ini telah bersusah payah membentuk dan memberi keimanan kepada mereka. Sewaktu Nabi Musa menyeberangi Laut Merah setelah pulang dari Mesir, kaki kuda yang ditunggangi oleh Nabi Musa telah tenggelam dalam pasir di tengah lautan yang kering itu. Dengan segala usaha yang dilakukan oleh Nabi Musa, kuda yang ditungganginya tetap tidak mahu meneruskan perjalanan untuk menyeberangi Laut Merah.

Kerana itu Allah telah mengutuskan malaikat Jibrail dengan menunggang kuda betina. Melihat lawan sejenisnya kuda yang ditunggangi oleh Nabi Musa telah mengejar kuda yang ditunggangi oleh Malaikat Jibrail. Samiri yang ikut serta dalam rombongan tersebut telah mengambil segenggam pasir bekas tapak kaki kuda yang ditunggangi oleh Jibrail dan disimpannya untuk dijadikan azimat.

Apabila tiba masa yang sesuai iaitu semasa Nabi Musa bersunyi di Bukit Sina, Samiri  membuat patung seekor lembu daripada emas murni. Setelah  siap, patung itu diisinya dengan pasir yang di ambil dari bekas tapak kaki kuda Jibrail. Dalam waktu yang singkat sahaja patung lembu tersebut dapat mengeluarkan suara. Melihat keadaan tersebut, umat Nabi Musa datang berduyun-duyun kepada Samiri. Samiri memimpin mereka menyembah patung lembu yang menakjubkan itu.

Nabi Harun sangat marah setelah melihat umatnya menyembah berhala, lalu berusaha  mencegah  umatnya daripada  terus  syirik  kepada  Allah  bahkan umatnya mengancam Nabi Harun untuk membunuhnya jika Nabi Harun terus melarang mereka menyembah patung lembu tersebut. Nabi Harun tidak dapat berbuat apa-apa untuk melarang mereka daripada terus menyembah patung tersebut. Setelah kembali daripada Bukit Sina, Nabi Musa sangat marah kerana melihat umatnya telah murtad.

Nabi Harun telah di persalahkan dalam hal ini. Dalam keadaan marah yang tidak dapat dikawal Nabi Musa telah menarik janggut Nabi Harun menyebabkan janggut yang dipegang oleh Nabi Musa telah bertukar menjadi putih manakala janggut yang tidak terkena tangan Nabi Musa kekal berwarna hitam. Sejak itu janggut Nabi Harun mempunyai dua warna iaitu putih dan hitam.

0 Response to "KISAH NABI MUSA DAN NABI HARUN A.S-Kisah Tauladan Para Nabi Allah"

Post a Comment